Berakhlak Dengan Akhlak Allah

Berakhlak Dengan Akhlak Allah WIRID para pencari dan pengembara Tuhan tampak pada kesibukan mereka dalam berusaha dan beribadah. Mereka menyalurka
Berakhlak Dengan Akhlak Allah


Nama kitab: Terjemah Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan Jalaluddin Rumi
Judul kitab asal: (فيه ما فيه)
Penulis: Jalaluddin Rumi (جلال الدين الرومي)
Nama lengkap: Muhammad Jalal al-Din Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qounawy
Nama lengkap dalam bahasa Arab: مُحَمَّد بن مُحَمَّد بن حُسَيْنَ بَهَاءٌ الدِّين البَلَخي الْبَكْرِيّ
Lahir: Balkh, Afghanistan, 1260 M / 658 H
Asal: Balkh, Afghanistan
Wafat: Konya, Türkiye, 672 H/ 1273 M (usia 66 tahun)
Bidang studi: Tasawuf, sufisme

Daftar isi

  1. Pasal 21. Lautan Dan Buih Atau Akhirat Dan Dunia
  2. Pasal 22. Air Kehidupan
  3. Pasal 23. Aroma Sang Kekasih
  4. Pasal 24. Manusia Mengemban Tugas Tuhannya
  5. Pasal 25. Jika Bukan Karenamu, Aku Tidak Akan Menciptakan Alam Semesta
  6. Pasal 26. Bagaimana Mungkin Cinta Tuhan Bisa Melepaskanmu Pergi
  7. Pasal 27. Jangan Mempertanyakan Perkataan Wali
  8. Pasal 28. Berakhlaklah Dengan Akhlak Allah
  9. Pasal 29. Dari Tanah Kembali Ke Tanah, Dari Roh Kembali Ke Roh
  10. Pasal 30. Aku Tertawa Ketika Membunuh
  11. Kembali ke: Terjemah Fihi Ma Fihi Jalaludin Rumi   

Pasal 21 Lautan Dan Buih Atau Akhirat Dan Dunia

Maulana berkata: Syarif Paysukhta berkata:

Pemberi nikmat paling suci yang tidak membutuhkan dunia, Diri-Nya sendiri adalah ruh bagi semua, tapi Dia tidak butuh kepada ruh itu.
Semua hal yang terlingkup oleh prasangkamu,
Pemberi nikmat itulah yang disembah, tapi Dia tidak butuh pada sesembahan itu.


Kata-kata ini sungguh memalukan. Kata-kata ini bukanlah pujian untuk Tuhan, tidak pula untuk mengormati manusia. Wahai manusia rendah, kebahagiaan apa yang kamu miliki sehingga Ia tidak butuh kepadamu?
 
Fihi Ma Fihi

Kata-kata ini jelas bukan ucapan para kekasih, melainkan ucapan para musuh. Musuh itu bisa saja berkata: “Aku tidak punya urusan dengan-Mu dan tidak membutuhkan-Mu.” Coba bayangkan jika seorang Muslim yang amat besar rasa cintanya, saat di puncak kegembiraannya, berkata kepada orang yang dicintainya bahwa dia tidak membutuhkannya. Ini seperti seorang juru api kamar mandi yang duduk di depan kamar mandi sambil berkata: “Sultan tidak membutuhkanku, seorang juru api. Sultan tidak peduli padaku dan juga tidak memperhatikan para juru api lainnya.” Kebahagiaan apa yang diperoleh juru api itu sehingga ia berprasangka bahwa rajanya tidak perhatian kepadanya? Tidak, kata yang semestinya ia ucapkan adalah: “Aku sedang berada di kamar mandi, lalu Sultan melintas di hadapanku, aku mengucapkan salam padanya. Sultan terus melihat ke arahku, bahkan setelah melewatiku beliau tidak melepaskan pandangannya padaku.” Kata-kata seperti ini bisa jadi akan memberikan kegembiraan pada juru api itu. Adapun kata-kata “Sultan sama sekali tidak memperhatikannya,” jenis pujian kepada raja yang bagaimana itu dan kebahagiaan macam apa yang muncul dalam diri juru api itu?
“Semua hal yang terlingkup oleh prasangkamu” wahai manusia rendah, apa yang akan melintas di hadapan prasangkamu dan yang akan tampak di depanmu ketika semua orang tidak membutuhkan prasangka dan imajinasimu, dan jika kamu ceritakan pada mereka, mereka akan bosan dan pergi? Manakah dari prasangkamu yang tidak membutuhkan Allah di dalamnya? Tanda ketidakbutuhan terlihat pada orang-orang ka r; tidak mungkin perkataan ini adalah milik orang-orang Mukmin.

216
 
Fihi Ma Fihi

Wahai manusia rendah, kemandirian Tuhan itu pasti; tetapi jika kamu memiliki kadar spiritual yang tinggi, maka Ia akan menjadi butuh kepadamu karena kadar kemuliaanmu itu.
Syekh Mahalla sering berkata: “Awalnya melihat, kemudian berbincang-bincang. Semua orang bisa melihat sultan, tapi yang bisa berbincang dengannya hanyalah orang-orang khusus yang berpengaruh saja.” Maulana Rumi berkata: “Perkatan ini juga tidak benar dan sepenuhnya omong kosong. Musa menikmati percakapannya dengan Tuhan, baru kemudian ia memohon untuk bisa melihat diri-Nya. Maqam Nabi Musa as. adalah maqam percakapan, sementara maqam Nabi Muhammad Saw.. adalah maqam penglihatan. Kalau begitu, bagaimana perkataan Syekh itu bisa dianggap benar?”
Maulana Rumi berkata: “Seseorang berkata di hadapan Syamsuddin Tabrizi (semoga Allah menyucikan jiwanya): “Aku sudah membuktikan eksistensi Allah dengan bukti yang pasti.” Pagi harinya Maulana Syamsuddin berkata: “Semalam malaikat turun dan memanggil lelaki itu sambil berkata: ‘Alhamdulillah, dia sudah membuktikan eksistensi Allah!’ Allah memanjangkan umurnya! Ia tidak merusak hak orang-orang di muka bumi.’”
Wahai manusia rendah, Allah itu ada dan Dia tidak membutuhkan bukti apapun. Jika kamu melakukan sesuatu, maka buktikan dirimu dalam tingkatan dan maqam tertentu di hadapan-Nya. Kalau tidak bisa, berarti kamu sudah membuktikan tanpa dalil.


217
 
Fihi Ma Fihi


 

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.”
(QS. al-Isra’: 44)


Tidak perlu diragukan lagi bahwa para ahli qh adalah manusia- manusia cerdas yang seratus persen berkompeten di bidangnya. Tetapi antara mereka dan dunia spiritual ada sebuah tembok besar demi menjaga kelangsungsan “Boleh dan tidak boleh.” Jika tidak ada dinding besar itu sebagai tirai bagi mereka, tidak akan ada orang yang memohon mereka untuk memberikan fatwa dan pekerjaan mereka akan lenyap. Ini seperti analogi dari ucapan Maulana Syamsuddin: “Akhirat itu seperti lautan dan dunia ini adalah buihnya.” Allah ingin agar buih ini tetap teratur. Oleh karena itu, Allah meletakkan beberapa manusia yang membelakangi lautan untuk menjaga buih tetap ada. Jika mereka tidak disibukkan untuk menjaga buih ini, maka semua makhluk akan saling memberikan fatwa dan menghancurkan buih itu.
Sebuah tenda didirikan untuk ditinggali seorang raja dan dia membuat orang-orang sibuk untuk mendirikan tenda itu. Salah seorang dari mereka berkata: “Jika aku tidak membuat tali tenda, bagaimana kemah ini bisa didirikan?” Yang lain menimpali: “Jika aku tidak membuat pancang, di mana tali itu akan diikat?” Semua orang tahu bahwa mereka adalah pelayan dari raja, orang yang nantinya akan duduk di dalam tenda dan memperhatikan orang-orang yang dikasihinya.

218
 
Fihi Ma Fihi

Dengan demikian, jika seorang penenun meninggalkan kain tenunannya untuk menjadi seorang menteri, maka seluruh dunia ini akan telanjang dan terpisah. Dengan demikian, maka Aku beri mereka kesenangan dalam menenun sehingga ia tetap rela menjadi penenun. Dengan demikian, manusia diciptakan untuk menjaga agar dunia buih tetap teratur, dan dunia ini diciptakan untuk menjaga eksistensi para wali.
Alangkah senangnya mereka yang dijadikan sebagai tujuan dari diciptakannya dunia ini, dan bukan diciptakan untuk menjaga dunia. Allah SWT menganugerahkan keridaan dan kesenangan kepada semua manusia untuk bekerja pada keahliannya masing- masing, bahkan jika ia hidup hingga seratus ribu tahun , ia akan tetap membuka praktik untuk keahliannya itu. Rasa cintanya pada pekerjaan itu akan semakin bertambah setiap hari, beragam kemahiran yang lebih detail akan muncul terus menerus darinya, dan akhirnya ia akan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan yang tiada tara.
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.”
Pembuat tali memiliki pujiannya tersendiri, tukang kayu yang membuat pancang-pancang tenda memiliki pujiannya tersendiri, begitu juga dengan peletak pasak, penenun yang memenuhi tenda dengan kain, dan para wali yang duduk di dalam tenda sambil mengawasi, mereka semua memiliki pujian masing-masing.



219
 
Fihi Ma Fihi

Sekarang para pencari ini datang kepada kita. Jika kita tidak berkata apa-apa, mereka akan bosan dan sakit hati. Tetapi jika kita mengatakan sesuatu, maka itu harus sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Ketika kita merasa sakit hati karena hal itu, mereka justru pergi dan mengkritik kita, seraya berkata: “ Ia bosan dan melarikan diri dari kita.” Kecuali jika kompor itu yang pergi, bagaimana api bisa lari dari kompor? Tentu itu tidak mungkin. Karenanya, pelarian api dan percikannya itu bukanlah sebuah pelarian. Namun jika kompor itu melemah, maka seseorang akan terlebih dahulu menjauh darinya agar api tidak benar-benar mati. Jadi sebenarnya kompor itulah yang pergi. Jadi, pelarian kita adalah pelarian mereka. Kita adalah sebuah cermin. Jika mereka bergerah untuk melarikan diri, maka tampak demikian pada diri kita, kita pergi demi mereka. Dalam cermin, seseorang bisa melihat diri mereka sendiri. Jika mereka melihat kita membosankan, maka itu adalah kebosanan mereka. Karena bosan adalah sifat dari kelemahan dan di sini tidak ada tempat untuk sifat bosan, apalah gunanya kebosanan itu?
Di tempat pemandian, aku menunjukkan ketawadukan yang besar kepada syekh Shalahuddin.1 Syekh Shalahuddin justru malah menunjukkan ketawadukan yang sama besarnya kepadaku. Melihat ketawadukannya itu aku bertanya-tanya dalam hati. Terlintas dalam benakku, “Kamu melampaui batas dalam bertawaduk. Ketawadukan

 
1    Beliau adalah Syekh Salahuddin Faridun Zarkub al-Qunawi, salah satu sahabat spiritual Maulana Rumi setelah tidak ada Syams Tabriz di sisinya. Maulana Rumi selalau bersama orang ini untuk waktu yang lama. Beliau meninggal pada tahun 657 H.

220
 
Fihi Ma Fihi

akan lebih baik jika dilakukan secara bertahap. Pertama kamu mencium tangannya, kemudian kakinya. Sedikit demi sedikit hingga kamu sampai pada sebuah titik di mana ia tidak tampak oleh mata, dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Ketika kamu menunjukkan ketawadukan itu secara bertahap, tentu mereka tidak lagi menjadi sesuatu yang dikejar-kejar, atau dipaksa menyesuaikan satu penghormatan ke penghormatan yang lain.”
Kita juga harus melakukan dengan cara yang sama kepada kawan maupun lawan, secara bertahap. Misalnya kepada sorang musuh, pertama kita tawarkan nasihat kepada mereka, sedikit demi sedikit. Jika mereka tidak mau mendengar, gunakan sedikit paksaan. Jika mereka belum juga mau mendengar, tinggalkan saja dia. Seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an:


 

“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.” (QS. al-Nisa’: 34)


Semua yang terjadi di dunia ini juga berjalan secara bertahap. Tidakkah kamu melihat kedamaian dan keramahan musim semi? Pada mulanya, ia menunjukkan kehangatan sedikit demi sedikit, dan kemudian terus bertambah. Begitu juga dengan pepohonan yang tumbuh sedikit demi sedikit. Pertama ia tersenyum, kemudian ia  menunjukkan  perhiasan-perhiasan  dedaunan  dan  buahnya

221
 
Fihi Ma Fihi

seperti para darwis dan Su  yang memperlihatkan segala hal, dan mempertaruhkan semua yang mereka miliki.
Manusia selalu tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan- pekerjaan duniawi maupun ukhrawi, berlebih-lebihan di awal pekerjaannya. Cara ini akan mempersulit mereka untuk sampai kepada tujuannya. Cara yang terbaik adalah dengan latihan. Sama halnya ketika seseorang makan terlalu banyak, ia harus mengurangi satu gigitan setiap harinya, secara bertahap. Dengan cara itu, sebelum satu atau dua tahun berlalu, ia telah mengurangi setengah dari jatah makanannya tanpa ia sadari. Demikian juga dengan ibadah, khalwat, taat, dan salat. Ketika ia memasuki jalan Allah, untuk sesaat ia akan menjaga salat lima waktu. Tetapi jika ia melakukan ibadah shalat dengan sepenuh hatinya, maka ibadah salatnya akan terus berlanjut tanpa henti.

Pasal 22 Air Kehidupan
ASAL materi adalah bahwa jika Ibnu Chavish menjaga kehormatan syekh Shalahuddin saat ia absen, mungkin itu dapat memberikan manfaat kepadanya dan bisa menghilangkan kegelapan serta kabut dari dirinya. Bukankah Ibnu Chavish pernah mengatakan hal ini pada dirinya sendiri: “Semua makhluk, termasuk manusia, bapak, ibu, keluarga, kerabat, dan suku meninggalkan negeri mereka. Mereka bepergian jauh dari India sampai Sindh (salah satu provinsi di Pakistan) hingga sepatu-sepatu mereka robek, demi mencari seseorang yang memiliki aroma wangi dari bumi yang di sana. Sudah berapa banyak orang yang mati karena kerinduan dan penyesalan karena tidak berhasil menemukan orang itu. Sementara kamu yang mendapati orang itu di rumahmu sendiri, tapi kamu justru memalingkan wajah darinya! Ceroboh sekali.” Ibnu Chavish sendiri yang sering bilang kepadaku bahwa Shalahuddin adalah syekh-nya para syekh, beliau adalah orang yang besar dan agung, dan itu tampak sekali dalam rona wajahnya.
 
Fihi Ma Fihi

Ibnu Chavish berkata: “Semenjak aku menjadi hambanya, aku tidak pernah mendengarnya memanggilmu kecuali dengan panggilan Sayyidina atau Maulana, dan ia tidak pernah mengganti julukan ini selama satu hari pun.” Kalau demikian, pastilah ambisi-ambisi buruknya telah membutakan pikirannya dari ucapan-ucapannya sendiri. Kemudian dia mengatakan bahwa syekh Shalahuddin bukanlah siapa-siapa. Keburukan macam apa yang sudah Syekh Shalahuddin lakukan kepadanya? Hanya, ketika syekh Shalahuddin melihat Ibnu Chavish hendak masuk ke dalam sumur, ia berkata kepadanya: “Jangan jatuh ke dalam sumur itu.” Dia mengatakan hal itu sebagai wujud rasa cinta kepadanya melebihi cintanya pada semua orang. Tetapi Ibnu Chavish justru menolak rasa sayang Syekh Shalahuddin itu. Karena jika kamu melakukan sesuatu yang tidak disukai Syekh Shalahuddin, kamu akan terdampar ke dalam tekanannya. Kalau kamu sudah berada dalam tekanannya, bagaimana kamu bisa melarikan diri? Bahkan setiap kali kamu hendak pergi dari asap api neraka itu, ia selalu menasihatimu dan berkata: “Jangan kamu tinggal dalam tekananku, pergilah dari tekanan dan kemarahanku ini menuju lembah keramahan dan kasih sayangku. Karena jika kamu melakukan sesuatu yang aku rekomendasikan, kamu akan masuk pada lembah cinta dan keramahanku. Jadi, kapan hatimu akan terlepas dari kungkungannya dan menjadi bersinar-sinar? Ia menasihatimu demi kebaikanmu, sementara kamu menyangka bahwa nasihatnya itu karena maksud dan tujuan lain. Maksud tersembunyi macam apa yang dimiliki orang seperti dia terhadapmu? Ketika kamu merasakan kenikmatan dari meneguk minuman keras yang haram, ganja, musik, atau apapun saja yang membuatmu senang, pada saat itu kamu akan


224
 
Fihi Ma Fihi

memaafkan semua musuhmu, kamu lebih condong untuk mencium tangan dan kaki mereka. Pada saat itu, apa bedanya antara Mukmin dan ka r di matamu?
Syekh Shalahuddin adalah asal dari kenikmatan itu. Ia adalah samudera kenikmatan. Bagaimana bisa kamu menyebutnya memiliki rasa kebencian dan permusuhan? Demi Allah, bukankah justru itu merupakan kasih sayangnya pada orang lain. Kalau tidak begitu, buat apa ia berhubungan dengan tikus dan kodok? Bagaimana bisa seseorang yang memiliki kerajaan dan keagungan dibandingkan dengan hamba yang menyedihkan seperti itu? Bukankah dikatakan bahwa: “Air kehidupan terletak di dalam kegelapan dan kegelapan ini adalah raga para wali. Lantas di manakah air kehidupan itu? Tidak mungkin kita bisa menemukan air kehidupan itu kecuali di dalam kegelapan. Jika kamu membenci kegelapan ini dan menjauh darinya, mana mungkin kamu bisa sampai kepada air kehidupan? Mungkinkah kamu belajar hermafroditisme kepada para banci atau belajar tentang pelacuran kepada para pelacur tanpa harus menanggung ribuan bentuk kebencian, pemukulan dan pertentangan akan hasratmu itu? Itulah satu-satunya cara agar kamu bisa mempelajarinya. Mungkinkah kamu menginginkan kehidupan abadi, yang merupakan maqam para Nabi dan wali, sementara kamu tidak mau menceburkan diri ke dalam sesuatu yang tidak kamu sukai dan tanpa adanya pengorbanan. Bagaimana itu bisa terjadi?
Syekh tidak memberimu resep seperti yang diberikan oleh para guru terdahulu, yaitu dengan meninggalkan perempuan, anak, harta, dan pangkat. Dulu para syekh menyuruh murid-muridnya untuk

225
 
Fihi Ma Fihi

meninggalkan para perempuan mereka sampai mereka menikahinya. Para murid bersedia menanggung syarat itu. Sementara kamu tidak mampu menerima saran yang sangat mudah: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu [QS. al-Baqarah: 216].” Lantas apa yang dikatakan orang-orang yang sudah dikalahkan oleh kebutaan dan kebodohan itu? Tidakkah mereka merenungkan bahwa ketika seseorang mencintai seorang perempuan, maka ia akan melakukan apapun, merendah diri mereka dan mengorbankan harta mereka untuk menaklukkan orang yang dicintainya. Ia mengerahkan seluruh daya dan upayanya untuk memenangkan hasratnya. Ia melakukan hal itu siang dan malam tanpa bosan. Tapi mereka bosan dengan segala hal selain itu. Semua itu nilainya sangat sedikit sekali jika dibandingkan dengan cinta syekh dan cinta Allah. Dari sedikit hikmah, nasihat, dan petunjuk yang masuk ke hatinya dan bagaimana ia meninggalkan syekh-nya, bisa kita ketahui bahwa ia bukanlah seorang pecinta dan juga bukan pencari cinta. Jika dia memang salah satu dari keduanya, maka dia akan menanggung semua syarat yang disebutkan tadi, dan hatinya akan menjadi lebih manis dari madu dan gula.

Pasal 23 Aroma Sang Kekasih

MAULANA Rumi berkata: “Aku ingin pergi ke Tuqat,1 karena daerah itu sangat hangat. Meskipun Anatolia juga daerah yang hangat, tapi mayoritas orang-orang Roma yang ada di sana tidak memahami bahasa kita, meski sebagian dari mereka ada yang mengerti. Pada suatu hari, aku sedang berbicara di tengah-tengah para jamaah, yang di dalamnya ada sekelompok orang ka r. Di tengah-tengah pembicaraanku, tiba-tiba mereka mulai menangis, menunjukkan raut muka kesedihan, dan mencucurkan air mata.
Salah seorang dari mereka bertanya, “Apa yang mereka pahami dan ketahui? Hanya ada seorang Muslim di antara ribuan Muslim yang bisa memahami ucapan semacam ini. Apa sebenarnya yang mereka pahami sehingga mereka menangis sedemikian rupa?”

 
1 Pada penaklukan pertama (seperti dikemukakan oleh Yaqut al-Hamawi dalam kitab Mu’jam al-Buldan), Tuqat adalah kota yang berada di sebelah timut laut Konya, dekat Sivas.
 
Fihi Ma Fihi

Maulana Rumi menjawab: “Mereka tidak harus memahami makna kata-kata ini. Akarnya adalah kata-kata itu sendiri, dan mereka sudah memahaminya. Yang terpenting, semua manusia mengakui keesaan Allah, bahwa Dia adalah Maha Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, dan Maha Pengatur. Segala sesuatu akan kembali kepada-Nya, siksa dan ampunan juga dari-Nya. Ketika seseorang mendengar ucapan yang merupakan sifat-sifat Allah semacam ini, yang berarti kita sedang menyebut-nyebut-Nya, maka ia bisa merasa sedih dan mencucurkan air mata, karena dari perkataan seperti ini tercium aroma Sang Kasih, yang merupakan tujuannya.
Meskipun jalannya berbeda-beda, namun tujuan tetaplah satu. Tidakkah kamu lihat bahwa ada banyak sekali jalan menuju Ka’bah?—ada yang berjalan dari Roma, dari Syam, dari Persia, dari Cina, dan ada juga yang menempuh jalur laut dari India dan Yaman. Demikianlah, jika kamu memikirkan jalan-jalan tersebut, maka kamu akan menemukan banyak sekali perbedaan dan tampilan yang tak terbatas. Tapi jika kamu melihat tujuannya, maka semua akan tampak sama dan berujung pada satu hal. Semua hati tertuju pada Ka’bah. Setiap hati memiliki hubungan, kerinduan, dan kecintaan yang mendalam kepada Ka’bah, dan di sini tidak ada ruang untuk perbedaan. Hubungan erat itu bukanlah keka ran maupun keimanan, sebab perbedaan jalan, seperti yang sudah disebutkan tadi, tidaklah bermakna ambigu. Begitu mereka sampai kepada tujuan mereka, maka berbagai jenis perdebatan, pergulatan, dan perbedaan yang ada di jalan—seperti perkataan, “Kamu salah, kamu seorang ka r,” dan orang-orang yang lain juga mengatakan hal yang sama—jika mereka


228
 
Fihi Ma Fihi

semua sudah sampai di Ka’bah, maka akan segera mengetahui bahwa berbagai pertentangan tadi hanya terjadi di jalanan, sementara tujuan mereka adalah sama.
Sebagai contoh, jika sebuah mangkuk memiliki ruh, maka ia akan menjadi hamba bagi penciptanya dan terlibat dalam permainan cinta. Sekarang, kepada mangkuk yang dibuat oleh tangan manusia ini, seseorang mengatakan: “Mangkuk itu harus diletakkan di atas meja,” sementara yang lain mengatakan: “Mangkuk itu harus dicuci dulu bagian dalamnya,” yang lain mengatakan: “Yang harus dicuci seharusnya bagian luarnya,” yang lain lagi mengatakan: “Bagian dalam maupun luar harus dicuci semua,” dan yang lain lagi berkata: “Mangkuk itu tidak perlu dicuci sama sekali.” Perbedaan mereka hanya terjadi pada perkara-perkara semacam ini. Adapun fakta bahwa mangkuk itu diciptakan oleh seseorang yang memiliki kecakapan tertentu, tidak mereka lihat sebab mereka semua sudah menyetujuinya dan tidak ada lagi perbedaan di antara mereka mengenai hal itu.
Mari kita kembali ke pokok pembahasan: Semua manusia, jauh di lubuk hati mereka yang terdalam, sangat mencintai Tuhannya dan mencari-Nya. Semua manusia butuh dan menggantungkan seluruh harapan mereka pada-Nya. Mereka mengerti bahwa tidak ada siapapun lagi yang mampu membantu urusan-urusan mereka. Makna seperti ini tidak lagi menyangkut persoalan keimanan maupun keka ran. Tidak ada nama khusus untuknya di dalam hati. Ketika air maknawi mengalir keluar dari hati seseorang menuju



229
 
Fihi Ma Fihi

muara lisan dan kemudian membeku, maka ia memerlukan aksiden dan ungkapan. Di sinilah baru muncul istilah keka ran, keimanan, kebaikan dan keburukan. Seperti halnya tanaman-tanaman yang tumbuh dari tanah; Pada mulanya tanaman tidak memiliki bentuk, namun ketika sudah keluar dari tanah dan menyembul di atas bumi, tanaman ini tampak di hadapan mata sebagai bentuk yang lembut, indah, dan berwarnah putih, lalu ketika telah berkembang menjadi pohon yang besar, tanaman ini menjadi keras, lebat, dan memiliki warna yang lain.
Ketika seorang Mukmin dan ka r sedang duduk bersama dan tidak berkata apa-apa satu sama lainnya, bisa dikatakan bahwa mereka adalah satu. Tidak ada kon ik keyakinan sebab hati adalah dunia yang bebas. Keyakinan adalah sesuatu yang subtil dan karenanya tidak dapat diawasi, “Kita hanya bisa menghukumi yang tampak, dan hanya Allah yang menguasai yang batin.” Ketika Allah SWT menunjukkan keyakinan itu kepadamu, kamu tidak akan mampu menyembunyikan keyakinan itu bahkan dengan seratus ribu usaha sekalipun. Berkaitan dengan perkataan bahwa Allah tidak membutuhkan instrumen apapun, tidakkah kamu lihat bagaimana Allah menampakkan gagasan-gagasan dan keyakinan-keyakinan ke dalam pikiran kalian tanpa instrumen, tanpa pena, dan tanpa warna apapun.
Keyakinan itu seperti burung yang terbang di udara dan rusa- rusa yang berkeliaran di hutan. Kalau kamu tidak menangkap dan memasukkannya ke dalam kandang terlebih dahulu, kamu tidak berhak menjual mereka, sebab burung yang akan kamu jual

230
 
Fihi Ma Fihi

itu belum berada dalam kekuasaanmu. Karena dalam jual beli ada syarat transaksi dan kalau syarat itu tidak bisa kamu penuhi, lantas bagaimana kamu bisa melakukan transaksi?
Demikianlah, sepanjang keyakinan masih berada dalam hati, maka ia tidak memiliki nama dan tanda; kita tidak bisa melabelinya dengan status ka r maupun Islam. Tidak ada seorang hakim pun yang berkata: “Dalam hatimu kamu berikrar demikian dan kamu memiliki gagasan demikian,” atau “Bersumpahlah bahwa dalam hatimu kamu tidak pernah berpikir demikian.” Seorang hakim tidak mungkin berbicara begitu, sebab tidak satu orang pun yang bisa menilai hati orang lain. Keyakinan itu seperti burung-burung di angkasa. Ketika keyakinan itu sudah diekspresikan dalam kata- kata, barulah kita bisa menghukumi dengan Muslim, ka r, benar atau salah.
Ada sebuah dunia bagi tubuh, dunia bagi gagasan-gagasan, dunia bagi imanjinasi, dan dunia untuk praduga. Allah SWT berada di belakang semua dunia itu, tidak di dalam ataupun di luarnya. Renungkanlah bagaimana Allah bisa menciptakan gagasan-gagasan semacam ini, Dia menciptakannya tanpa ada “bagaimana,” tanpa pena, dan tanpa instrumen. Terkait dengan imajinasi atau gagasan ini, jika kamu hendak mencarinya dengan membelah dada manusia dan menajamkan pandangan demi melihat partikel demi partikel, niscaya kamu tidak akan pernah bisa menemukannya. Kamu tidak akan menemukannya dalam darah, dalam urat, di atas, dan tidak juga di bawah. Kamu tidak akan menemukannya dalam satu organ tertentu karena imajinasi

231
 
Fihi Ma Fihi

atau gagasan memang bersifat non-materi, tidak berwaktu dan bertempat. Bahkan kamu juga tidak akan menemukannya di luar dada.
Apa yang dilakukan Allah pada gagasan-gagasan ini sangat subtil hingga gagasan tersebut tidak berbekas. Renungkanlah betapa hebatnya Allah yang mencipta sesuatu tanpa ada bekas, dan betapa subtilnya Dia menciptakan semua ini! Sebagaimana tubuh manusia yang mencolok jika dibandingkan dengan makna yang ada dalam diri manusia, maka makna yang subtil dan tidak tampak ini adalah sebuah tubuh dan bentuk yang mencolok bagi kesubtilan Allah.
Jika ruh yang suci itu tersingkap dari selubung,

 

raga2
 
Maka seluruh pikiran dan ruh manusia akan menjadi bentuk
 

Allah SWT tidak berada di dalam kandungan alam gagasan- gagasan ini dan tidak juga berada di dunia yang lain. Sebab jika Allah berada di dalam salah satu dari dunia-dunia itu, maka penciptanya akan memiliki kekuasaan terhadap Allah, sementara pencipta itu tidak mungkin menjadi pencipta dari gagasan-gagasan di alam pikiran, sebagaimana yang dilakukan oleh Allah. Maka yang sebenarnya adalah bahwa Allah SWT berada di belakang semua dunia itu.




 
2    Bait ini diambil dari Ghazal-nya Maulana Rumi. Dalam bahasa Persia tertulis:

      

232
 
Fihi Ma Fihi

 

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman.” (QS. al-Fath: 27)


Semua orang berkata: “Kita akan memasuki Ka’bah.” Yang lainnya berkata, “Insya Allah kita akan memasukinya.” Mereka yang mengatakan “Insya Allah” adalah para pecinta Allah, sebab seorang pecinta tidak memandang bahwa dirinyalah yang mampu dan terpilih, melainkan kekasihnya. Oleh karena itu mereka berkata: “Jika Sang Kasih menghendaki (Insya Allah), aku akan memasukinya.”
Bagi kaum literalis, Masjidil Haram adalah Ka’bah yang menjadi tempat berkumpulnya umat manusia. Namun bagi para pecinta dan orang-orang khusus, Masjidil Haram adalah tempat dirinya melebur bersama Tuhannya.
Kemudian mereka berkata: “ Jika Allah menghendaki, kami akan sampai kepada-Nya dan diberi kehormatan untuk melihat- Nya.”
Bagi Sang Kasih, orang yang mengatakan “Insya Allah” sangatlah jarang. Kalaupun ada, maka itu hanya bisa dilakukan oleh orang asing, dan hanya orang asing itu yang bisa mendengar dan memahaminya. Allah memiliki hamba-hamba yang sangat dicintai-Nya, dan Allah mencari-cari mereka. Semua tugas mereka,

233
 
Fihi Ma Fihi

dilakukan oleh-Nya dan kemudian ditunjukkan kepada mereka. Jika para pecinta sejati ini berkata, “Insya Allah aku akan memasukinya,” maka Allah akan berkata, sebagai ganti dari orang asing tadi, dengan perkataan yang sama: “Insya Allah.”
Jika aku harus disibukkan untuk menjelaskan hal ini lebih detail lagi, bahkan para wali yang sudah sampai kepada Allah (wushul) pun akan kehilangan ujung tali pembicaraan. Lantas bagaimana mungkin berbicara tentang rahasia-rahasia semacam ini kepada manusia? “Pena telah sampai pada bagian ini, lalu ujungnya tiba-tiba patah dengan sendirinya.” Jika seseorang yang tidak bisa melihat unta yang berada di atas menara, bagaimana ia bisa melihat seutas rambut yang berada di dalam mulut unta itu?
Sekarang, mari kita kembali pada uraian di awal. Maksud dari ucapan para pecinta yang mengatakan “Insya Allah,” adalah bahwa Sang Kasih-lah yang berbuat, jika Sang Kasih menghendaki, maka aku akan memasuki Ka’bah—seperti manusia yang sudah melebur ke dalam Tuhannya. Tidak ada tempat untuk selain diri-Nya. Mengingat-ingat hal yang lain adalah haram. Kalau sudah demikian, masih adakah tempat untuk yang lainnya? Jika manusia tidak menghapus dirinya, maka tidak ada tempat untuk Tuhan. “Tidak ada yang menghuni rumah selain Allah.”
Mimpi yang dititipkan Allah pada utusannya, sesungguhnya adalah mimpi-mipi para pecinta-Nya dan orang-orang yang jujur; sementara tafsir yang sesungguhnya berada di dunia yang lain di sana. Semua yang terjadi di dunia ini adalah mimpi, yang realitasnya akan terjadi di dunia itu. Jika kamu bermimpi menunggangi seekor kuda,

234
 
Fihi Ma Fihi

maka impianmu itu akan terwujud; tapi apa hubungannya antara kuda dan impian? Jika kamu bermimpi diberi beberapa keping uang dirham yang bagus, maka tafsir mimpi itu adalah bahwa kamu akan mendengar kata-kata yang benar dan indah dari salah satu ulama; tapi apa pula hubungan antara uang dan kata-kata? Jika kamu bermimpi diikat di tiang gantungan, ini berarti kamu akan menjadi pemimpin sekelompok orang; tapi apa lagi hubungan antara tiang gantungan dengan kepemimpinan? Dari sini, maka semua yang ada di dunia ini adalah mimpi. “Dunia ini adalah mimpi orang yang sedang tidur,” sementara tafsirnya akan tampak berbeda di dunia sana; dan hanya penafsir Tuhan yang mampu menginterpretasikannya, karena semua akan tersingkap di hadapannya.
Seperti seorang tukang kebun yang memasuki kebunnya kemudian melihat pepohonan. Tanpa melihat buahnya di dahan, ia dapat mengklasi kasikan bahwa ini adalah pohon kurma, ini pohon ara, ini pohon delima, ini pohon pir, dan ini pohon apel. Karena hamba-hamba Allah yang  sejati  mengetahui  ilmu  pepohonan, ia tidak perlu menunggu sampai hari akhir untuk melihat tafsir mimpi-mimpi di kehidupan ini, apa yang akan terjadi, dan apa yang dimaksud oleh mimpi tersebut. Seperti tukang kebun ini, yang mengetahui buah apa yang akan dihasilkan tanpa harus melihat setiap buah yang tergantung di dahan pohon.
Semua yang ada di dunia ini—kekayaan, perempuan, dan pakaian—dicari untuk sesuatu yang lain diluar semua hal itu. Tidakkah kamu memikirkan bahwa ketika kamu memiliki uang seratus ribu dirham,  jika kamu  sedang lapar  tapi kamu  tidak

235
 
Fihi Ma Fihi

menemukan sepotong roti pun, kamu tetap tidak bisa memakan dan menikmati uang itu? Perempuan dicari demi anak-anak dan untuk menyalurkan syahwat. Pakaian digunakan untuk mengusir ganasnya dingin. Dengan demikian, maka semua hal di dunia ini memiliki hubungan dengan Allah SWT. Dialah yang sebenarnya dicari, bukan sesuatu yang lain di luar diri-Nya. Karena Dia berada di atas segalanya, lebih baik dari segalanya, lebih mulia dari segalanya, dan lebih subtil ketimbang segalanya. Bagaimana bisa kita mau mencari sesuatu yang lebih rendah dari diri-Nya? Dialah tujuan akhirnya. Ketika seseorang sudah sampai kepada-Nya, ini berarti bahwa ia telah sampai pada semua tujuan hidupnya, tidak ada tujuan lagi setelah-Nya.
Jiwa manusia dipenuhi oleh berbagai keraguan dan kesulitan. Seseorang tidak akan bisa menghilangkan keraguan dan kesulitan itu kecuali jika ia benar-benar jatuh cinta. Jika cinta sudah merasuki jiwanya, maka keraguan dan kesulitan itu akan sirna dengan sendirinya. Karena “Cintamu kepada sesuatu akan membutakan dan membuatmu tuli.”
Ketika Iblis tidak mau bersujud kepada Adam dan malah menentang perintah Allah, ia berkata:

 
“Engkau ciptakan aku dari api sementara dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. al-A’raf: 12)






236
 
Fihi Ma Fihi

“Wujudku terbuat dari api dan wujud manusia terbuat dari tanah.” Bagaimana bisa seorang yang lebih tinggi derajatnya bersujud kepada yang lebih rendah? Ketika Allah mengutuknya karena dosa, perlawanan, dan bantahan ini, Allah kemudian mengusirnya. Iblis berkata: “Ya Tuhan, Engkau telah menciptakan segalanya, ini adalah kehendak-Mu, dan sekarang Engkau mengutuk dan mengusiku.” Ketika Adam melakukan dosa, Allah juga mengusirnya dari Surga. Allah ber rman kepada Adam: “Wahai Adam, ketika Aku menghukum dan mengusirmu karena dosa yang sudah kamu perbuat, kenapa kamu tidak mendebat-Ku padahal kamu memiliki argumen? Kamu tidak berkata, “Segala sesuatu berasal dari-Mu dan diciptakan oleh- Mu. Apapun yang Engkau inginkan di dunia ini akan terwujud dan apapun yang tidak Engkau inginkan tidak akan pernah muncul.” Kau memiliki argumen dan bukti sahih semacam ini, kenapa kamu tidak mengatakannya pada-Ku?” Adam menjawab: “Tuhanku, aku tahu itu, tetapi aku tidak ingin menanggalkan tata kramaku di hadapan-Mu dan cinta tidak akan membuatku merasa tersakiti.”

 

air.”
 
Maulana Rumi berkata: “Hukum Allah ini adalah sumber mata
 

Hal ini tak ubahnya seperi pengadilan kerajaan yang di dalamnya terdapat hukum-hukum raja—perintah dan larangannya, politik dan keadilannya—baik untuk orang-orang khusus atau orang-orang biasa. Hukum-hukum raja adalah pengadilan yang tidak terbatas dan isinya tidak bisa ditabulasikan, sangat bagus, bermanfaat, dan dengannya raja bisa menguasai dunia. Sementara para darwis dan orang-orang fakir berada pada posisi sedang berbicara dengan raja,

237
 
Fihi Ma Fihi

dan mengetahui ilmu yang digunakan raja untuk memerintah. Lantas, apa gunanya mengetahui hukum-hukum raja jika dibandingkan dengan mengetahui ilmu raja itu sendiri dan bisa berbicara langsung dengannya? Tentu ada perbedaan yang besar antara keduanya.
Sahabat-sahabatku (para su ) beserta segala keadaannya bagaikan sebuah sekolah yang berisi banyak orang alim. Sang guru mengajari orang-orang alim itu sesuai dengan kuali kasi mereka, ada yang diberi sepuluh, dua puluh, dan tiga puluh. Kami juga menyampaikan kata-kata kami sesuai dengan kadar kemampuan setiap orang. “Berbicaralah pada setiap orang sesuai dengan kadar kemampuan otak mereka.”

Pasal 24 Manusia Mengemban Tugas Tuhannya


SETIAP orang mendirikan bangunan untuk satu alasan tertentu: entah itu untuk menunjukkan kedermawanannya, untuk mendongkrak popularitasnya, atau untuk mendapatkan pahala. Tapi yang jelas, Allah haruslah menjadi tujuan yang sebenarnya dalam menghormati para wali, makam, dan tempat suci mereka.
Para wali sebenarnya tidak membutuhkan penghormatan karena mereka adalah kehormatan untuk diri mereka sendiri. Jika seseorang ingin meletakkan sebuah lampu di tempat yang tinggi, maka itu bukan keinginan dari lampu, melainkan dari orang tersebut. Peduli apa sebuah lampu berada di atas maupun di bawah? Di manapun lampu itu diletakkan, tempat disekitarnya pasti akan menjadi terang karena lampu itu ingin menerangi yang lain. Jika matahari berada di bawah, ia akan tetap menjadi matahari, tapi
 
Fihi Ma Fihi

bumi akan menjadi sangat gelap gulita. Dengan demikian, matahari yang berada di atas bumi bukan ditujukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menerangi makhluk-makhluk lainnya. Analogi ini cocok untuk kebaradaan para wali yang tidak berada di atas maupun di bawah dan tidak membutuhkan penghormatan dari manusia. Mereka tidak akan disibukkan oleh hal-hal seperti ini. Kemuliaan bagi mereka tidak lain adalah ketika hati mereka bersama Allah, dan Allah tidak butuh berada di atas maupun di bawah. Atas dan bawah adalah milik kita yang memiliki kepala dan kaki. Nabi Muhammad Saw.. bersabda: “Jangan kamu lebih-lebihkan aku dengan Yunus bin Matta, karena mikrajnya adalah dimakan ikan paus, sementara mikrajku adalah naik ke langit dan menuju ke arasy.” Maksud beliau adalah: kalau kamu ingin menganggapku lebih utama dari Yunus, jangan mendasarkannya karena ia berada di dalam perut ikan paus dan aku berada di atas langit. Allah tida berada di atas maupun di bawah, di hadapan-Nya semuanya adalah satu. Berada di dalam perut ikan paus maupun berada di atas langit adalah sama bagi-Nya.
Ada banyak manusia yang melakukan tugas mereka tetapi justu tujuan mereka berbeda dengan maksud Tuhan. Allah SWT menginginkan agar agama Islam diagungkan, tersebar luas, dan abadi hingga akhir zaman. Lihatlah betapa banyak tafsir yang ditulis untuk menginterpretasi al-Qur’an, tetapi tujuan para pengarangnya adalah untuk menunjukkan kelebihan mereka. Al-Zamakhsyari (pengarang tafsir al-Kasysyaf) memenuhi kitabnya dengan detail uraian nahwu, leksikogra , dan berbagai permumpamaan secara fasih untuk menunjukkan keutamaan dirinya, tetapi beliau juga merealisasikan tujuan Tuhan, yaitu mengagungkan agama Islam. Jadi, semua orang

240
 
Fihi Ma Fihi

melakukan tugas Tuhannya, meskipun mereka juga melalaikan tujuan Tuhannya. Allah ingin menggiring mereka pada maksud yang lain agar dunia tetap ada. Mereka menyibukkan diri dengan syahwat mereka, mereka mencurahkan syahwat itu pada seorang perempuan demi kesenangan mereka sendiri, tapi hasilnya adalah kelahiran seorang anak.
Mereka melakukannya sesuai dengan kehendak dan kesenangan mereka, akan tetapi justru itu juga demi berlangsungnya sistem kehidupan di dunia. Sejatinya mereka merealisasikan ibadahnya manusia kepada Tuhan, kecuali jika mereka tidak melakukannya dengan niat tersebut. Mereka membangun masjid dan menginfakkan banyak harta untuk membuat pintu, dinding, dan atapnya, tetapi yang terpenting adalah kiblatnya. Tujuan dan obyek yang patut dihormati adalah kiblat. Pengagungan mereka terhadap kiblat akan menjadi semakin besar manakala kiblat itu tidak mereka jadikan sebagai tujuan.
Keagungan para wali tidak berarti apa-apa di bumi ini. Demi Allah, para wali memang memiliki derajat yang tinggi dan agung, tapi itu berada di luar ruang dan waktu. Uang dirham berada di atas uang tembaga: apa artinya berada di atas uang tembaga? Bagi mata yang melihat, ia tidak berada di atasnya. Misalnya kamu meletakkan uang perak di atas dan uang emas di bawah; dalam segala keadaan, uang emas itu tetap lebih berharga dari uang perak. Demikian juga batu akik dan mutiara yang tetap lebih berharga dari uang emas meskipun diletakkan di atas maupun di bawah.



241
 
Fihi Ma Fihi

Contoh yang lain, kulit padi berada di atas ayakan dan tepung berada di bawahnya. Bagaimana bisa kulit padi yang berada di atas? Tentu saja tepung tetap berada di atas kulit padi meskipun secara kasatmata tepung berada di bawahnya. Jadi ketika kamu mengatakan bahwa tepung berada di atas padi, maka itu tidak mengacu dari penglihatan mata, tapi dari maknanya. Selama esensi itu masih melekat di dalamnya, ia akan tetap berada di atas.

Pasal 25 Jika Bukan Karenamu, Aku Tidak Akan Menciptakan Alam Semesta


SESEORANG masuk, dan Maulana Rumi berkata: Ia sangat disayang dan rendah hati, itu karena permata yang terdapat dalam dirinya. Seperti sebuah dahan pohon yang digantungi oleh buah, maka batang itu akan menunduk, sementara dahan yang tidak digantungi buah akan tetap tegak, seperti pohon poplar. Namun ketika buah di pohon itu amat banyak, maka orang akan meletakkan penyangga di bawahnya agar tidak roboh. Rasulullah Saw.. adalah orang yang sangat rendah hati karena buah dunia dan akhirat menyatu di dalam dirinya, sehingga tentu saja beliau lebih rendah hati dari semua makhluk di bumi. “Tidak ada seorang pun yang mendahului Rasulullah dalam mengucap salam.” Tidak ada seorang pun yang mampu mendahului Rasulullah dalam mengucap salam karena kerendahan hati beliau jauh melampaui orang lain. Meski sesekali ada yang mengucap salam terlebih dahulu dari Rasulullah
 
Fihi Ma Fihi

Saw., beliau tetap yang paling rendah hati karena beliau yang memulai percakapan. Seorang mengucapkan salam lebih dulu itu karena ia sudah belajar dan mendengarkan salam dari beliau. Semua yang dimiliki oleh manusia kuno maupun modern adalah bayangan dari Rasulullah. Meski bayangan manusia memasuki rumah sebelum dirinya, tapi sebenarnya manusia itulah yang terlebih dahulu masuk, karena bayangan mengikuti raga manusia.
Sifat rendah hati itu bukanlah produk zaman ini. Mutiara- mutiara itu sudah ada sejak dulu, dalam mutiara dan bagian-bagian dalam diri Nabi Adam—sebagian bersinar terang dan sebagian lainnya gelap dan menebar kepekatan. Sekarang semuanya tampak jelas, tapi kecemerlangan dan pesona ini sudah ada sejak dulu, dan mutiara dalam diri Adam-lah yang lebih murni, lebih cerah, dan lebih rendah hati.
Sebagian orang melihat permulaan dari sesuatu, sementara yang lain melihat pada akhir. Mereka yang melihat pada akhir adalah orang-orang mulia dan agung karena mereka melihat pada akibat dan akhirat. Namun mereka yang melihat di awal jauh lebih agung lagi. Mereka berkata: “Apa perlunya kita melihat pada akhir? Ketika seseorang menanam gandum di awal, maka pada akhirnya nanti dia tidak akan menuai jelai, dan begitu juga sebaliknya.” Mereka adalah orang-orang yang melihat pada permulaan. Tetapi ada orang lain yang jauh lebih agung dari kedua orang sebelumnya, yaitu mereka yang tidak melihat awal maupun akhir; sebab awal maupun akhir melintas dalam pikiran mereka. Orang jenis ketiga ini tenggelam dalam Tuhannya. Selain itu ada juga orang-orang yang tenggelam

244
 
Fihi Ma Fihi

di dunia, mereka tidak melihat awal dan juga akhir karena mereka berada di puncak ketidaksadaran. Mereka itulah santapan bagi monster Jahanam.
Dari sini, bisa dipahami bahwa alasan diciptakannya semua ini adalah Nabi Muhammad Saw.: “Jika bukan karena dirimu, Aku tidak akan menciptakan bintang gemintang.”
Semua yang ada—kemuliaan, kerendahan hati, hukum, dan derajat yang tinggi—adalah anugerah dan bayangan darinya sebab lantaran beliaulah semuanya mewujud. Demikian juga semua yang dilakukan oleh tangan ini, dilakukan oleh beliau dalam bayangan akal karena bayangan akal jauh berada di atas tangan. Meski sebenarnya tidak ada bayangan untuk akal, namun beliau memiliki bayangan tanpa bayangan, sebagaimana makna yang memiliki bentuk tanpa bentuk. Jika bayangan akal tidak ada di atas manusia, seluruh anggota badan manusia tidak akan berfungsi. Tangan tidak akan pernah memegang sesuatu dengan benar, kaki tidak akan bisa ke jalan yang benar, mata tidak akan bisa melihat apapun, dan semua yang didengar oleh telinga akan menyimpang dari yang sebenarnya. Di dalam bayangan akal ini, semua anggota badan melakukan perannya dengan baik, indah, dan layak. Sebenarnya, semua yang dilakukan oleh anggota badan itu berasal dari akal sebab seluruh anggota badan hanyalah alat bagi akal.
Orang yang agung adalah orang yang menjadi khalifah bagi waktunya. Ia seperti akal universal, sementara akal-akal manusia yang lain adalah bagian dari akal universal ini. Semua yang dilakukan oleh akal-akal ini berada dalam bayang-bayang akal universal.

245
 
Fihi Ma Fihi

Jika anggota-anggota badan melakukan hal yang menyimpang, hal itu dikarenakan akal universal telah mengangkat bayang- bayangnya dari kepala mereka. Ketika seseorang menjadi gila dan melakukan hal-hal yang tidak layak, bisa dipastikan bahwa akal universal telah pergi dari kepalanya dan bayangannya tidak lagi menaungi orang itu. Dia sudah terpisah terlalu jauh dari bayangan dan naungan akalnya.
Akal adalah saudara bagi malaikat. Meskipun akal tidak memiliki bentuk, bulu, dan sayap sebagaimana malaikat, namun pada intinya akal dan malaikat adalah satu, keduanya melakukan pekerjaan dan karakteristik yang sama. Seseorang seharusnya tidak melihat pada bentuk karena sejatinya bentuk melakukan satu peran. Seandainya kamu meleburkan bentuk malaikat, maka tidak ada satupun bulu dan sayap yang tersisa kecuali akal. Dengan demikian, bisa diketahui bahwa malaikat adalah pengejawantahan dari akal. Seperti seekor burung yang terbuat dari lilin, lengkap dengan bulu dan kedua sayapnya, burung itu tetaplah lilin. Tidakkah kamu lihat bahwa jika kamu melelehkan lilin itu, maka bulu, sayap, kepala, dan kaki burung itu akan menjadi lilin? Tidak tersisa sesuatu darinya yang bisa membedakan antara burung buatan lilin dengan lilin itu sendiri. Dari sini bisa kita pastikan bahwa burung yang dibentuk dari lilin adalah lilin itu sendiri. Lilin itu diukir sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti burung, tapi tetap saja itu adalah lilin. Sama halnya dengan es yang tidak lain adalah air. Jika kamu melelehkan es, maka ia akan menjadi air. Sebelum menjadi es dan masih sebagai air, kamu tidak mungkin bisa memegang dan menghentikan arusnya.


246
 
Fihi Ma Fihi

Namun ketika air itu sudah membeku, kamu bisa menggenggamnya dengan tanganmu dan meletakkannya di dalam baju kebanggaanmu. Tidak ada perbedaan yang lebih signi kan dalam hal ini. Tetap saja es adalah air, keduanya adalah hal yang sama.
Demikian juga dengan manusia. Mereka mengambil bulu malaikat dan mengikatkannya pada buntut seekor keledai dan berharap agar keledai itu bisa berubah menjadi malaikat karena keutamaan cahaya malaikat dan persahabatan dengan malaikat.
Akal meminjamkan sayapnya kepada Isa, kemudian ia terbang tinggi di atas malaikat
Meskipun keledainya memiliki setengah sayap, ia akan tetap berada di tanah1
Lantas apa hebatnya keledai menjadi manusia? Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Ketika seorang anak terlahir, bahkan ia lebih buruk dari seekor keledai. Ia letakkan tangannya pada sebuah benda najis, lalu memasukkan benda najis itu itu ke dalam mulutnya untuk ia telan, dan sang ibu datang memukul dan melarangnya. Keledai setidaknya bisa memilah mana yang layak dan tidak layak untuknya. Ketika ia hendak buang air kecil, ia rentangkan kedua kakinya sehingga air kencing itu tidak mengenainya. Jika Allah mampu membuat anak kecil menjadi lebih buruk daripada keledai, lantas apa hebatnya mengubah keledai menjadi manusia? Bagi Allah, tidak ada yang bisa membuat takjub.


 
1  Bait puisi ini digubah oleh al-Hakim Sanai al-Ghaznawi.

247
 
Fihi Ma Fihi

Kelak di hari kiamat, semua anggota badan manusia terpisah- pisah dan masing-masingnya bisa berbicara. Para lsuf menafsirkan hal ini dengan berkata: “Ketika tangan berbicara, mungkin akan tampak bekas luka atau abses pada kulit tangan. Dengan bukti-bukti konkrit itu, kita bisa berkata bahwa tangan berbicara. Kamu berkata “Aku memakan makanan yang panas sehingga tanganku menjadi seperti ini,” atau tangan itu terluka atau menjadi hitam. Orang-orang berkata: “Tangannya berkata bahwa ia dilukai oleh pisau,” atau “Aku menggaruk tanganku hingga menjadi hitam.” Dengan cara inilah, tangan dan anggota-anggota tubuh lainnya berbicara. Kaum Teolog Sunni berkata: “Maha Suci Allah, bukan demikian! Tangan dan kaki ini akan berbicara sebagaimana lidah berbicara.” Pada hari kiamat, manusia akan mengingkari dengan berkata, “Aku tidak mencuri.” Kemudian tangannya menjawab, “Ya, kamu mencuri, akulah yang mengambilnya,” dengan bahasa yang sangat jelas.
Orang itu kemudian menoleh kepada tangan dan kakinya dan berkata: “Dahulu kamu tidak bisa berbicara, bagaimana sekarang kau bisa berbicara?”

 
“Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata.” (QS. Fushilat: 21)


“Dia yang menjadikan segala sesuatu bisa berbicara, membuatku bisa berbicara. Dia menjadikan pintu, dinding, batu, dan tanah bisa berbicara. Pencipta itu yang menganugerahkan kemampuan

248
 
Fihi Ma Fihi

berbicara kepada manusia dan juga kepadaku.” Lidahmu yang membuatmu berbicara. Lidahmu adalah sepotong daging, tangan adalah sepotong daging, dan pembicaraan juga sepotong daging. Apakah lidah mempunyai akal? Dari yang sudah berkali-kali kamu lihat, tidak tampak adanya kemustahilan dalam semua hal itu. Di sisi Allah, lidah hanyalah instrumen. Jika Ia menghendakinya berbicara, tentu ia akan berbicara. Dengan semua yang diperintahkan dan dikuasai-Nya, lidah akan berbicara.
Pembicaran muncul sesuai dengan kadar kemampun manusia. Perkataan kita mirip dengan air yang diperintahkan oleh pemimpin air itu. Apa yang diketahui oleh air tentang arah aliran mereka; apakah akan ke ladang mentimun atau ke ladang wortel, ke ladang bawang atau ke taman bunga? Tapi aku mengetahui satu hal: ketika air mengalir begitu deras, berarti ada ladang luas yang sedang kehausan, tapi jika air yang mengucur sedikit, berarti ladang yang dialiri air tidak begitu luas, bisa jadi hanya sebuah kebun kecil. “Allah mengilhamkan hikmah kepada lidah para pemberi nasihat sesuai dengan aspirasi pendengarnya.” Aku adalah seorang tukang sepatu. Ada banyak kulit di tokoku, tapi aku hanya memotong dan menjahit sesuai dengan ukuran kaki.
Aku adalah bayangan manusia, aku adalah ukurannya Sepanjang apa tubuhnya, sepanjang itulah tubuhku


Di dunia ini terdapat satu makhluk hidup kecil yang hidup di bawah bumi dan diselimuti kegelapan. Makhluk ini tidak memiliki mata dan telinga karena memang tidak membutuhkan keduanya.

249
 
Fihi Ma Fihi

Ketika ia tidak butuh pada kedua mata, mengapa harus memberinya mata? Ini tidak berarti bahwa Allah itu kikir atau tidak memiliki banyak persediaan mata dan telinga. Allah hanya memberikan sesuatu sesuai dengan kebutuhan penerimanya. Sesuatu yang diberikan tanpa ada pertimbahan kebutuhan justru akan menjadikan beban bagi pemiliknya. Kebajikan, kelembutan, dan kedermawanan Allah dimaksudkan untuk meringankan beban berat yang dapat mematahkan punggung makhluknya. Bagaimana mungkin manusia mampu menanggung beban di luar batas kemampuannya? Misalnya kamu memberikan alat-alat tukang kayu—palu, gergaji, dan kikir— kepada penjahit sambil berkata, “Ambil ini semua.” Semua alat yang kamu berikan itu hanya akan menjadi beban bagi penjahit karena ia tidak bisa menggunakannya. Jadi, bisa dipahami bahwa Allah memberi sesuatu sesuai dengan kebutuhan makhluk-Nya.
Sama seperti cacing-cacing yang hidup di bawah tanah, ada beberapa manusia yang merasa cukup dan rela untuk tinggal dalam gelapnya dunia ini dan merasa tidak butuh kepada dunia akhirat, serta tidak rindu untuk dibukakan tabir Tuhan. Lalu, apa gunanya mata hati dan telinga pemahaman bagi mereka? Kerja mereka di dunia ini hanya membutuhkan mata yang mereka miliki. Karena mereka tidak memiliki hasrat untuk berjalan menuju dunia akhirat, untuk apa mereka diberikan mata hati yang tidak akan bermanfaat bagi mereka?






250
 
Fihi Ma Fihi

Jangan menganggap bahwa tidak ada orang yang menyusuri jalan itu,
Sifat-sifat kesempurnaan para kekasih Allah juga tidak memiliki tanda.
Karena kamu tidak mampu melihat rahasia-rahasia langit, Kamu menyangka bahwa orang lain merugi dengan anugerah yang diberikan kepadanya.


Dunia ini bisa berdiri karena adanya ketidaksadaran. Seandainya tidak ada ketidaksadaran, tidak akan ada yang tersisa dari dunia ini. Rindu kepada Tuhan, ingat pada akhirat, kemabukan, dan ekstase adalah arsitek dunia sana. Jika semua hal ini yang terjadi, berarti kita sedang berjalan menuju dunia akhirat dan meninggalkan dunia ini. Tetapi Allah menginginkan agar kita berada di dunia ini sehingga tetap ada dua dunia. Begitulah Allah memperkerjakan dua penjaga: kesadaran dan ketidaksadaran, agar dua tempat ini tetap dihuni oleh penduduk.

Pasal 26 Bagaimana Mungkin Cinta Tuhan Bisa Melepaskanmu Pergi

MAULANA Rumi berkata: “Jika aku tampak kurang dalam bersyukur, penghargaan, dan sanjungan atas derasnya kebaikan, usaha, dan dukungan yang kalian berikan kepadaku saat aku ada maupun tidak ada, itu bukan berarti aku sombong, tidak peduli atau tidak tahu cara membalas semua kebaikan kalian. Akan tetapi karena aku sadar dari kemurnian iman kalian bahwa kalian melakukan semua itu dengan tulus karena Allah semata, jadi aku membiarkan Allah yang akan berterima kasih langsung kepada kalian, selama kalian melakukan semua hal ini karena-Nya. Jika aku menyibukkan diri untuk berterima kasih padamu, dengan memuliakan dan memujimu, maka seolah-olah sebagian pahala yang telah dipersiapkan Allah kepadamu telah tersampaikan, dan bonus yang hendak Dia berikan telah terbayarkan. Karena bentuk tawaduk, ucapan terima kasih, dan pujian tersebut merupakan bagian dari kesenangan dunia.
 
Fihi Ma Fihi

Ketika di dunia ini kamu diuji dengan beberapa musibah seperti mengorbankan harta dan jabatan, maka ganti yang paling utama adalah dari Allah SWT. Oleh karena itu, aku tidak menyampaikan rasa terima kasih dan syukur kepadamu karena semua itu bersifat duniawi.
Tidak ada seorangpun yang bisa memakan harta. Seseorang mencari harta untuk mendapat sesuatu yang lain, bukan harta itu sendiri. Dengan harta, seseorang bisa membeli seekor kuda, pelayan perempuan, dan budak. Kemudian mereka menunjukkan kekayaan- kekayaan itu agar ia mendapat pujian dari manusia. Jadi, dunia inilah yang sebenarnya dijunjung tinggi, dihormati, dan dipuji-puji.
Syekh Nassaj al-Bukhari adalah seorang rohaniawan hebat.1 Para ilmuan dan orang-orang hebat datang kepadanya untuk berkunjung, mereka bersimpuh di hadapannya. Meski beliau buta huruf, namun orang-orang tetap mengunjunginya karena ingin mendengar tafsir beliau atas al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw.. Ia berkata: “Aku tidak paham bahasa Arab, bacakan saja terjemah sebuah ayat atau hadis agar aku bisa memberitahu maknanya pada kalian.” Mereka pun membacakan terjemah ayat al-Qur’an dan beliau mulai menafsirkan ayat tersebut. Beliau juga berkata: “Muhammad Saw.. berada di maqam ini ketika membacakan ayat tersebut. Keadaan maqam itu begini dan begini.” Kemudian secara detail ia menjelaskan

 
1 Maulana Jalaluddin Rumi sangat takjub kepada syekh ini, sampai-sampai ia menulisnya dalam ghazal-nya:
Jika ilmu hal (berhubungan dengan tingkah laku) tidak lebih tinggi dari ilmu perkaatan,
bagaimana mata Bukhari bisa bersabar menjadi hamba bagi Sayyid Nassaj?

254
 
Fihi Ma Fihi

derajat maqam itu, berbagai cara untuk mencapainya, dan bagaimana Rasulullah bisa memperolehnya.
Suatu hari, salah seorang keturunan ‘Ali memuji-muji seorang hakim di depan mata syekh Nassaj. Orang itu berkata: “Tidak ada orang yang seperti hakim ini di dunia. Dia tidak menerima suap, dia berlaku adil kepada semua orang, tidak pernah pilih kasih apalagi berbuat nepotisme, semua yang dilakukannya benar-benar tulus karena Allah SWT.” Syekh Nassaj berkata: “Adalah sebuah kebohongan besar jika kamu mengatakan bahwa hakim ini tidak menerima suap. Kamu adalah keturunan ‘Ali, yang berarti memiliki hubungan darah dengan Rasulullah SAW., kamu memuji hakim itu di depannya bahwa ia tidak menerima suap, tapi bukankah ini adalah suap? Tidak ada suap yang lebih baik ketimbang yang kamu lakukan ini, di depannya kamu bisa memujinya dengan lantang?”
Syekh Tirmidzi pernah berkata: “Alasan kenapa Syekh Burhanuddin bisa menjelaskan berbagai kebenaran dengan gamblang adalah karena ia telah mempelajari kitab-kitab, rahasia- rahasia, dan perkataan para gurunya.” Seseorang bertanya: “Anda juga mempelajarinya, tapi kenapa Anda tak bisa mengatakan seperti yang ia katakan?” Tirmidzi berkata: “Karena ia betul-betul berusaha keras untuk bisa.” Orang itu menjawab: “Mengapa tidak Anda katakan itu sejak awal? Anda hanya tahu bagaimana mengulang apa yang sudah Anda baca, itulah perbedaannya. Sekarang kita sedang berbicara tentang sesuatu yang lebih hebat dari buku, dan Anda juga sedang berbicara tentang itu.”



255
 
Fihi Ma Fihi

Sebagian orang tidak begitu peduli pada dunia lain di sana. Mereka tinggalkan semua hati mereka di dunia ini. Beberapa orang datang untuk melahap roti Tuhan, sementara sebagian yang lain hanya melihat roti itu. Mereka mempelajari kata-kata ini untuk kemudian mereka jual kepada orang awam. Kata-kata ini laksana mempelai perempuan yang cantik. Jika seorang pelayan cantik dibeli untuk kemudian dijual kembali, bagaimana mungkin pembeli itu bisa mengikat hatinya kepada pelayan cantik itu? Pedagang yang hanya senang menjual adalah pedagang yang impoten. Ia membeli seorang gadis untuk dijual kembali. Pedagang itu tidak memiliki kelelakian dan kejantanan untuk membeli perempuan itu untuk dirinya sendiri.
Jika sebuah pedang India yang indah jatuh ke tangan seorang banci, maka ia akan memungutnya untuk kemudian ia jual. Jika sebuah busur perkasa Pahlevi jatuh ke tangannya, maka ia juga akan mengambilnya dengan tujuan untuk menjualnya, karena lengan yang ia punya tak cukup mampu untuk menarik busur berharga itu. Ia mengiginkan busur perkasa itu karena harga tali senarnya, sementara ia bahkan tak memiliki kemampuan menariknya. Ia cinta pada busur itu hanya karena sesuatu yang melekat pada barang itu. Ketika banci ini menjualnya, ia akan menukarnya dengan pemerah-biru pipi. Apalagi yang bisa ia lakukan? Luar biasa! Apalagi yang ingin ia beli lebih dari pemerah-biru pipi itu?
Kata-kata ini tidak akan mudah dipahami! Ingat, jangan kamu katakan: “Aku sudah mengerti.” Karena semakin kamu mengerti dan memahami kata-kata itu, kamu akan semakin jauh dari pemahaman

256
 
Fihi Ma Fihi

yang sesungguhnya. Ketika kamu merasa sudah memahami hal itu, berarti kamu belum memahaminya. Semua bencana, musibah, dan kesengsaraanmu berasal dari pemahaman yang sama. Pemahaman itu yang membelenggu dirimu. Kamu harus bisa melepaskan diri dari pemahaman itu sehingga kamu akan mendapatkan sesuatu yang lain.
Kamu berkata: “Aku telah memenuhi kantong kulit dombaku dengan air laut, tetapi laut itu terlalu luas untuk dimasukkan ke dalam kantong kulit dombaku ini.” Itu tidak mungkin. Yang benar adalah jika kamu berkata: “Kantong kulit dombaku terjatuh dan hilang di dalam laut.” Itu baru sempurna. Itulah akar materinya. Akal akan sangat berguna dan dibutuhkan ketika ia membawamu ke hadapan pintu-Nya. Ketika kamu sudah sampai di depan pintu- Nya, kamu harus meninggalkan akal. Karena pada saat ini, akal akan membahayakanmu, ia adalah pemutus jalanmu. Jika kamu sudah sampai di hadapan Raja, serahkan dirimu kepada-Nya tanpa harus bertanya bagaimana dan mengapa.
Misalnya kamu memiliki kain panjang yang ingin dibuat menjadi jubah atau penutup kepala. Akal membawamu kepada pejahit. Sampai saat itu, akal masih berguna karena ia membawa kain itu ke penjahit. Sekarang—ketika kain itu sudah berada di tangan penjahit—saatnya kamu membuang jauh-jauh akalmu itu dan kamu harus memasrahkan diri sepenuhnya pada si penjahit. Begitu pula akal akan sangat berguna bagi orang yang sedang sakit, karena akal yang membawanya ke dokter. Ketika orang itu sudah berada di tangan dokter, maka akal tidak dibutuhkan lagi. Orang sakit itu harus memasrahkan dirinya pada nasehat-nasehat dokter.

257
 
Fihi Ma Fihi

Teman-temanmu mendengar jeritan tangis cintamu kepada Tuhan. Saat mereka datang kepadamu, kamu akan tahu mana temanmu yang memiliki substansi sejati dalam dirinya dan mana yang memiliki jiwa yang peka. Pada sebuah kereta unta, kita akan mudah mengidentifaksi mana unta yang mabuk dan yang tidak dari kedua matanya, cara berjalannya, hembusan nafasnya, dan lain-lain.

 
“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.”
(QS. al-Fath: 29)
Semua yang diserap oleh akar pohon akan terlihat pada badan, cabang, daun, dan buah pohon itu. Sementara pohon yang akarnya tidak menyerap air akan menjadi layu. Bagaimana bisa kamu belum juga bisa memahami hal ini; apakah teriakan-teriakkan keras mereka ini masih saja tidak terdengar? Rahasianya adalah bahwa mereka bisa memahami banyak kata hanya dari satu kata saja; dari sebuah simbol, mereka akan mengetahui semua isyarat.
Seperti orang yang sudah membaca kitab al-Wasith dan kitab al- Muthawwal, hanya dengan mendengar satu kata dari kitab al-Tanbih dan membaca penjelasannya, ia akan memahami semua gagasan dan persoalan mendasar dari suatu masalah. Ia bisa memberikan berbagai macam pandangan hanya dari satu huruf saja, atau seolah-olah akan mengatakan: “Di kedalaman subyek ini, aku mengetahui dan melihat banyak hal, karena aku bekerja keras dan belajar, mengubah malam menjadi siang, dan aku telah menemukan harta karunnya.”



258
 
Fihi Ma Fihi


 

“Bukankah Kami telah melapangkan dadamu?” (QS. al-Syarh: 1)


Kelapangan dada tidaklah terbatas. Ketika penjelasan yang panjang itu dibaca, seseorang akan bisa memahami banyak hal dengan satu petunjuk saja. Sementara para pemula tidak akan bisa memahami satu kata pun kecuali makna dari kata itu sendiri. Lalu pengetahuan ruhaniah dan kesenangan apa yang bisa mereka dapatkan? Perkataan diucapkan sesuai dengan kemampun pendengarnya. Jika seseorang tidak bisa mengambil intisari dari sebuah perkataan, maka hikmah dari perkataan itu juga tidak akan muncul. Tapi ketika ia mampu dan menyerapnya dengan baik, maka hikmah akan turun. Tetapi dia berkata: “Aneh, kenapa tidak ada kata-kata yang terucap?” maka akan datang jawaban: “Aneh, kenapa kamu tidak menceburkan dirimu dan mencari hikmahnya?” Seseorang yang tidak memiliki kekuatan mendengarkan yang baik, maka ia tidak akan bisa memberikan orang lain alasan untuk berbicara.
Pada masa Nabi Muhammad Saw., ada seorang ka r yang memiliki budak Muslim yang merupakan makhluk sejati. Suatu saat, sang majikan menyuruhnya: “Ambilkan aku gayung, aku mau pergi ke tempat pemandian.” Di tengah perjalanan, mereka melihat Nabi Muhammad Saw.. sedang menunaikan salat di dalam masjid bersama para sahabat. Budak itu berkata kepada majikannya: “Tuanku, demi Allah, tolong peganglah gayung ini sebentar karena aku hendak



259
 
Fihi Ma Fihi

melaksanakan salat dua rakaat. Setelah itu, aku akan kembali melayanimu.” Setelah memasuki masjid, budak itupun langsung salat.
Nabi Muhammad Saw. beserta para sahabatnya keluar dari masjid, tetapi budak itu tetap berada di dalam masjid. Sementara majikannya menunggu hingga dini hari, ia lalu berteriak: “Budak, keluarlah!” Budak itu menjawab, ”Mereka tidak mau meninggalkanku.” Sang majikan kehilangan kesabarannya, ia kemudian masuk ke dalam masjid untuk melihat siapa yang tidak mengizinkan budaknya keluar dari masjid. Di dalam masjid dia hanya melihat sepasang sepatu dan bayangan manusia, tidak ada seorang pun yang bergerak. Ia kemudian berkata: “Siapa yang tidak membiarkanmu keluar kepadaku.” Budak itu menjawab: “Dia yang membiarkanmu masuk, Yang tidak bisa Anda lihat.”
Manusia selalu rindu untuk melihat sesuatu yang belum pernah dilihat, didengar, dan dia mengerti; ia akan terus mencarinya siang dan malam. Aku adalah hamba bagi Dia yang tidak bisa aku lihat. Manusia akan bosan pada sesuatu yang sudah pernah dilihat dan dipahami,  itulah  yang  kemudian  membuat  manusia  pergi meninggalkan sesuatu itu. Para lsuf menyangkal hal ini dengan berkata: “Seseorang tidak mungkin bosan dengan sesuatu yang dilihatnya.” Sementara para Teologi Sunni berkata: “Hal itu akan terjadi jika Allah hanya menampakkan diri dalam satu warna saja. Tapi kenyataannya, Dia menampakkan diri-Nya dalam ratusan warna setiap saat.”



260
 




“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. al-Rahman: 29)
 
Fihi Ma Fihi
 


Meskipun Allah harus mengungkapkan diri-Nya dalam seratus ribu wujud pada satu waktu, niscaya tak ada satu pun wujud yang mirip dengan wujud lainnya. Demikian juga jika saat ini kamu melihat Allah, maka pada waktu yang lain dan seterusnya kamu akan melihat-Nya dalam bentuk lain yang berbeda dari bentuk yang sebelumnya. Ketika senang kamu akan melihat-Nya dalam satu bentuk, dan ketika susah kamu akan melihat-Nya dalam bentuk yang lain. Kamu melihat-Nya dalam satu bentuk saat dirundung rasa takut, dan kamu melihat-Nya dalam bentuk yang lain pada saat-saat pengharapan. Karena ciptaan dan perbuatan-perbuatan Allah berbeda satu sama lain, tentunya kamu dapat meyakini bahwa tampilan Tuhan selalu berbeda dan tidak pernah berakhir. Begitu pula dengan dirimu, karena kamu adalah bagian dari kekuasaan Tuhan, setiap detik kamu mengenakan seribu warna, dan tidak akan pernah menetap pada satu warna itu.
Ada beberapa hamba Allah yang bergerak menuju Tuhan dengan bertolak dari al-Qur’an, sementara yang lainnnya datang dari Allah, baru menemukan al-Qur’an di sini, dan mengetahui bahwa Allah mengirimnya ke dunia ini:

 



261
 
Fihi Ma Fihi

“Sesungguhnya    Kami-lah    yang    menurunkan    al-Qur’an,    dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr: 9)


Para mufasir mengatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah al-Qur’an. Itu benar. Tapi, mungkin juga bisa bermakna “Kami letakkan dalam dirimu sebuah esensi, pencarian, dan kerinduan. Kami akan menjaganya, tak akan Kami biarkan ia menghilang. Bahkan Kami akan menggiringnya pada suatu tempat tertentu.”
Katakanlah sekali: “Allah!” Lalu kuatkan dirimu pada semua malapetaka yang menghujam ke arahmu.
Seseorang datang kepada Nabi Muhammad Saw. dan berkata: “Aku mencintaimu.” Nabi menjawab: “Hati-hati dengan omonganmu.” Orang itu menjawab: “Aku sungguh mencintaimu.” Nabi mengatakan hal yang sama: “Hati-hati dengan omonganmu.” Ia tetap menjawab: “Aku sungguh mencintaimu.” Nabi akhirnya menjawab: “Sekarang, kuatkan dirimu karena aku akan membunuhmu, dan kesengsaraan akan menimpamu.”
Pada zaman Rasulullah Saw., seseorang berkata: “Aku tidak menginginkan agama ini. Demi Tuhan, aku tidak menginginkannya. Ambil kembali agama ini. Sejak aku masuk agamamu ini, aku sama sekali tidak pernah merasa senang. Hartaku raib, istriku pergi, anakku menjauhiku, aku tidak punya kehormatan, bahkan tidak punya syahwat.” Nabi Muhammad menjawab: “Maha Suci Allah, ke manapun agama kita pergi, ia tidak akan pernah kembali kecuali dengan mencabut akar diri manusia dan membersihkan rumahnya.”

262
 
Fihi Ma Fihi


 

“Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”
(QS. al-Waqi’ah: 78)


Karena Dia layaknya orang yang dicinta. Selama masih ada seutas rambut cinta dalam dirimu, wajah-Nya tidak akan tampak di hadapanmu, kamu tidak akan mampu menyatu dengan-Nya, dan Dia tidak akan mengizinkanmu pergi kepada-Nya. Kamu harus menjadi orang yang tidak memedulikan dirimu sendiri dan duniamu ini, serta menjadi musuh bagi dirimu sendiri agar Kekasih dapat menunjukkan wajah-Nya kepadamu. Begitu juga dengan agama kita yang bertempat tinggal di semua hati, ia tidak akan menarik tangannya dari hati itu sampai ia bisa membawanya kepada Allah dan memisahkannya dari semua yang tidak layak baginya.
Rasulullah melanjutkan perkataannya: “Kamu tidak merasakan kedamaian karena kesedihan itu. Tujuan kesedihan itu adalah mencabutmu dari kesenangan-kesenanganmu terdahulu.”
Selama masih ada makanan yang mengisi perutmu, kamu tidak akan diberi makanan lain. Selama proses pengosongan perut, ia tidak makan apapun sampai menjadi lapar. Setelah lapar, baru ia diperkenankan untuk makan melahap makanan baru. Bersabarlah dan bersedihlah, sebab sedih akan melepaskanmu dari kungkungan keakuanmu. Setelah kamu lepas, kamu akan diliputi kesenangan, kesenangan yang tanpa kesedihan, mawar yang tak berduri, dan alkohol yang tidak memabukkan.

263
 
Fihi Ma Fihi

Di dunia ini, siang dan malam, kamu terus mencari ketenangan jiwa dan kepuasan. Di dunia yang fana ini kamu tidak mungkin bisa menemukannya. Meski demikian, kamu tidak boleh melewatkan sedetik pun waktumu tanpa pencarian. Jika kamu menemukan kepuasan itu, maka bentuknya akan seperti kilat yang lewat sesaat dan tak pernah tinggal. Kilat jenis apakah yang menyambar itu? Kilat yang dipenuhi oleh rasa dingin, dipenuhi oleh air hujan, bermuatkan salju, dan penuh dengan kesengsaran.
Misalnya, seseorang hendak bepergian ke kota Anatolia. Ia pergi ke arah Caesarea dan berharap akan sampai di Anatolia. Ia tidak berputus asa dan terus berusaha, meski tidak mungkin ia akan sampai ke Anatolia melalui jalur ini. Sementara orang yang melalui jalur Anatolia, meskipun ia lumpuh dan lemah, ia pasti akan sampai ke kota itu karena Anatolia berada di ujung jalan yang sedang dilaluinya. Tidak ada satu pekerjaan pun di dunia dan di akhirat yang bisa dicapai tanpa penderitaan. Oleh karena itu, dalam segala hal, persembahkanlah penderitaanmu untuk alam akhirat agar rasa sakitmu tidak menjadi sia-sia. Kamu berkata: “Wahai Muhammad, jauhkan agama ini dariku sehingga aku bisa memperoleh kesenangan.” Bagaimana bisa agama kita meninggalkan seseorang yang sedang berjalan sebelum ia membimbingnya untuk sampai kepada tujuannya?
Dikisahkan ada seorang guru yang, karena kemiskinannya, hanya memiliki sebuah baju katun di musim dingin. Tiba-tiba, aliran air hujan yang deras dari gunung menyeret seekor beruang hingga yang terlihat hanya bulunya di atas permukaan air. Para murid, yang

264
 
Fihi Ma Fihi

hanya melihat punggung beruang itu, berteriak: “Guru, lihatlah! Mantel bulu mengambang di atas air, sementara Anda sedang kedinginan. Ambillah!”
Karena sangat membutuhkan mantel bulu untuk mengusir dingin yang menusuk tubuhnya, guru itu melompat ke dalam air untuk menangkap sesuatu yang dia anggap sebagai mantel bulu itu. Beruang segera mencengkeram guru itu dan menjadinya sebagai tawanan di dalam air. Murid-muridnya berteriak: “Guru, tunjukkan mantel itu. Jika Anda tidak berhasil menggapainya, tinggalkan saja dan kemarilah!”
Guru itu menjawab: “Aku sudah melepas mantel bulu ini, tapi mantel ini tidak mau melepaskanku. Apa yang harus aku lakukan?”
Bagaimana mungkin cinta Tuhan bisa melepaskanmu pergi? Di sinilah kita patut bersyukur kepada-Nya karena Dia tidak membiarkan kita pergi. Kita tidak berada dalam kekuasaan diri kita sendiri, melainkan berada dalam genggaman tangan-Nya. Seperti seorang bayi, yang ia tahu hanyalah susu dan ibunya. Allah tidak membiarkan bayi itu selamanya dalam kondisi begitu, maka Dia kemudian menyuguhkan roti dan berbagai permainan untuknya. Begitu seterusnya, Dia membawanya ke derajat akal sehingga bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Begitu pula dengan semua isi dunia ini—yang dianalogikan sebagai masa kanak- kanak dan dibandingkan dengan dunia akhirat—Allah tidak akan membiarkanmu selamanya berada di sana, Dia akan membawamu pergi sehingga bisa menyadari bahwa fase di dunia ini hanyalah fase masa kanak-kanak yang sama sekali bukanlah sesuatu yang penting.

265
 
Fihi Ma Fihi

“Aku takjub pada mereka yang harus digiring ke surga dalam keadaan diikat dengan rantai besi.” “Tangkap dan rantailah dia! panggang dia di surga, panggang dia dalam kesatuan, panggang dia dalam keindahan, dan panggang dia dalam kesempurnaan.”
Pemancing ikan tidak menarik gagang pancingnya sekaligus. Ketika kail sudah masuk ke dalam tenggorokan ikan, mereka akan menariknya perlahan sampai darahnya hilang dan menjadi tidak berdaya dan lemah. Mereka letakkan kembali, lalu ditarik kembali, sampai ikan itu benar-benar menjadi lemah tak berdaya. Ketika kail cinta jatuh ke dalam tenggorokan manusia, Allah akan menariknya secara bertahap, sehingga kekuatan dan darah busuknya keluar sedikit demi sedikit. Allah menyempitkan dan juga melapangkan.
“Tiada Tuhan selain Allah” adalah iman dari kebanyakan orang. Sementara iman orang-orang khusus adalah “Tidak ada Dia selain Dia.” Seperti seseorang yang bermimpi menjadi raja. Ia duduk di atas singgasana, sementara para budak, penjaga, dan menteri, semuanya berdiri di sekitarnya. Ia kemudian berkata: “Aku adalah raja, dan tidak ada raja kecuali aku.” Ia mengatakan hal ini dalam mimpinya. Ketika ia terjaga dan tidak melihat siapapun di dalam rumah kecuali dirinya sendiri, saat itu ia berkata: “Aku, tidak ada seorang pun selain aku.” Oleh karena itu, mata yang tersadar itu sangat penting, karena mata yang tidur tidak dapat melihat hal ini, dan itu bukan tugasnya.
Setiap kelompok menaklukkan kelompok yang lain. Mereka berkata: “Kita yang benar karena kita diiringi oleh wahyu, dan mereka adalah salah.” Kelompok lainnya juga mengatakan hal yang


266
 
Fihi Ma Fihi

sama. Jadi, tujuh puluh dua kelompok keyakinan saling membunuh satu sama lainnya menyimpulkan bahwa kelompok yang lain tidak memiliki wahyu. Satu kelompok keyakinan tertentu percaya bahwa kelompok lainnya tidak memiliki wahyu. Mereka juga percaya bahwa hanya ada satu dari semua keyakinan agama mereka yang dibarengi dengan turunnya wahyu. Dengan demikian, Seorang Mukmin yang cerdas adalah yang bisa mengetahui mana jalan yang benar dari semua kelompok tersebut.
“Seorang Mukmin adalah orang yang cerdas, pintar, dan dapat berpikir.” Sementara iman adalah pembedaan (antara yang baik dan yang buruk) dan pemahaman itu sendiri.
Seorang berkata: ‘Mereka yang tidak mengetahui sangatlah banyak, sedang mereka yang mengetahui sangatlah sedikit. Jika kita sibukkan diri kita dengan membedakan antara yang tahu dan tidak tahu, waktu kita yang sangat panjang akan terkuras.”
Maulana berkata: “Meski yang tidak tahu itu banyak, kalau kamu mengetahui yang sedikit, maka kamu akan mengetahui semuanya. Sama halnya kalau kamu melihat segenggam jagung, berarti kamu telah melihat harta karun dunia. Kalau kamu sudah merasakan manisnya gula, kemudian kamu disuguhi berbagai macam manisan, kamu akan bisa mengetahui bahwa di dalam berbagai macam manisan itu terdapat gula, karena kamu sudah merasakan gula itu. Sementara seseorang yang mencicipi gula dari tebu, maka ia tidak akan mengetahui gula itu sendiri, bahkan dia mengira bahwa keduanya berbeda.


267
 
Fihi Ma Fihi

Kalau kamu merasa kata-kata ini terus diulang-ulang, ini menunjukkan bahwa dirimu masih belum memahami pelajaran sebelumnya. Dengan demikian, sudah jadi kewajibanku untuk menyampaikan hal ini setiap hari. Seperti sebuah cerita yang mengisahkan seorang guru yang didatangi oleh salah satu muridnya. Setelah tiga bulan belajar, sang guru masih belum selesai mengajar alif untuk kalimat

Ayah dari anak itu kemudian mendatangi sang guru dan berkata: “Aku tidak pernah lupa membayar gajimu. Jika aku pernah menunggaknya, tolong beritahu aku, aku akan membayarmu lebih.” Guru itu menjawab: “Kegagalan ini bukan karena dirimu, tapi anakmu tidak bisa lebih dari ini.” Guru itu memanggil si anak dan berkata: “Katakanlah: Alif untuk kalimat    Anak itu menjawab:    Anak itu tidak bisa berkata: “Alif.” Guru itu kemudian berkata: “Lihatlah? Karena anak ini masih belum bisa melewati titik ini, bagaimana bisa aku memberinya pelajaran yang lain?” Si ayah berkata “Terpujilah Allah.”
Kita tidak berkata, “Terpujilah Allah” karena ada keterbatasan pada roti dan kenikmatan. Roti dan nikmat tidak ada batasnya. Akan tetapi karena rasa laparnya sudah hilang dan para tamu sudah kenyang, itulah mengapa kemudian diucapkan, “Terpujilah Allah.” Roti dan kenikmatan ini tidak sama dengan roti dan kenikmatan dunia. Karena meski tidak memiliki nafsu makan, kamu tetap bisa memakannya sekehendakmu. Karena roti adalah benda tak bernyawa. Kau akan dapat memakannya kapan pun kau mau. Karena ia tidak bernyawa, kamu bisa menyeretnya kemana pun kamu mau.

268
 
Fihi Ma Fihi

Ia juga tidak memiliki roh yang bisa mencegahnya dari kekurangan. Berbeda dengan nikmat ketuhanan yang merupakan hikmah. Nikmat Tuhan ini hidup. Oleh karena itu, ia akan datang kepadamu dan menjadi santapanmu hanya ketika kamu memiliki nafsu makan dan menunjukkan hasratmu padanya. Kalau tidak, kamu tidak akan bisa memakannya. Ia bersembunyi di balik selubung dan tidak akan menampakkan wajahnya kepadamu.
Maulana Rumi menceritakan kisah tentang keajaiban para wali, beliau berkata: “Jika ada orang yang bisa pergi dari tempat ini ke Ka’bah dalam waktu satu hari atau dengan satu kerdipan mata saja, itu bukanlah sesuatu yang luar biasa atau sebuah keajaiban. Kemampuan seperti ini juga dimiliki oleh angin muson yang pergi dari satu tempat ke tempat lain sekehendak hatinya. Adapun keajaiban yang sejati adalah jika Allah membawamu dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi dan kamu bepergian dari sana ke sini, dari kejahilan menjadi akal, dari kematian menuju kehidupan. Sebagaimana awalnya kamu adalah tanah yang mati, lalu Allah membawamu ke alam tetumbuhan, kemudian kamu pergi dari alam itu ke dunia segumpal darah dan daging. Dari situ, kamu berpindah ke dunia hewan. Akhirnya dari dunia hewan kamu pergi ke dunia manusia. Inilah yang disebut dengan keajaiban. Allah mempermudah jalan itu untukmu. Selama berada di tempat dan jalan yang kamu tempuh itu, tidak terlintas dalam pikiran dan benakmu bahwa kamu akan sampai, dari jalan mana dan bagaimana kamu datang, dan dibawa oleh siapa. Namun secara ringkas, kamu datang. Demikian pula kelak kamu akan dibawa menuju seratus dunia yang lain dan


269
 
Fihi Ma Fihi

berbeda. Jangan meragukannya, dan jika kamu diceritakan kisah- kisah seperti ini, percayalah.”
Umar ra. diberi sebuah cangkir berisikan racun sebagai hadiah. “Apa gunanya benda ini?” tanya Umar.
“Jika Anda tidak menginginkan seseorang mati secara terbuka, Anda cukup memberi orang itu sedikit racun ini, maka dia akan mati secara diam-diam. Jika ada musuh yang tidak bisa dibunuh dengan pedang, maka hanya dengan memberikan setetes racun ini, ia akan mati terbunuh,” Jawab mereka.
Umar menjawab: “Wah, bagus sekali. Kamu membawakanku barang yang sangat istimewa. Berikan racun itu padaku agar aku meminumnya, karena di dalam diriku ada musuh besar yang tidak bisa ditikam oleh pedang. Aku tidak punya musuh yang lebih berbahaya selain dia.”
Mereka berkata: “Anda tidak perlu meminum semunya sekaligus. Cukup setetes saja. Satu cangkir ini bisa membunuh seratus ribu orang.”
Umar berkata: “Musuhku juga bukan hanya satu orang. Ia adalah musuh yang berkekuatan seribu orang dan telah mengalahkan seratus ribu orang.” Setelah itu, Umar meneguk racun di dalam cangkir itu dan langsung membuatnya hilang kesadaran dengan satu tegukan. Seketika sekelompok orang yang berada di sana itu menjadi beriman. Mereka berkata: “Agamamu benar.” Umar menjawab: “Kalian semua sudah mejadi Muslim, tapi seorang ka r dalam diriku belum beriman.”

270
 
Fihi Ma Fihi

Tujuan Umar mengatakan hal itu adalah keimanan, tapi bukan keimanan manusia biasa. Keimanan Umar melampaui keimanan kebanyakan orang, bahkan lebih. Imannya serupa dengan iman para shiddiqin (orang-orang yang jujur). Imannya merujuk pada iman para Nabi, orang-orang khusus, dan mereka yang sudah mencapai tingkatan ‘ainul yaqin (melihat dengan mata hati). Itulah yang dia harapkan. Kabar tentang keberadaan seekor singa menyebar ke seluruh penjuru dunia. Seorang laki-laki terpesona dengan berita ini pergi menuju hutan untuk melihat langsung si raja hutan. Dalam perjalanan panjang, ia merasakan sulitnya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya. Ketika laki-laki itu sampai di hutan dan melihat sang singa dari kejauhan, ia tidak berani mendekat. Orang- orang berkata kepadanya: “Kamu telah menyusuri jalan yang panjang untuk menemukan singa ini. Singa ini memiliki satu keistimewaan, bahwa siapapun yang berani mendekatinya dan menarik tangannya dengan penuh kasih sayang, raja hutan tidak akan menyakitinya. Namun jika orang itu takut kepadanya, sang singa akan marah dan menyerang orang tersebut sembari berkata: ‘Pikiran buruk macam apa yang kamu miliki tentang diriku?’ Demi melihat singa itu kamu berjalan sangat jauh, dan sekarang kamu sudah dekat dengan singa itu. Mengapa kamu tetap berdiri di situ? Majulah satu langkah!”
Tidak seorangpun yang memiliki keberanian untuk mendekati singa itu. Semua orang berkata: “Langkah-langkah yang dulu kita lalui sangatlah mudah. Tapi sekarang kami merasa kesusahan untuk melangkah lagi.”




271
 
Fihi Ma Fihi

Yang dimaksud Umar dari iman itu adalah langkah itu, yaitu langkah-langkah yang membawanya mendekati sang singa. Satu langkah itu adalah sesuatu yang besar dan langka, dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang khusus dan mereka yang dekat dengan- Nya. Inilah langkah yang sebenarnya, sementara yang lain hanyalah jejak kaki. Iman itu tidak akan sampai kecuali kepada para Nabi, yang mencuci tangan mereka dari kehidupan mereka sendiri.
Seorang pecinta adalah sesuatu yang mengagumkan. Kita bisa mendapatkan kekuatan, kehidupan, dan pertumbuhan hanya dari mengkhayalkan kekasih. Khayalan Laila memberikan kekuatan kepada Majnun dan menjadi makanan baginya. Ketika khayalan orang yang dicinta memiliki kekuatan dan pengaruh luar biasa yang memungkinkannya memberikan kekuatan kepada kekasihnya, mengapa kamu heran bahwa Kekasih Hakiki bisa memberikan kekuatan lahir dan batin seperti itu kepada Umar? Tapi di manakah letak khayalan ini? Jiwa dari segala realita tidaklah disebut sebagai khayalan.
Kamu menyebut dunia yang dibangun di atas khayalan sebagai ‘realitas’ karena ia bisa dilihat dan dirasa oleh panca indera. Sementara dunia yang tidak bisa dilihat dan dirasa kamu sebut sebagai ‘khayalan.’ Padahal yang benar adalah kebalikannya. Dunia ini adalah khayalan, karena realitas itu bisa menunjukkan seratus dunia seperti ini. Dunia ini suatu saat akan punah dan menghilang, kemudian akan muncul sebuah dunia baru yang lebih baik. Dunia itu tidak memiliki progres, karena ia berada di atas pembaruan dan progres. Cabang-cabang darinyalah yang memiliki progres dan

272
 
Fihi Ma Fihi

pembaruan. Sementara Pencipta dunia ini suci dari keduanya, Dia ada di atas keduanya.
Seorang arsitek berencana untuk membangun sebuah rumah di dalam pikirannya. Ia mengimajinasikan bahwa tampilannya akan seperti ini, ukurannya sepanjang ini, dan lantainya seperti ini. Orang-orang tidak menyebut rancangan arsitek itu sebagai sebuah khayalan karena bangunan itu berasal dari pikirannya. Tetapi ketika seseorang selain arsitek ini mengimajinasikan bangunan rumah di dalam pikirannya, orang-orang akan menyebutnya khayalan. Biasanya orang-orang akan berkata kepada orang kedua ini: “Kamu mengkhayal.”

Pasal 27. Jangan Mempertanyakan Perkataan Wali

LEBIH baik tidak mempertanyakan perkataan seorang wali. Sebab dengan bertanya, kamu akan     memprovokasi dan memaksanya menciptakan kebohongan. Karena jika ia ditanya oleh seorang materialis, maka ia wajib untuk menjawabnya. Tetapi bagaimana sang su bisa sepenuhnya jujur kepada orang yang tidak mampu memahami jawaban yang diberikannya? Mulut dan kedua bibir orang materialis tidak mampu menerima suapan jawaban sang wali. Jadi, sang wali berkewajiban untuk menjawab pertanyaan orang-orang sesuai dengan kemampuan si penanya, yakni dengan menciptakan sebuah kebohongan agar bisa segera terlepas darinya. Meski semua yang dikatakan wali adalah benar dan tidak tidak bisa disebut sebagai kebohongan, secara subyektif, si penanya akan merasa bahwa jawaban itu adalah benar, dan bahkan lebih dari sekedar benar.
 
Fihi Ma Fihi

Seorang darwis memiliki seorang murid yang selalu mengemis kepadanya. Suatu hari, ia membawa sepotong roti hasil dari jerih payahnya mengemis kepada darwis tersebut. Darwis pun menyantap roti itu, dan pada malam harinya ia mimpi basah. Lalu ia bertanya kepada murid itu, “Dari mana kamu dapatkan roti itu?” Ia menjawab, “Seorang perempuan cantik memberikannya kepadaku secara cuma- cuma.” Darwis menjawab: “Demi Allah, aku tidak pernah mengalami mimpi basah selama dua puluh tahun. Ini pasti karena aku memakan roti pemberian perempuan cantik itu.”
Oleh karena itu, seorang darwis harusnya berhati-hati dan tidak menyantap sisa roti dari orang lain. Karena darwis begitu lembut, hal kecil pun akan memberikan pengaruh kepada dirinya dan tampak di hadapannya, seperti seberkas noda hitam yang tampak jelas pada pakaian yang putih bersih. Berbeda dengan baju yang menjadi hitam karena kotor bertahun-tahun dan bahkan warna putihnya pun menjadi hilang, meski seribu macam kotoran dan bintik noda melekat pada baju itu, maka tidak akan terlihat di hadapan orang lain.
Karenanya, seorang darwis tidak seharusnya menyantap sisa makanan orang-orang zalim, makananan yang tidak diketahui asal- usulnya, dan makanan mereka yang tenggelam dalam dunia raga. Karena sisa makanan orang-orang seperti itu akan memberikan pengaruh kepada darwis itu, dan pikiran yang buruk akan muncul dari sisa makanan asing itu. Sebagaimana ia mimpi basah karena memakan sisa makananan seorang perempuan cantik. Wallahu a’lam.

Pasal 28 Berakhlaklah Dengan  Akhlak Allah

WIRID para pencari  dan  pengembara  Tuhan  tampak pada kesibukan mereka dalam berusaha dan beribadah. Mereka menyalurkan seluruh waktu yang mereka miliki untuk satu amalan dan waktu khusus. Seolah-olah mereka memiliki seorang pembimbing yang secara teratur mengajak mereka melakukan suatu amalan tertentu. Misalnya, ketika seseorang bangun dari tidurnya di pagi hari, waktunya ia penuhi dengan ibadah dan bertafakur karena pada saat itu jiwa mereka masih tenang dan jernih. Jadi, semua orang pada saat itu bisa melakukan ibadah yang sesuai untuknya dan memasuki ruang jiwanya yang mulia.
 
Fihi Ma Fihi

 

“Dan Sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah), dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah).” (QS. al-Sha at: 165-166)


Di hadapan Tuhan, ada seratus ribu tingkatan.  Semakin suci seseorang, tingkatannya akan semakin naik. Sementara jika kesuciannya menurun, ia pun akan turun kembali, “Akhirkan mereka karena Allah menginginkannya.”
Kisah ini sangat panjang dan tak terelakkan. Setiap orang yang mencoba memendekkan kisah ini, berarti dia memendekkan umur dan jiwanya sendiri, kecuali orang yang berpegang teguh pada Allah. Tentang wirid para Washilin (orang yang sudah sampai kepada Allah), aku akan menyampaikannya sesuai dengan kadar pemahamanku. Hal itu dikarenakan di pagi hari, datanglah ruh-ruh yang disucikan Allah, para malaikat, dan makhluk-makhluk yang “hanya Allah yang mengetahuinya” yang namanya disembunyikan dari manusia karena antusiasme yang kuat untuk mengunjunginya.

 
“Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong- bondong.” (QS. an-Nashr: 2)





278
 
Fihi Ma Fihi

 
“Sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.” (QS. al-Ra’d: 23)


Kamu duduk di samping mereka, tapi kamu tidak melihat mereka. Kamu juga tidak mendengar perkatan, salam, dan tawa mereka, bukankah itu sangat menakjubkan?
Ketika seseorang sedang sakit dan sudah sekarat, ia akan melihat khayalan-khayalan yang tidak bisa didengar maupun dilihat oleh siapapun. Realitas spiritual ini seribu kali lebih subtil ketimbang khayalan-khayalan itu, sebab ketika seseorang tidak melihat atau mendengar khayalan itu sampai ia sakit, maka ia tidak akan pernah melihat realitas spiritual sebelum ia mati. Para pengunjung ini— yang mengetahui kesucian dan keagungan para wali, dan mengetahui bahwa di pagi buta para malaikat dan ruh-ruh suci berdatangan untuk melayani sang wali—mondar-mandir ke sana kemari, karena tidak sepatutnya mereka menyela di tengah-tengah wirid yang dikhawatirkan bisa mengganggu sang wali.
Seperti para budak yang setiap pagi datang ke depan pintu istana raja, kedatangan mereka itu tampak bahwa mereka memiliki kedudukan yang pasti, pelayanan yang pasti, dan ibadah yang pasti. Sementara sebagian budak lainnya melayani sang raja dari kejauhan, dan raja tidak melihat maupun memperhatikan mereka. Para budak raja tahu bahwa ada seseorang yang melayani raja dari kejauhan. Saat raja pergi, para budak raja ini datang kepadanya dari semua pintu

279
 
Fihi Ma Fihi

untuk melayaninya, karena ia tidak tahu lagi bagaimana melayani sang raja. Pastikanlah “Kamu berakhlak dengan akhlak Allah.” Pastikanlah kata-kata: “Aku menjadi telinga dan mata-Nya.”
Kedudukan itu sangat agung, dan karenanya tak terlukiskan. Karena keagungannya tidak bisa dipahami hanya dengan mengeja K-E-A-G-U-N-G-A-N. Jika jejak keagungan itu hilang, suara dan huruf K tidak akan bisa ditulis dan dieja. Kekuatan dan semangat tidak lagi tersisa sebab tentara-tentara cahaya telah merobohkan kota.

 
“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya.” (QS. an-Naml: 2)


Seekor unta memasuki sebuah rumah kecil dan menghancurkannya. Akan tetapi di balik puing-puing rumah itu, tersimpan ribuan harta karun.
Harta karun berada di antara puing-puing, Di bangunan tua, anjing tetaplah anjing.1


Jika aku terus menjelaskan kedudukan para Salikin (pengembara Tuhan), bagaimana aku bisa menjelaskan kedudukan para Washilin? Kedudukan mereka yang telah menyatu dengan Allah tidak memiliki ujung, sementara para Salikin masih memiliki tujuan akhir.


 
1   Bait puisi al-Hakim Sanai al-Ghaznawi.

280
 
Fihi Ma Fihi

Tujuan akhir dari perjalanan para Salikin itu adalah menjadi Washilin. Namun, apa yang seharusnya menjadi ujung dari perjalanan para washilin, padahal mereka sudah menyatu dengan Tuhannya dan tidak mungkin bercerai lagi? Mana ada buah anggur yang sudah ranum kembali menjadi mentah. Tidak ada buah yang sudah ranum kembali menjadi mentah.
Aku dilarang untuk membicarakan hal ini kepada manusia,
Tapi setiap kali kudengar nama-Mu disebut, aku semakin memanjangkan  pembicaraannya,
Demi Allah, aku tidak akan memanjangkannya, aku akan memendekkannya.
Aku meminum darah, tapi Kau menyangkanya alkohol, Kau ambil ruhku, tapi Kau merasa memberikannya.


Barangsiapa yang memendekkan kisah ini, sama saja ia telah meninggalkan jalan yang lurus dan lebih memilih jalan padang pasir yang membunuh, dan berkata: “Sepertinya pepohonan ini adalah jalan pulang yang benar.”

Pasal 29 Dari Tanah Kembali Ke TAnah, Dari Roh Kembali Ke Roh

SEORANG Kristen bernama al-Jarrah berkata: “Sejumlah sahabat Syekh Shadruddin minum bersamaku. Mereka berkata kepadaku: ‘Isa adalah Tuhan, seperti yang kalian yakini. Kami tahu bahwa itulah yang benar, tapi kami menyembunyikannya dan berpura-pura mengingkari itu untuk menjaga keberlangsungan agama kami.’”
Maulana Rumi menjawab: “Musuh Allah itu telah berbohong. Maha Suci Allah, itu adalah perkataan orang yang mabuk oleh anggur setan yang sesat, hina, menjijikkan, dan dibuang dari hadapan Sang Khaliq. Bagaimana bisa seorang manusia lemah yang lari dari tipuan orang-orang Yahudi dari satu tempat ke tempat lain dan badannya tidak lebih dari dua dzira’ mau menjaga tujuh langit yang tebal tiap langit itu setara dengan menempuh perjalanan lima ratus tahun,
 
Fihi Ma Fihi

sementara jarak antara satu langit dengan langit lainnya juga lima ratus tahun, ketebalan tiap bumi juga lima ratus tahun, dan antara satu bumi dan bumi lainnya lima ratus tahun. Di bawah singgasana, terdapat lautan yang juga sedalam itu. Selain itu, Allah memiliki kerajaan laut yang lebih dari itu. Bagaimana bisa akalmu menerima bahwa seorang dengan bentuk yang paling rendah bisa mengatur semua itu? Selain itu, jika Isa adalah Tuhan seperti yang dikatakan orang-orang zalim itu, siapa yang menjadi Tuhan langit dan bumi sebelum Isa lahir?
Orang Kristen itu berkata: “Dari tanah kembali ke tanah, dan dari roh kembali ke roh.” Rumi berkata: “Jika Isa adalah Tuhan, lalu kemana rohnya pergi? Roh pergi menuju asal dan pencipta-Nya, jika asal adalah diri Isa itu sendiri yang juga merupakan Tuhan, lalu kemana rohnya pergi?
Orang Kristen itu menjawab: “Demikianlah kami menemukannya, lalu kami mengambilnya menjadi agama kami.”
Maulana Rumi kembali berkata: “Kamu mewarisi emas palsu yang berwarna hitam pekat dari orang tuamu, kamu tidak mau mengubahnya menjadi emas murni dan tetap kamu dekap emas palsu itu sambil berkata: “Inilah yang aku warisi.” Atau kamu diwarisi oleh ayahmu sebuah tangan yang lumpuh, lalu kamu menemukan obat dan dokter yang bisa menyembuhkan tanganmu itu tapi kamu menolaknya dan malah berkata: “Beginilah adanya tanganku, aku tidak mau menyembuhkannya.” Atau kamu menemukan air asin di sebuah kota tempat ayahmu meninggal dan tempat kamu tumbuh besar, kemudian kamu ditunjukkan pada kota lain yang

284
 
Fihi Ma Fihi

airnya begitu segar dan manis, tanaman tumbuh dengan lebat, dan penduduknya ramah-ramah, tetapi kamu tidak mau pergi ke desa itu untuk meminum air segar yang bisa menyembuhkan penyakit dan penderitaanmu, kamu malah berkata: “Kami sudah mendapati kota ini dengan airnya yang asin dan bisa menyebarkan penyakit, kami akan menjaga apa yang telah kami temukan.” Masya Allah, Orang yang waras dan memiliki intuisi yang tajam tidak akan mengatakan dan melakukan semua hal itu. Allah sudah menganugerahimu kecerdasan yang melebihi kecerdasan ayahmu, pandangan yang berbeda dengan ayahmu, dan beberapa titik perbedaan, tapi kenapa kamu mena kan kecerdasan dan pandanganmu sendiri dan justru malah mengikuti kecerdasan yang bisa membunuh dan menyesatkanmu?
Yutash—ayahnya adalah seorang tukang sepatu—ketika dia tiba di hadapan Sultan, ia kemudian diajarkan tatakrama kerajaan dan cara menggunakan pedang. Karena kelihaiannya, Raja memberinya pangkat yang tinggi. Ia justru berkata: “Ayahku adalah seorang tukang sepatu, jadi aku tidak menginginkan pangkat ini. Tetapi, jika sultan tidak keberatan, berilah aku sebuah toko di pasar agar aku bisa mulai membuat sepatu.”
Seekor anjing, beserta sifat alamiahnya, jika ia diajari berburu dan menjadi anjing pemburu bagi sultan, ia akan lupa bagaimana ia dibesarkan, yang mengendus-endus di antara tumpukan sampah dan tempat-tempat sepi, serta mencari-cari bangkai. Sebaliknya, ia berlari bersama kuda-kuda cantik dan gagah, ikut berburu bersama sultan. Demikian juga gagak yang dipelihara oleh sultan, ia tidak akan berkata: “Aku mewarisi dari ayahku tempat tersembunyi di atas

285
 
Fihi Ma Fihi

gunung dan memakan bangkai, jadi aku tidak akan mengindahkan genderang sultan dan perburuannya.” Jika pikiran hewan saja bisa tertuju pada sesuatu yang lebih baik dari yang diwariskan orangtuanya, maka betapa sialnya manusia di muka bumi yang diberi keutamaan akal dan kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk, tapi justru cara berpikirnya lebih rendah dari binatang. Kita berlindung kepada Allah SWT dari semua itu.
Adalah benar bahwa Isa diberi kehormatan oleh Allah dan menjadikannya sebagai orang dekat-Nya. Siapa yang melayaninya, berarti ia melayani Allah dan siapa yang patuh kepadanya, berarti ia patuh kepada Allah. Akan tetapi jika Allah mengutus seorang Nabi yang lebih utama dari Isa dan dari bisa mewujudkan sesuatu dengan tangannya seperti yang bisa diwujudkan oleh tangan Isa, bahkan lebih, maka wajib bagi kita untuk mengikuti Nabi yang baru diutus ini semata-mata karena Allah, dan bukan karena Nabi itu. Tidak ada yang patut disembah kecuali Allah, dan tidak ada yang patut dicintai kecuali Allah. Selain Dia, tidak ada patut dicintai.

 
“Dan bahwasanya kepada Tuhamulah kesudahan (segala sesuatu).”
(QS. an-Najm: 42)


Artinya, puncak dari kecintaanmu pada sesuatu selain diri-Nya, mencari sesuatu selain-Nya, akan tetap berakhir pada Allah. Jadi cintailah Allah demi Dia semata.



286
 
Fihi Ma Fihi

Untuk menghias Ka’bah adalah sebuah obsesi yang sia-sia Kehadiran Allah adalah seluruh hiasan yang kamu butuhkan.1

[Seperti dikatakan]:

Kelopak mata yang dihitam-hitamkan tidak seperti kelopak mata yang benar-benar hitam.2


Seperti pakaian usang dan compang-camping yang menunjukkan elegansi kekayaan dan kerendahan hati, demikian pula pakaian-pakaian yang sangat bagus dan indah menunjukkan kedudukan, keindahan dan kesempurnaan para faqir (orang yang merasa miskin di hadapan Allah). Ketika baju mereka terkoyak, maka hati mereka akan tersingkap.












 
1    Bait puisi ini diambil dari kumpulan Sair al-Ibad ila al-Ma’ad karya al-Hakim Sanai.
2    Potongan dari puisi Abu   ayyib al-Mutanabbi, yang versi lengkapnya berbu- nyi:
Karena mimpimu adalah mimpi yang tak kau paksakan Kelopak mata yang dihitam-hitamkan tidak seperti kelopak mata yang
benar-benar  hitam

Pasal 30 Aku Tertawa Ketika Membunuh

ADA kepala-kepala yang berhiaskan mahkota emas. Ada juga kepala-kepala yang menutupi rambut kepangnya yang indah dengan mahkota permata. Setiap kepang rambut gadis-gadis cantik akan membangkitkan cinta, dan cinta adalah ruang singgasana hati. Mahkota emas itu keras, dan hanya orang yang dirindukan oleh relung hati yang memakainya. Kita mencari cincin Sulaiman as. ke berbagai tempat, tapi kita menemukannya dalam kefakiran. Dalam pesona ini jugalah kita tundukkan kefakiran kita. Tidak akan kita biarkan mereka mengerjakan sesuatu tanpa persetujuan dari kita.
Baiklah, aku adalah seorang pelacur. Karena aku masih muda, maka aku menjadi penjaja cinta. Aku tahu ini bisa menyingkirkan hambatan dan membakar selubung-selubung, karena cinta adalah pangkal ketaatan, sedangkan amalan lain hanyalah cabangnya saja.
 
Fihi Ma Fihi

Kalau kamu tidak berkorban, bagaimana kamu bisa mendapatkan keinginan hatimu? Menyerahkan segalanya membawa dirimu menuju pembinasaan, sumber segala kesenangan di mana tidak ada perpisahan yang hadir: “Dan Allah bersama orang-orang yang sabar [QS. al-Baqarah: 249].”
Semua yang ada di pasar, baik pertokoan, kedai, barang dagangan, atau profesi, orientasi utama dari semuanya adalah kebutuhan dalam diri manusia. Orientasi itu begitu samar. Jika kebutuhan akan sesuatu tidak tampak, maka akhir dari kebutuhan itu akan tetap tersembunyi dan tidak akan bergerak. Demikian juga dengan karakter dari setiap ideologi, setiap agama, setiap keajaiban, setiap mukjizat, dan setiap keadaan para Nabi. Akhir dari kebutuhan pada semua ini ada dalam jiwa manusia. Jika kebutuhan tidak tampak, maka akhir dari kebutuhan ini tidak akan muncul.

 
“Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)


Maulana Rumi berkata: “Apakah kebaikan dan keburukan itu digerakkan oleh satu atau dua pelaku?” Jawabannya: Di satu sisi, kebaikan dan keburukan memang digerakkan oleh dua pelaku karena seseorang tidak mungkin berbeda haluan dengan dirinya sendiri. Sementara dari sisi yang lain, keburukan tidak bisa dilepaskan dari kebaikan karena perbuatan baik adalah ketika kita meninggalkan keburukan, dan meninggalkan keburukan

290
 
Fihi Ma Fihi

akan mustahil tanpa adanya keburukan itu sendiri. Bukti bahwa meninggalkan keburukan adalah sebuah kebaikan yaitu jika di sana tidak ada pendorong pada keburukan, maka tidak mungkin ada tindakan untuk meninggalkan keburukan. Dari sisi ini kebaikan dan keburukan bukanlah dua hal yang terpisah. Seperti perkataan seorang Majusi: “Sesungguhnya Yazdan adalah pencipta kebaikan dan Ahriman adalah pencipta keburukan dan semua hal yang dibenci.” Kemudian kita berkata untuk menyanggah ucapan itu: “Bahwa segala sesuatu yang dicintai tidak terlepas dari segala sesuatu yang dibenci. Karena yang pertama tanpa adanya yang kedua adalah mustahil adanya. Secara logika, yang dicinta ada karena hilangnya yang dibenci, dan mustahil sesuatu yang dibenci hilang tanpa didahului oleh keberadaannya. Kebahagiaan adalah hilangnya kesedihan sedang kesedihan tak akan hilang tanpa didahului oleh keberadaannya. Demikian keduanya menjadi satu.”
Aku berkata: “Jika sesuatu tidak sirna, maka faedah makna sejatinya tidak akan tampak oleh mata. Sebagaimana sebuah ucapan yang jika rangkaian hurufnya belum sirna dari pelafalan lisan (belum selesai diucapkan), maka pendengar tidak akan mampu mengambil faedah dari ucapan tersebut. Setiap orang yang berkata keji kepada orang yang bijak, sebenarnya ia sedang berkata baik padanya, sebab orang bijak akan menjauh dari sifat yang bisa menyebabkan datangnya celaan itu padanya. Sang bijak adalah musuh dari kesombongan, dan karenanya, siapapun yang mencela orang bijak, maka sejatinya celaan itu ditujukan bagi musuh sang bijak dan merupakan pujian baginya, karena ia akan menjauhi sifat-sifat tercela semacam itu,

291
 
Fihi Ma Fihi

dan ini adalah pebuatan yang terpuji. “Segala sesuatu menjadi jelas lewat kebalikanya.” Seorang bijak akan mengetahui jika si pencela bukanlah musuhnya, jadi ia tidak akan membalas celaan itu.
Aku adalah taman hijau yang dikelilingi oleh dinding kumuh yang di atasnya ada berbagai macam kotoran dan onak. Setiap orang yang melintas tidak akan bisa melihat taman itu; mereka hanya melihat dinding yang dipenuhi dengan kotoran sampai-sampai terlontar celaan dari orang-orang itu. Lalu kenapa taman itu harus marah pada mereka? Sungguh celaan itu hanya akan membahayakan si pencela karena semestinya dia bersabar, mendobrak dinding itu terlebih dahulu agar ia bisa melihat tamannya. Dengan mencelanya, mereka justru semakin jauh dari taman itu dan membinasakan dirinya sendiri. Rasulullah Saw. bersabda: “Aku tertawa ketika aku membunuh.” Maksudnya beliau tidak memiliki musuh yang menyebabkan beliau marah dalam mengeksekusi. Beliau memerangi orang ka r dengan satu cara sehingga mereka tidak memeranginya dengan seratus cara. Sungguh Rasulullah adalah pemimpin yang banyak tertawa ketika membunuh.[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar