Getaran Cinta Jalaluddin Rumi
Nama kitab: Terjemah Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan Jalaluddin Rumi
Judul kitab asal: (فيه ما فيه)
Penulis: Jalaluddin Rumi (جلال الدين الرومي)
Nama lengkap: Muhammad Jalal al-Din Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qounawy
Nama lengkap dalam bahasa Arab: مُحَمَّد بن مُحَمَّد بن حُسَيْنَ بَهَاءٌ الدِّين البَلَخي الْبَكْرِيّ
Lahir: Balkh, Afghanistan, 1260 M / 658 H
Asal: Balkh, Afghanistan
Wafat: Konya, Türkiye, 672 H/ 1273 M (usia 66 tahun)
Bidang studi: Tasawuf, sufisme
Daftar isi
- Pasal 61. Getaran Cinta
- Pasal 62. Anggur Masam Akan Berubah Menjadi Anggur Hitam
- Pasal 63. Langit Yang Bersemayam Di Dunia Roh
- Pasal 64. Ilmu Abdan Dan Ilmu Adyan
- Pasal 65. Kebahagiaan Penghuni Neraka Di Neraka
- Pasal 66. Tubuh Ini Hanyalah Tipuan Semata
- Pasal 67. Adam Diciptakan Menurut Hukum-Nya
- Pasal 68. Mengeluhkan Ciptaan Berarti Mengeluhkan Pada Penciptanya
- Pasal 69. Nabi Ayub Belum Kenyang Dengan Ujiannya
- Pasal 70. Permata-permata Yang Tersimpan
- Pasal 71. Terbang Meninggalkan Segala Dimensi
- Kembali ke: Terjemah Fihi Ma Fihi Jalaludin Rumi
Pasal 61. Getaran Cinta
MENDENGAR secara mutawatir dari banyak orang sama dengan melihat
secara langsung, dan ia memiliki kekuatan hukum yang sama dengan melihat.
Misalnya kamu lahir dari ayah dan ibumu; Meski kamu tidak melihat kelahiranmu
secara langsung, namun karena kamu mendengar ucapan ini berulang kali dari
banyak orang, kamu menerimanya sebagai kebenaran. Sehingga ketika ada
seseorang yang berkata padamu: “Keduanya tidak melahirkanmu,” niscaya kamu
tidak akan mendengarkannya. Begitu juga ketika kamu medengar dari banyak orang
bahwa kota Baghdad dan Makkah itu memang ada. Seandainya dikatakan padamu
bahwa Baghdad dan Makkah tidak pernah ada, niscaya dirimu tidak akan
mempercayainya, meskipun ia bersumpah.
Jadi, ketika telinga mendengar kabar dengan jalan mutawatir, maka ia akan
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan melihat secara langsung. Karena
secara lahiriah, ucapan yang mutawatir sama sahihnya dengan pandangan mata.
Ucapan yang mutawatir terkadang dimiliki oleh seseorang, sehingga dirinya
bukanlah satu personal lagi melainkan seratus ribu orang. Karena satu ucapan
darinya serupa dengan seratus ribu ucapan. Apa yang mengherankan dari hal itu?
Seorang raja yang, meskipun sosoknya hanya satu orang, memiliki hukum seratus
ribu kali lipat. Meski ada seratus ribu orang berkata bahwa tidak seorang pun
yang melaksanakan titahnya, namun saat sang raja mengeluarkan titahnya, apa
yang dikatakannya akan dilaksanakan.
Hal semacam ini masih sering terjadi
di dunia lahiriah, sebab kehadirannya di alam arwah lebih baik dan lebih
kukuh. Meski dirimu telah mengelilingi seluruh dunia ini, namun karena kamu
belum pernah melihatnya dengan Tuhan dalam benak, kamu harus mengelilinginya
sekali lagi; “Katakanlah: ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu [QS. al-An’am: 11].”
Perjalanan itu bukan untuk- Ku, tetapi untuk bawang merah dan bawang putih.
Ketika kamu menyusuri dunia ini bukan karena Aku, tetapi untuk tujuan lain,
maka tujuan itu akan menjadi selubung bagimu yang menghalangi pandanganmu
untuk dapat melihat-Ku.”
Seperti halnya ketika kamu mencari seseorang
dengan bersungguh-sungguh di pasar, tetapi kamu tidak bisa melihat seorang
pun. Meski kerumunan manusia ada di situ, kamu melihat mereka
486
Fihi
Ma Fihi
laksana khayalan saja. Atau ketika kamu mencari satu
permasalahan dalam salah satu kitab, maka kamu akan mengerahkan telinga, mata
dan akalmu untuk satu masalah ini. Kamu membolak-balik lembaran kitab, tetapi
tidak melihat apa pun. Namun ketika kamu memiliki tujuan pada selain itu, maka
di mana pun kamu berada, kamu akan akan memperhatikan masalah itu dan tidak
akan melihat masalah ini lagi.
Pada zaman Umar ra., terdapat seseorang
yang telah lanjut usia yang karena kerentaannya, anak perempuannya sampai
menyusui dirinya dan merawatnya laksana bayi. Umar berkata pada perempuan itu:
“Di zaman ini tidak ditemukan seorang anak seperti dirimu yang memenuhi hak
ayahnya.” Ia pun menjawab: “Benar apa yang Anda katakan, tetapi ada perbedaan
di antara kami. Meski aku tidak pernah meremehkan pelayanan terhadap dirinya,
saat ayahku mendidik dan melayaniku, ia sampai gemetar karena khawatir sesuatu
yang dibencinya akan menimpaku. Sedangkan aku melayani ayahku disertai doa
kepada Allah siang dan malam agar dia segera mati, sehingga aku tidak lagi
mengurusinya dan terbebas dari gangguannya. Ketika aku melayani ayahku, ke
mana bisa aku temukan gemetar seperti yang dimiliki ayahku karena untukku?”
Umar berkata: “Perempuan ini lebih mengerti dari pada Umar.” Maksudnya: “Aku
telah menghukumi sesuatu dari tampakan luarnya, sementara dia berbicara
tentang esensi dari permasalahannya.” Orang yang bijak akan melihat esensi
dari sesuatu sehingga dia akan mengetahui hakikatnya. Umar takut tidak dapat
melihat hakikat- hakikat dan rahasia segala sesuatu. Seperti inilah sejarah
hidup para
487
Fihi Ma Fihi
shahabat,
mendapatkan hikmah dalam diri mereka, namun mereka justru memuji orang
lain.
Ada banyak sekali orang yang tidak mampu ‘aktif ’ karena hatinya
lebih tentram ketika mereka ‘pasif.’ Dengan cara yang sama, cahaya pada siang
hari seluruhnya bersumber dari matahari, namun jika seseorang terus melihat
matahari sepanjang hari, hal itu akan merusak dan menyilaukan kedua matanya.
Akan lebih baik baginya untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang lain,
karena ia pasif untuk dapat memandang bulat sik matahari. Demikian juga
menyebut makanan yang lezat di hadapan orang sakit akan memotivasinya untuk
menghasilkan kekuatan dan hasrat untuk sembuh. Namun kehadiran makanan itu
justru akan menjadi rintangan bagi kesehatannya.
Oleh sebab itu,
maklumlah jika getaran dan cinta adalah sebuah keharusan dalam mencari Allah.
Barangsiapa yang tidak memiliki getaran cinta, maka dia harus melayani mereka
yang memilikinya. Buah-buahan sama sekali tidak akan menempel di batang-batang
pohon jika ia tidak memiliki getaran, berbeda dengan kuncup tangkai yang
selalu bergetar. Meski demikian, keberadaan batang pohon dapat
menguatkan kuncup-kuncup agar tidak berguguran, dan dengan perantaraan buah,
mereka akan selamat dari tebasan kampak (ditebang). Ketika getaran cinta itu
datang dengan perantaraan tebasan kapak, maka tidak bergetar adalah lebih baik
bagi batang agar ia dapat melayani orang-orang yang sering bergetar karena
cinta.
Selama dia adalah Mu’inuddin (penolong agama) dan bukan ‘Ainuddin
(esensi agama), karena adanya huruf mim yang
488
Fihi
Ma Fihi
ditambahkan sebelum ‘ain, maka itu adalah sebuah
kekurangan. Karena penambahan atas sesuatu yang telah sempurna adalah sebuah
kekurangan.
Dengan cara yang sama, meski enam jari bagi satu tangan
merupakan sebuah penambahan, namun sejatinya ia adalah kekurangan. Ahad ( )
adalah kesempurnaan, tetapi Ahmad ( ) belumlah sempurna. Ketika huruf mim-nya
dibuang, maka ia akan menjadi kesempurnaan yang paripurna. Karena Allah
meliputi segala sesuatu, maka apa pun yang disandarkan kepada-Nya adalah
sebuah kekurangan. Angka satu terkandung di semua bilangan, tanpa ada angka
satu, maka bilangan tidak akan ada.
Sayyid Burhanuddin sedang menuturkan
sebuah nasihat. Tiba-tiba ada seseorang yang menyela dan berkata: “Kami butuh
pembicaraan yang tidak ada bandingannya.”
Sayyid menjawab: “Kamu, wahai
orang yang tidak ada bandingannya, kemari dan dengarkan ucapan yang tak ada
bandingannya!” Pada akhirnya, kamu hanyalah bandingan dari dirimu, kamu
bukanlah tubuh ini, kamu hanyalah bayangan darinya. Ketika manusia mati,
mereka berkata: “Fulan telah meninggal.” Jika manusia itu adalah jasadnya, ke
mana ia pergi? Maka hendak kamu menyadari bahwa bentuk luarmu adalah bandingan
dari batinmu, dan dari bentuk luarmu orang akan bisa menilai batinmu. Segala
sesuatu terlihat di mata dikarenakan ketebalannya. Seperti nafas yang tidak
terlihat saat cuaca panas, namun akan terlihat ketika udara itu dingin karena
ketebalan dan kepekatan cuaca.
489
Fihi Ma
Fihi
Adalah kewajiban Nabi Saw. untuk menunjukkan kekuatan Allah
dan memperingatkan manusia dengan perantaraan dakwah. Meski demikian, beliau
tidak dibebani kewajiban untuk membawa manusia ke tingkat kesiapan untuk
menerima hakikat ketuhanan, Dia yang melakukan hal itu. Allah memiliki dua
sifat: kemurkaan dan kelembutan. Para Nabi menampakkan keduanya, Mukmin
menampakkan kelembutan-Nya, dan orang-orang ka r menampakkan
kemurkaan-Nya.
Mereka yang mengenal kebenaran melihat diri mereka dalam
diri Nabi, mendengar suara mereka, dan mencium aroma mereka darinya. Manusia
tidak akan mengingkari dirinya sendiri. Karena itu, para Nabi berkata kepada
umatnya: “Kami adalah kalian, dan kalian adalah kami, tidak ada kesamaran di
antara kita.” Saat seseorang berkata: “Ini tanganku,” tak akan ada yang
meminta dalil akan pernyataan itu karena tangan adalah anggota yang bersambung
dengan manusia. Namun saat dia berkata: “Fulan adalah anakku,” maka ia akan
dituntut untuk mengutarakan dalil, karena anak adalah bagian yang terpisah.
Pasal 62. Anggur Masam Akan Berubah Menjadi Anggur Hitam
SEBAGIAN
orang berkata: “Cinta akan melahirkan kewajiban untuk melayani.” Sebenarnya
tidak seperti itu, namun hasrat dari orang yang dicintailah yang memunculkan
adanya pelayanan. Jika ia ingin agar orang yang mencintainya sibuk
melayaninya, maka sang pecinta akan melakukannya. Jika dia tidak
menghendakinya, maka sang pecinta tidak akan melakukannya. Meski demikian,
meninggalkan pelayanan bukan berarti mena kan cinta. Ketika sang pecinta tidak
mempersembahkan pelayanan, maka cintalah yang akan mempersembahkannya. Akar
dari segala sesuatu adalah cinta, sedangkan pelayanan merupakan cabang
darinya. Gerakan lengan baju disebabkan oleh gerakan tangan, tetapi bukan
berarti bahwa gerakan tangan akan selalu diikuti oleh gerakan lengan baju.
Sebagai contoh, seseorang memilki jubah besar sehingga ketika pemakainya
Fihi
Ma Fihi
berputar, jubah itu tidak bergerak. Hal ini tentu tidak
mustahil. Yang justru mustahil adalah ketika jubah itu bisa bergerak tanpa ada
gerakan tubuh pemakainya.
Sebagian orang menganggap jubah itu sebagai
orang, lengan baju sebagai tangannya, dan membayangkan sepatu sebagai kakinya.
Tangan dan kaki ini adalah lengan baju dan sepatu bagi tangan dan kaki yang
lain. Mereka berkata, “Fulan berada di bawah tangan (kekuasaan) fulan,” atau
“Fulan memiliki tangan (kekuasaan) dalam banyak hal,” atau “Fulan memberikan
tangannya (pendapatnya) dalam sebuah pembicaraan.” Tidak diragukan bahwa yang
dimaksud dari tangan dan kaki dalam kata-kata tersebut bukanlah tangan dan
kaki ini.
Pangeran itu datang, berkumpul bersama kami dan kemudian pergi.
Dengan cara yang sama, lebah menyatukan lilin dengan madu dan kemudian pergi.
Hal itu karena wujudnya adalah sebuah keharusan, sementara kekekalannya bukan
sebuah keharusan. Ibu dan ayah kita seperti lebah, yang mempertemukankan
antara pencari dengan yang dicarinya dan antara pecinta dengan yang
dicintainya, lalu mereka pergi secara tiba-tiba. Allah menjadikannya sebagai
perantara untuk mengumpulkan lilin dan madu, kemudian mereka terbang.
Sementara lilin, madu dan kebun masih tetap ada. Seandainya lebah tidak
terbang meninggalkan kebun itu, maka kebun ini bukanlah jenis kebun yang
mungkin ditinggalkan; justru lebah itu berpindah dari satu sisi ke sisi kebun
yang lain.
Tubuh kita laksana sel lebah, yang mana di dalamnya terdapat
lilin dan madu cinta Allah. Meskipun lebah-lebah itu, yaitu ibu dan ayah kita,
hanyalah perantara saja, namun mereka diangkat sebagai tukang kebun dan tukang
kebun juga membuat lilin. Allah telah memberikan kepada lebah-lebah itu suatu
gambaran yang lain. Ketika ia mengerjakan sebuah pekerjaan, maka
ia mengenakan pakaian yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Tetapi
ketika ia pergi ke alam sana, ia akan mengganti pakaiannya, sebab di sana ada
pekerjaan yang lain. Meski demikian, orang itu adalah dirinya yang sama ketika
ia melakukan pekerjaan yang pertama. Contoh lainnya adalah seseorang yang
pergi ke medan perang. Dia akan mengenakan pakaian perang, mengasah senjata
dan meletakkan tameng di kepalanya, karena pada saat itu memang waktunya
berperang. Tetapi ketika ia datang ke sebuah pesta, ia akan menanggalkan
pakaian perangnya itu karena di sana ia akan sibuk dengan perbuatan lain.
Bagaimanapun juga, dia adalah orang yang sama. Karena yang kamu lihat adalah
pakaiannya, maka setiap kali kamu mengingatnya, kamu akan menggambarkan orang
itu sesuai dengan gaya dan pakaian itu, Meskipun bisa jadi ia telah berganti
pakaian ratusan kali.
Seseorang menghilangkan cincin di suatu tempat,
meskipun cincin itu telah berpindah ke tempat lain, ia tetap saja mengitari
tempat itu seraya berkata, “Aku telah kehilangan cincin itu di tempat ini.”
Seperti seseorang yang kehilangan kekasihnya, dia akan mendiami kuburannya,
mengelilingi tumpukan debu dan menciumnya tanpa sadar. Ia terus berkata: “Aku
telah kehilangan cincin itu di tempat ini,” tetapi bagaimana mungin cincin itu
masih ada di sana?
Allah menciptakan banyak karya untuk menampakkan
kemahakuasaan-Nya. Dalamsehariatauduahari, Diamengumpulkan
493
Fihi
Ma Fihi
roh dan jasad demi sebuah hikmah Ilahiah. Seandainya
manusia duduk sesaat bersama mayat di kuburan, tentu mereka khawatir akan
menjadi gila. Tetapi ketika mereka telah terbebas dari jaring tubuh dan parit
jasmani, kenapa mereka masih tetap berada di sana? Allah menunjukkan semua itu
untuk menakut-nakuti hati, dan sebagai sebuah tanda pembaharuan di setiap
saat, agar histeria di hati menjadi bangkit karena takut akan kuburan dan
gelapnya tanah. Hal ini serupa dengan yang terjadi ketika suatu ka lah di
serang di sebuah tempat, lalu para pemimpin ka lah menimbun dua atau tiga batu
di atas jalanan sebagai tanda yang mengisyaratkan jika di tempat ini terdapat
bahaya. Kuburan ini juga sebagai tanda yang dapat dilihat dan mengisyaratkan
bahwa tempat itu berbahaya.
Ketakutan itu memengaruhi kekuatan manusia
meskipun hal itu tidak selalu diwujudkan. Misalnya orang-orang berkata, “Si
Fulan takut kepadamu,” maka tanpa ragu kamu—meski mereka tidak melakukan
apa-apa untukmu—akan memperlihatkan kasih sayang pada mereka. Sebaliknya jika
mereka berkata, “Si Fulan sama sekali tidak takut padamu, dan kamu sama sekali
tidak punya kewibawaan di hatinya,” maka hanya dengan berkata demikian saja,
dalam hatimu akan muncul kemarahan pada mereka.
Aliran tersebut adalah
buah dari ketakutan. Seluruh alam semesta mengalir, namun aliran setiap
sesuatu mengalir sesuai dengan keadaannya. Aliran manusia adalah satu macam,
aliran tumbuh- tumbuhan adalah macam yang lain, dan aliran roh adalah macam
yang lain lagi. Roh mengalir tanpa langkah dan tapak kaki, coba kamu bayangkan
buah anggur yang kecut, berapa kali ia mengalir
494
Fihi
Ma Fihi
sampai menjadi anggur hitam yang matang? Kapan ia akan
menjadi manis, adalah ketika ia sampai ke tempat itu. Meskipun alirannya tidak
terlihat dan terasa, namun saat ia sampai ke tempat itu, dapat diketahui bahwa
ia telah lama mengalir sampai ke sini. Seperti saat
manusia masuk ke dalam air, namun tak seorang pun yang mengetahui kapan ia
masuk. Ketika ia mengeluarkan kepalanya dari dalam air, seketika itu juga
dapat diketahui bahwa dia telah masuk ke dalam air hingga sampai pada titik
ini.
Pasal 63. Langit Yang Bersemayam Di Dunia Roh
DALAM
hati para pecinta terdapat penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh obat apa
pun, tidak dengan tidur, bertamasya ataupun makan. Tidak ada yang dapat
menyembuhkannya selain melihat sang kekasih. Karena “bertemu dengan sang
kekasih adalah obat bagi orang yang sakit.” Pernyataan ini benar,
sampai-sampai jika seorang muna k duduk di antara Mukmin, pada saat itu ia
akan merasakan rasa aman karena pengaruh iman mereka. Sebagaimana
rman
Allah: “Dan jika mereka bertemu dengan orang-orang yang
beriman, mereka
berkata: “Kami telah beriman” [QS. al-Baqarah: 14].” Lantas bagaimana dengan
seorang Mukmin yang duduk di samping Mukmin lainnya? Jika hal semacam ini bisa
memberi pengaruh pada orang muna k, maka lihatlah berbagai manfaat dari
berkumpulnya sesama Mukmin! Lihatlah bagaimana kain wol dalam besutan orang
Fihi
Ma Fihi
yang berakal akan menjadi permadani dengan ukiran yang
begitu indah, dan bagaimana debu di sisi orang yang berakal akan menjadi
istana yang indah! Ketika sentuhan seseorang yang berakal pada benda-benda
padat ini dapat memberikan pengaruh, renungkanlah juga pengaruh seorang Mukmin
pada Mukmin lainnya.
Dengan sentuhan jiwa parsial dan akal yang
terjangkau saja, seluruh benda padat akan sampai pada tingkatan ini. Semua
akan menjadi bayangan dari akal parsial karena suatu kemungkinan untuk
mengukur seseorang dari bayangannya. Jika seperti itu kejadiannya, maka
lepaskanlah kadar akal dan pikiran yang lazim agar dapat menampakkan langit,
bulan, matahari, serta tujuh tingkatan bumi dan apa yang ada di antara langit
dan bumi. Semua itu adalah bayangan dari akal
universal. Jika bayangan akal parsial sesuai
dengan bayangan kerangkanya, maka bayangan akal universal yang merupakan
seluruh eksistensi semesta ini juga akan sesuai dengannya.
Sungguh para
kekasih Allah menyaksikan langit yang lain selain langit ini. Di hadapan
mereka, langit yang ini tidak memiliki arti dan tampak hina. Para wali telah
menapakkan kaki mereka di atas langi- langit itu dan melewatinya:
Ada
langit yang bersemayam di wilayah roh,
Di tangannya terdapat rantai
pengikat langit dunia.1
1
Bait karya Hakim Sanai al-Ghaznawi.
498
Fihi
Ma Fihi
Mengapa ini begitu menakjubkan sehingga satu orang, di
antara manusia lainnya, memiliki keistimewaan untuk meletakkan telapak kakinya
di atas kepala bintang Saturnus? Bukankah kita semua diciptakan dari jenis
tanah yang sama? Tetapi Allah meletakkan suatu kekuatan dalam diri kita yang
dengannya kita berbeda dari jenis lainnya. Kita dapat menggunakan kekuatan itu
sehingga kita dapat menaklukkan jenis yang lain dan mengeksploitasinya sesuai
keinginan kita. Sewaktu-waktu kita mengangkatnya dan di waktu yang lain kita
akan membuangnya. Terkadang kita membentuknya menjadi sebuah istana, gelas,
dan kendi, terkadang kita memanjangkan dan memendekkannya.
Bilaasalkitaadalahdaritanahitudanberasaldariintiyangsejenis,
kemudian dengan kekuatan itu Allah membedakan kita dengan yang lainnya, maka
apa yang aneh bagi Allah untuk membedakan kita? Kita adalah satu jenis yang,
kalau ditakar dengan tanah, hanya ibarat benda padat. Tuhan yang mengendalikan
kita sedang kita tidak dapat menyadarinya, sementara Dia dapat menyadari
kita.
Ketika aku berkata, “tidak menyadarinya,” aku tidak bermaksud untuk
mengatakan bahwa manusia tidak menyadarinya dengan sempurna, namun setiap
kesadaran akan sesuatu adalah ketidaksadaran akan sesuatu yang lain. Bahkan
bumi sekalipun, dengan semua benda padat di atasnya, menyadari apa yang
diberikan Allah kepadanya. Karena jika bumi tidak menyadarinya, bagaimana
mungkin ia bisa menerima siraman air, dan bagaimana mungkin ia bisa menjaganya
serta menumbuhkan setiap biji sesuai dengan tuntutan?
499
Fihi
Ma Fihi
Ketika seseorang bersungguh-sungguh mengerjakan suatu
perbuatan dan membiasakannya, maka kesadaran akan perbuatan itu akan
membuatnya tidak menyadari pekerjaan lain. Namun kelalaian ini tidak berarti
kelalaian total. Misalnya beberapa orang ingin menangkap seekor kucing, tetapi
mereka sama sekali tidak pernah mendapat kesempatan untuk menangkapnya. Sampai
suatu saat, kucing itu sedang sibuk memburu seekor burung, sehingga dia
melalaikan orang yang hendak menangkapnya, akhirnya kucing itu pun
tertangkap.
Jadi, seseorang tidak pantas
untuk terlalu menyibukkan diri dengan segala urusan
dunia, Seyogianya manusia menjalani segalanya dengan mudah
dan tidak bergantung dengannya agar ia tidak tersakiti
dengan hal ini ataupun hal itu. Harta simpanan (hati) pantang untuk sakit,
karena jika dunia ini sakit, maka dunia lain yang akan mengobatinya. Tetapi
jika dunia lain sakit—semoga Allah melindungi kita darinya—lalu siapa yang
akan mengobatinya? Misalnya kamu memiliki banyak baju dari bermacam jenis dan
saat itu kamu hendak tenggelam, maka baju mana yang akan kamu selamatkan?
Meskipun semua pakaian itu berharga bagimu, namun pada saat terdesak, kamu
yakin hanya akan menyelamatkan apa yang berharga di tanganmu, karena ia
bagaikan satu mutiara dan batu yakut yang dengannya manusia dapat membuat
seribu hiasan.
Dari sebuah pohon, tampak buah yang manis. Meski buah itu
hanya satu bagian, namun Allah telah mengutamakan yang parsial itu atas yang
universal dan membedakannya dengan memberinya rasa manis, yang tak
diberikannya pada buah yang lain. Dengan
500
Fihi
Ma Fihi
fungsi rasa manis, buah yang parsial menjadi lebih unggul
dari yang universal. Buahlah yang menjadi intisari serta tujuan dari sebatang
pohon itu. Allah ber rman: “Bahkan mereka tercengang karena telah datang pada
mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri [QS. Qaf:
2].”
Seseorang berkata: “Aku telah mencapai sebuah kondisi yang tidak
muat ditempati oleh Nabi Muhammad dan malaikat yang mulia.” Syekh menjawab:
“Sungguh aneh jika seorang hamba memiliki kondisi di mana Nabi Muhammad tidak
muat di dalamnya. Bahkan Nabi Muhammad tidak memiliki sebuah keadaan yang tak
mampu menampung orang yang ketiaknya berbau busuk seperti dirimu!”
Seorang
pelawak ingin membawa sang raja pada perasaan yang lebih baik. Setiap orang
bersepakat untuk memberikan hiburan sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing, tetapi raja itu benar-benar sedang dalam keadaan kesal. Dalam
keadaan marah, raja itu berjalan ke tepi sungai. Sang pelawak menyusuri jalan
di tepi yang lain untuk mendekati raja, tetapi raja tidak memedulikan
kehadirannya dan terus memandangi permukaan air. Ketika si pelawak merasa
kewalahan, ia berkata: “Wahai raja, apa yang Anda lihat di air sungai itu
sampai memandangnya seperti itu?” Sang raja menjawab: “Aku melihat suami dari
seorang istri yang tidak setia.” Si pelawak menimpali: “Hambamu ini juga tidak
buta.”
Sekarang, kamu mungkin memiliki waktu di mana Nabi Muhammad tidak
terkandung di dalamnya, tetapi Nabi Muhammad tidak memiliki kondisi di mana
orang yang berbau busuk seperti
501
Fihi Ma
Fihi
dirimu tidak terkandung di dalamnya! Pada akhirnya, kadar dari
keadaan rohani yang kamu dapatkan itu bersumber dari berkah dan pengaruhnya.
Karena pada awalnya, semua berkah dituangkan padanya dan kemudian beliau
membagikannya pada yang lain, demikianlah aturannya. Allah ber rman: “Salam
sejahtera bagimu wahai Nabi, seiring rahmat Allah beserta berkah-Nya.
Kucurahkan padamu segala anugerah.” Nabi Mahummad menjawab: “Dan kepada
seluruh hamba Allah yang berbuat baik.”
Sesungguhnya jalan Allah itu amat
menakutkan, penuh dengan rintangan dan terhalang oleh salju yang tebal.
Beliaulah orang yang pertama kali mengorbankan hidupnya mengarungi medan
berbahaya itu. Beliau memperbaiki dan membuka jalannya, sehingga siapa pun
yang menyusuri lintasan ini adalah dengan petunjuk dan pertolongannya. Karena
beliau telah menerangi jalan pertama kali dan meletakkan rambu-rambu serta
pasak kayu di sepanjang jalan yang berbunyi: “Jangan berjalan ke arah ini,
jangan pergi ke arah itu, jika kamu menuju ke arah itu kau akan binasa
sebagaimana kaum ‘Ad dan Tsamud, dan jika menyusuri jalan ini kamu akan
menggapai solusi sebagaimana keadaan orang-orang yang beriman.” Secara
keseluruhan, al-Qur’an menjelaskan hal ini: “Padanya terdapat tanda- tanda
yang nyata [QS. Ali ‘Imran: 97].” Maksudnya, di atas lintasan- lintasan ini
Kami telah menancapkan tanda-tanda penunjuk. Siapa pun yang ingin merusak satu
dari seluruh pasak kayu itu, semua orang akan menyerangnya dengan berkata:
“Kecuali kamu adalah seorang perompak, mengapa kamu rusak lintasan kita,
mengapa kamu ingin menghancurkan kita?”
502
Fihi
Ma Fihi
Ketahuilah bahwa Muhammad adalah seorang pemandu.
Seandainya tidak ada seorang pun yang mendatangi Muhammad, maka ia tidak akan
sampai pada kita. Seperti halnya ketika kamu ingin bepergian ke suatu tempat,
pertama kali akal akan menjadi penunjuk jalan yang berkata: “Sebaiknya
kamu pergi ke tempat ini, sebab di sana ada kemaslahatan
untukmu,” lalu mata akan memerankan fungsinya sebagai penunjuk jalan dan organ
tubuh lainnya akan bergerak sesuai dengan instruksi dari penunjuk jalan,
meskipun organ-organ tidak punya ilmu sebagaimana mata, dan mata juga tidak
punya ilmu seperti yang dimiliki oleh akal.
Walaupun sebagian manusia
adalah pelupa, tetapi orang lain tidak akan melupakannya. Ketika kamu
mencurahkan kesungguhan dengan urusan dunia, kamu akan lupa pada hakikat dari
sesuatu. Kamu harus mencari kerelaan Allah dan bukan kerelaan makhluk, karena
kerelaan dan cinta serta kasih sayang yang dimiliki semua makhluk adalah
pinjaman dari-Nya yang diletakkan dalam diri mereka. Jika Dia belum
berkehendak, maka Dia tidak akan memberikan ketenangan dan kenikmatan apa pun.
Karena adanya sebab-sebab kenikmatan, roti, kemewahan dan kenikmatan, maka
segala sesuatu menjadi penderitaan dan ujian. Semua sebab ini seperti pena di
tangan kekuasaan Allah. Dia-lah yang menggerakkan dan menulis. Jika Dia belum
berkehendak, maka pena tidak akan bergerak.
Kamu melihat pena dan
berkata: “Pena ini seharusnya memiliki tangan.” Kamu dapat melihat pena namun
tidak dapat melihat tangannya. Dengan melihat pena
itu, kamu dapat mengingat
503
Fihi
Ma Fihi
tangan. Mana yang kamu lihat dan katakan padanya? Bila
mereka selamanya melihat tangan lalu berkata: “Seharusnya ada pena juga.”
Namun saat mereka melihat keindahan tangan, mereka tidak akan menyadari
keberadaan pena dan akan berkata: ”Apa yang diperbuat oleh tangan ini tidak
mungkin tanpa adanya pena.” Ketika dirimu tidak mengingat keberadaan tangan
karena senangnya memandang pena, bagaimana dirimu menunggu mereka untuk
mengingat pena sepertimu, padahal mereka sedang asyik memandang tangan itu?
Ketika kamu menemukan kelezatan pada roti manis yang terbuat dari beras
sehingga kamu tidak ingat akan kelezatan roti gandum,
bagaimanamungkindirimuakanmenunggumerekauntukmengingat roti manis padahal
mereka sedang menikmati roti gandum? Jika Dia memberimu kebahagian di atas
bumi sehingga membuatmu tidak menghendaki langit, yang
merupakan tempat sejati kebahagiaan, dan karena bumi
mendapatkan kehidupannya dari langit, lantas bagaimana mungkin penduduk langit
akan mengingat bumi?
Sekarang, jangan kamu menganggap bahwa semua
kebaikan dan kelezatan itu berasal dari sebab tertentu, karena makna yang
dikandung sebab itu hanyalah pinjaman. Allah-lah yang memberikan mudarat dan
manfaat. Ketika mudarat dan manfaat berasal dari-Nya, mengapa kamu harus
bergantung pada sebab-sebab itu?
“Sebaik-baik ucapan adalah yang sedikit
dan produktif.” Sebaik-baik ucapan adalah yang sedikit dan memberi faedah.
Dari segi faedah, surat al-Ikhlas yang sedikit mengungguli surat al-Baqarah
yang panjang. Nabi Nuh berdakwah pada manusia selama seribu tahun, sedang yang
beriman hanya empat puluh orang saja. Kita
504
Fihi
Ma Fihi
sangat tahu berapa lama waktu yang dihabiskan Nabi Muhammad
dalam berdakwah, meski demikian ada banyak kaum yang beriman padanya, dan
banyak wali dan para pembesar yang lahir darinya. Jadi, yang menjadi
pertimbangan bukanlah pada banyak atau sedikit, melainkan pada tujuannya yaitu
pemberian faedah dan transfer pengetahuan.
Bagi sebagian manusia, ucapan
yang sedikit mungkin lebih bermanfaat ketimbang ucapan yang banyak. Seperti
panci masak, ketika sumbu kompor di bawahnya terbakar dan api besar menyala,
kamu tidak akan bisa memanfaatkan dan mendekati panci masak itu. Hal ini
berbeda dengan lentera yang lemah namun bisa memberikan seribu manfaat. Dari
sini, jelaslah bahwa tujuan sejatinya adalah faedah yang diperoleh. Bagi
sebagian orang, tidak mendengar sebuah perkataan pun dan cukup dengan melihat
saja, akan lebih berfaedah baginya. Hal itu dianggap sudah cukup memberi
faedah bagi orang semacam ini, sebab jika mereka mendengar suatu ucapan, maka
ucapan itu akan membahayakannya.
Seorang Syekh dari India datang
mengunjungi salah seorang wali yang agung. Ketika dia sampai ke kota Tabriz
dan sampai di depan pintu kediaman wali itu, terdengar suara dari dalam:
“Pulanglah! Kamu sudah mendapatkan manfaat dari apa yang kamu cari dengan
datang ke pintu rumah ini. Jika kamu memaksa untuk memandang wali, maka itu
akan membahayakanmu.”
Ucapan yang sedikit dan berfaedah laksana sebuah
lampu yang menyala di depan lampu yang redup lalu padam. Itu cukup baginya
untuk dapat menggapai tujuannya. Bagaimanapun
juga, Nabi
505
Fihi Ma Fihi
bukanlah
bentuk yang dapat dilihat, bentuk itu hanyalah tunggangan beliau. Nabi adalah
kerinduan dan cinta yang abadi.
Seseorang berkata: “Mengapa muazin yang
berada di atas menara tidak memuji Allah saja? Mengapa mereka juga menyebut
Muhammad?”
Maulana Rumi menjawab: “Sungguh pujian terhadap Nabi Muhammad
adalah pujian terhadap Allah. Ini sama dengan ucapan seseorang: ‘Semoga Allah
memanjangkan umur baginda raja, orang yang membimbingku menuju raja, dan orang
yang menyebutkan nama dan sifat-sifat raja kepadaku.’ Pujian atas manusia ini
pada hakikatnya adalah pujian terhadap sang raja.”
Nabi berkata: “Beri
aku sesuatu yang aku butuhkan. Berikan jubahmu, kekayaanmu, atau pakaianmu.”
Apa yang akan diperbuatnya dengan jubah dan kekayaanmu? Ia ingin meringankan
pakaianmu sehingga kehangatan matahari dapat kamu rasakan.
“Dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” (QS. al-Muzammil: 20)
Allah
tidak hanya menginginkan kekayaan dan
jubah. Dia telah memberimu banyak hal selain materi, ilmu, pikiran, hikmah dan
penalaran. Yang Dia maksud adalah: “Sedekahkanlah padaku
penalaran, pikiran, perenungan dan akalmu
sebentar saja. Bagaimanapun juga, kamu telah memperoleh harta dengan
506
Fihi
Ma Fihi
perantaraan yang Aku berikan kepadamu.”
Allah juga meminta hal serupa dari seekor burung dan ular. Jika
kamu mampu pergi telanjang di bawah matahari, maka itu lebih baik karena
alih-alih akan menghitamkan dirimu, matahari itu justru akan mengubahmu
menjadi putih. Atau minimal ia akan meringankan bajumu agar kamu turut
menikmati keriangan matahari. Kamu sudah terbiasa dengan kepahitan, maka
setidaknya cobalah kamu merasakan kemanisan juga barang sebentar.
Pasal 64. Ilmu Abdan Dan Ilmu Adyan
SETIAP
ilmu yang dipelajari di dunia ini melalui belajar dan berusaha adalah ilmu
tentang badan (Abdan), sedangkan ilmu yang didapat setelah mati adalah ilmu
tentang agama atau jiwa (Adyan). Mengetahui ilmu tentang “Akulah Allah” adalah
ilmu Abdan, sementara menjadi “Akulah Allah” adalah ilmu Adyan. Melihat cahaya
lampu dan api adalah ilmu Abdan, sedang terbakar oleh api atau cahaya lampu
adalah ilmu Adyan. Setiap apa yang terlihat adalah ilmu Adyan, sementara
setiap esensi dari ilmu untuk melihat itu adalah ilmu Abdan.
Terkadang
kamu mengatakan bahwa yang nyata adalah yang terlihat dan dapat diobservasi,
sedangkan ilmu-ilmu lainnya adalah ilmu fantasi. Misalnya, seorang arsitek
berpikir dan membayangkan sebuah bangunan sekolah. Sebesar apa pun kebenaran
dan ketepatan
Fihi Ma Fihi
pikiran assitek itu, ia
tetaplah khayalan. Khayalan itu akan menjadi nyata jika sang arsitek
mewujudkan bangunan sekolah yang dikhayalkannya itu.
Sekarang terdapat
perbedaan antara satu khayalan dengan khayalan yang lain: khayalan Abu Bakar,
Umar, Utsman, dan Ali berbeda dengan khayalan para sahabat lainnya. Antara
satu khayalan dengan khayalan lain memiliki perbedaan besar. Arsitek yang
mahir mengkhayalkan bangunan rumah dan orang lain yang bukan arsitek juga
mengkhayalkan bangunan yang sama, namun ada perbedaan besar di antara
keduanya, karena khayalan sang arsitek lebih mendekati kenyataan. Demikian
juga yang terjadi di dunia realitas, dunia hakikat, dan dunia penglihatan, ada
perbedaan besar antara satu penglihatan dengan penglihatan lainnya.
Demikianlah,
sebagaimana dikatakan bahwa ada tujuh ratus selubung kegelapan dan tujuh ratus
selubung cahaya. Semua yang bergerak ke dunia khayalan adalah selubung
kegelapan, dan semua yang bergerak ke dunia realitas adalah selubung cahaya.
Meski demikian, selubung- selubung kegelapan—yang berupa khayalan— itu tidak
dapat dipahami perbedaannya dan tidak dapat dilihat karena kelembutannya yang
terus bertambah. Meskipun ada perbedaan yang kuat dan mendalam di dunia
realitas, tetapi perbedaan itu tetap saja tidak dapat dipahami.
Pasal 65. Kebahagiaan Penghuni Neraka Di Neraka
PARA
penghuni neraka lebih bahagia di sana daripada di dunia ini, karena di sana
mereka akan selalu mengingat Allah, sedangkan di dunia mereka melupakan Allah.
Tidak ada yang lebih manis daripada mengingat Allah. Keinginan mereka untuk
kembali ke dunia adalah untuk bekerja dan melakukan amal kebajikan sehingga
mereka dapat menyaksikan perwujudan keagungan Allah, dan bukan karena dunia
ini lebih membahagiakan daripada neraka.
Orang-orang muna k berada di
tingkatan neraka yang terbawah karena keimanan yang mendatangi mereka
dikalahkan oleh kekufuran mereka yang lebih kuat sehingga ia tidak mampu
beramal. Oleh sebab itu, siksaan untuk mereka lebih berat agar mereka
menyadari keberadaan Tuhannya. Sementara bagi kaum ka r, keimanan
tidak menghampiri mereka. Kekufuran mereka
lemah
Fihi Ma Fihi
sehingga dengan sedikit siksaan
saja ia akan kembali menyadari keberadaan Tuhannya. Ini bisa dianalogikan
seperti sapu tangan berdebu dan permadani yang juga berdebu. Cukup dibutuhkan
satu orang saja untuk mengelebatkan sapu tangan itu agar menjadi bersih,
berbeda dengan permadani yang membutuhkan empat orang yang kuat agar dapat
menghilangkan debu yang menempel di permadani tersebut. Para penghuni neraka
berkata:
“Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau
makanan yang telah Allah rezekikan kepadamu.” (QS. al-A’raf: 50)
Aku
berlindung kepada Allah dari makna bahwa “mereka menghendaki makanan dan
minuman.” Sebab makna dari ayat tersebut adalah: “Tuangkanlah kepada kami apa
yang kalian peroleh dan yang membuat kalian berseri-seri.” Al-Qur’an itu
laksana mempelai perempuan; meskipun kamu berusaha melepaskan hijab yang
menutupinya, wajahnya tidak akan tampak jelas olehmu. Meski kamu telah
berupaya memeriksa dirinya, kamu tidak akan mendapatkan
kebahagiaan dan tidak mampu menyingkapnya. Hal ini
dikarenakan merobek hijab justru akan membuat
gadis itu menolakmu dan menipu dirimu. Ia akan bersandiwara dengan menunjukkan
wajahnya yang buruk, seakan-akan ia berkata: “Aku bukan termasuk mempelai yang
cantik.” Dia mampu menunjukkan beragam bentuk raut wajah sekehendak hatinya.
Kondisinya akan berbeda jika dirimu tidak memaksa mempelai untuk menyingkap
hijabnya. Kamu cukup mencari kerelaannya
dengan menyirami
512
Fihi Ma Fihi
kebunnya,
melayaninya dari jauh, dan menyusuri jalan yang disukainya. Dengan begitu,
tanpa perlu menyibak hijabnya, wajah mempelai itu akan terlihat olehmu.
Carilah
‘keluarga’ Allah yang berkata:
“Maka masuklah ke
dalam golongan hamba-hambaku dan masuklah dalam surga-Ku.” (QS. al-Fajr:
29-30)
Allah tidak berbicara kepada setiap orang, sebagaimana
para raja dunia ini tidak berbicara pada setiap tukang tenun. Mereka telah
menunjuk seorang menteri dan wakil untuk menunjukkan jalan kepada manusia.
Allah juga telah menunjuk hamba-hamba pilihan- Nya, sehingga setiap orang yang
mencari Allah akan mendapati Allah berada dalam diri hamba-hamba pilihan itu.
Seluruh Nabi telah datang dengan sebab ini, merekalah sang penunjuk jalan.
Pasal 66. Tubuh Ini Hanyalah Tipuan Semata
SIRAJUDDIN
berkata: “Aku pernah membicarakan suatu masalah dan tiba-tiba aku merasa ada
sesuatu yang menyakiti di dalam hatiku.”
Maulana Rumi menjawab: “Sesuatu
itu adalah wakilmu. Ia tidak mengizinkanmu untuk memperbincangkan
masalah itu.”
Meskipun demikian, kamu tidak bisa melihat wakilmu dengan
mata telanjang. Saat kamu merasa rindu, tertarik, atau sakit, dirimu tahu jika
di sana terdapat wakil. Misalnya kamu masuk ke dalam kolam air, di satu sisi
kamu merasakan kelembutan mawar dan wangi bunga. Namun saat kamu berada di
sisi yang lain, kamu merasakan tusukan duri. Setelah itu kamu baru sadar bahwa
satu sisi adalah bumi berduri (banyak durinya) yang penuh gangguan dan derita,
sedangkan sisi yang lain adalah taman yang dipenuhi kebahagiaan,
Fihi
Ma Fihi
meskipun kamu tidak melihat keduanya. Mereka menamakan
perasa ini dengan sebutan wijdan (hati nurani). Ia lebih terang dari sesuatu
yang dapat dilihat oleh mata.
Misalnya lapar dan dahaga atau kemarahan
dan kebahagiaan, semua itu adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat, namun
semua itu memengaruhi kita lebih dari apa pun yang dapat dilihat. Karena jika
kamu memejamkan mata, kamu tidak akan melihat sesuatu yang ada
dihadapanmu, tetapi dirimu tidak akan bisa mengusir rasa
lapar. Dengan cara yang sama, hangat dan dingin yang melekat pada hidangan
makan malam, serta manis dan pahit yang melekat pada makanan lainnya, semua
ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun lebih dari itu ia mampu
dirasakan oleh organ tubuh yang lain.
Sekarang, mengapa kamu hanya
mementingkan tubuh ini? apa hubunganmu dengan tubuh ini? Padahal
kamu dapat berdiri tanpanya. Selamanya kamu tanpa tubuh. Di malam hari
kamu tidak memedulikan tubuhmu, sementara di siang hari kamu selalu disibukkan
dengan bermacam pekerjaan. Pada saat itu dirimu tidak bersama tubuh. Bagaimana
kamu bisa merasakan gemetar tubuh ini, padahal kamu tidak pernah bersamanya
bahkan selama satu jam pun karena kamu selalu berada di tempat-tempat lain? Di
mana kamu dan di mana tubuh itu? “Kamu berada di satu lembah, dan aku berada
di lembah yang lain.”
Tubuh ini adalah sebuah tipuan besar. Bayangkan
jika kamu mati, maka sejatinya dia juga mati. Lalu apa yang kamu gantungkan
pada tubuh? Dia adalah penipu ulung. Para tukang sihir Fir’aun
516
Fihi
Ma Fihi
yang berdiri seperti semut kecil dan mengorbankan tubuh
mereka karena merasa yakin bahwa mereka akan tetap kekal tanpa tubuh dan tidak
ada ketergantungan antara tubuh dengan mereka. Demikian juga yang terjadi pada
Ibrahim, Isma’il, serta para Nabi lainnya dan wali yang ketika berdiri, mereka
terlepas dari urusan tubuh dan dari sesuatu yang ada maupun yang tidak ada.
Al-Hajjaj
pernah mengisap ganja lalu menyandarkan kepalanya ke pintu dan berkata:
“Jangan menggerakkan pintu ini atau kepalaku akan jatuh!” Dia menyangka bahwa
kepalanya tidak bersambung dengan tubuhnya dan ia masih bisa berdiri karena
pintu itu. Demikian juga dengan keadaan kita dan seluruh manusia: Mereka
menyangka ada keterikatan antara dirinya dengan tubuh mereka, atau mereka
bergantung kepada tubuh untuk bertahan hidup.
Pasal 67. Adam Diciptakan Menurut Hukum-Nya
“Adam
diciptakan menurut citra-Nya.”1 Seluruh manusia menginginkan penampakan.
Misalnya ada banyak perempuan bercadar yang menggiring wajah mereka agar dapat
meraih tujuannya (menampakkan diri), sebagaimana kamu mencoba pisau cukur.
Seorang pecinta berkata pada kekasihnya: “Aku tidak tidur dan tidak makan
hingga diriku jadi begini dan begini karenamu.” Makna ucapan ini adalah:
“Sesungguhnya dirimu mencari penampakan. Aku adalah penampakan itu yang
kamu anggap sebagai kekasihmu.” Demikian pula para cendekiawan dan inovator
yang juga menginginkan penampakan. “Aku adalah harta yang terpendam, dan Aku
ingin dikenal.”
1 Dalam sahih Muslim, ada
juga redaksi hadis yang berbunyi: “Apabila salah seorang darimu berkelahi
dengan saudaranya yang Muslim, maka hendaklah ia menghindari bagian wajah,
karena Allah telah menciptakan Adam dengan rupa dan bentuk wajah-Nya.’”
Fihi
Ma Fihi
“Adam diciptakan menurut citra-Nya,” maksudnya: mengikuti
bentuk hukum-hukum Allah. Hukum-hukum Allah tampak pada semua makhluk
ciptaan-Nya, karena mereka semua adalah bayangan Allah, dan bayangan akan
kekal mengikuti kekekalan pemilik bayangan. Jika kamu merentangkan kelima
jari, maka bayangannya juga akan tampak terentang. Ketika manusia rukuk,
bayangannya akan ikut rukuk. Ketika ia melakukan gerakan iktidal, maka
bayangannya pun akan mengikutinya; ini semua dikarenakan semua makhluk mencari
satu tuntutan dan satu kekasih. Mereka semua berhasrat untuk menjadi para
pecinta Allah, yang merendahkan diri kepada-Nya, yang
memusuhi musuh-musuh-Nya, dan yang menyayangi para kekasih-Nya. Semua ini
adalah hukum-hukum Allah dan sifat-sifat-Nya yang tampak dalam bayangan.
Pada
akhirnya, bayangan kita ini tidak mengetahui siapa kita sesungguhnya, tetapi
kita mengetahuinya. Hanya saja pengetahuan kita, jika dibandingkan dengan ilmu
Allah, bukanlah sebuah pengetahuan. Bukan jaminan setiap apa yang ada pada
seseorang akan tampak dalam bayangannya. Terkadang sebagian saja yang tampak.
Demikian juga dengan sifat-sifat Allah yang tidak semuanya tampak dalam
bayangan kita, melainkan hanya sebagian saja. Allah telah ber rman:
“Dan
tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan hanya sedikit.”
(QS.
al-Isra’: 85)
520
Pasal 68. Mengeluhkan Ciptaan Berarti Mengeluhkan Pada Penciptanya
‘ISA
as. ditanya: “Wahai roh Allah, apa yang lebih besar dan lebih berat di dunia
dan di akhirat?” ‘Isa menjawab: “Murka Allah.” Mereka bertanya:
“Apa yang bisa menyelamatkan dari itu?” ‘Isa
menjawab: “Kuasai dan simpan amarahmu.”
Itulah jalannya. Ketika nafsu
ingin mengeluhkan seseorang, hendaknya ia melawannya dan bersyukur serta
berusaha untuk berpaling ke suatu batasan, di mana ia akan menemukan kecintaan
pada orang lain di hatinya. Karena rasa syukur yang dibuat-buat adalah usaha
untuk mencari cinta Allah.
Maulana Syamsuddin—semoga Allah menyucikan
jiwanya— berkata: “Mengeluh pada ciptaan berarti mengeluh pada Pencipta.” Dia
juga berkata: “Permusuhan dan amarah bagimu laksana api yang menakutkan.
Ketika kamu melihat keburukan, kamu akan melompat
Fihi Ma
Fihi
dari api: padamkanlah agar ia kembali sirna di tempatnya
semula. Jika kamu semakin mengobarkannya dengan pemantik jawaban dan ungkapan
bantahan, maka keluhan itu akan menemukan jalan dan akan datang berulang kali
setelah tiada, dan akan menjadi semakin sulit untuk dipadamkan.”
“Bantahlah
perbuatan buruk mereka dengan bantahan yang baik.”
(QS. al-Mukminun:
96)
Dengan demikian, kamu
bisa mengendalikan musuhmu melalui dua macam cara:
Pertama, ketahuilah bahwa yang menjadi musuhmu bukanlah
daging dan kulitnya, melainkan pikirannya yang hina.
Saat pikirannya dicegah dengan banyak bersyukur, ia pasti akan tercegah. Di
satu sisi ini selaras dengan tabiat bahwa manusia adalah “hamba kebaikan,”
sementara di sisi yang lain kamu tidak meninggalkan sesuatu dari musuhmu yang
bisa diperangi lagi. Seperti anak-anak, ketika mereka mengejek salah satu
temannya dan temannya membalas dengan ejekan pula, maka mereka akan lebih
bersemangat, sambil berkata dalam hati: “Hore, ejekan kita telah berhasil.”
Tetapi ketika temannya tidak terpengaruh oleh ejekannya, maka tentu mereka
akan kehilangan minatnya untuk mengejek lagi.
Kedua, ketika sifat pemaaf
muncul dalam dirimu, musuhmu akan tahu bahwa tuduhannya adalah bohong dan
pandangan dirinya terhadapmu keliru karena ia tidak melihat dirimu yang
sebenarnya. Dari sini bisa diketahui bahwa yang hina bukanlah kamu,
melainkan
522
Fihi Ma Fihi
dirinya.
Tidak dibutuhkan banyak alasan bagi seseorang untuk mengejar musuhnya jika
kebohongan yang dibuat oleh sang musuh telah nyata dan tampak dalam pandangan
mata. Ketika kamu memuji dan berterima kasih padanya, sejatinya kamu sedang
meracuninya. Sebab ketika musuhmu menampakkan kekuranganmu, kamu telah
menampakkan kesempurnaanmu. Karena itulah kamu dicintai oleh Allah:
“Dan
orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang
yangberbuat kebaikkan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)
Orang yang
dicintai Allah tidak akan kekurangan suatu apa pun. Pujilah mereka yang
mengkritisimu, karena bisa saja teman- temannya akan berpikir, “Jika dia bukan
orang muna k ketika berhubungan dengan mereka, tidak mungkin dia sebegitu
harmonis denganmu.”
Meski mereka kuat, cabutlah bulu-bulu jenggot mereka
dengan lembut,
Pukullah budak-budak mereka dengan kekuatan meskipun
postur mereka tinggi dan gemuk.
Semoga Allah memberi kita petunjuk untuk
hal ini!
Pasal 69. Nabi Ayub Belum Kenyang Dengan Ujiannya
ANTARA
hamba dan Allah hanya terpisah oleh dua selubung, yaitu kesehatan dan harta.
Adapun selubung-selubung yang lain tampak dari kedua selubung itu. Orang yang
sehat akan bertanya: “Di mana Allah? Aku tidak mengetahui-Nya, aku tidak
melihat- Nya.” Namun ketika sakit, ia akan berkata: “Ya Allah, ya Allah.” Ia
mengadu dan menyebut nama-Nya. Oleh karena itu, kamu bisa melihat bahwa
kesehatan adalah selubung baginya dengan Allah, sementara Allah berada di
balik sakit itu.
Selama manusia memiliki harta dan hasrat, ia akan terus
memotivasi diri untuk meraih semua yang diinginkannya. Ia akan disibukkan
dengan pekerjaannya siang dan malam. Ketika kerugiaan datang, jiwa mereka
melemah dan mereka berpaling ke sisi Allah.
Fihi Ma Fihi
Mabuk
dan tangan yang kosong membawa-Mu padaku, Aku adalah hamba bagi
kemabukan dan kekosongan tangan-Mu.
Allah menganugerahkan
kepada Fir’aun usia empat ratus tahun, kerajaan, kekuasaan dan kebahagiaan.
Semua itu adalah selubung yang menjauhkan Fir’aun dari sisi Allah. Allah tidak
memberikan kesempatan kepada Fir’aun untuk merasakan kesengsaraan dan sakit,
sehingga membuatnya tak sedetik pun mengingat Allah. Dia ber
rman: “Teruslah sibuk dengan hasratmu dan jangan pernah mengingat-Ku. Selamat
malam!”
Nabi Sulaiman sudah kenyang dengan kerajaannya, Sementara Nabi
Ayyub belum kenyang dengan ujiannya.
Pasal 70. Permata-permata Yang Tersimpan
MAULANA
Rumi berkata: “Perkataan bahwa dalam diri manusia terdapat keburukan yang
tidak dimiliki binatang-binatang dan hewan buas lainnya, tidak berarti bahwa
manusia lebih buruk darinya. Sebab di balik tabiat yang jelek, jiwa yang
buruk, serta kekurangan-kekurangan dalam diri manusia itu, tersimpan permata
di dalamnya.”
Semua akhlak, kekurangan dan keburukan ini menjadi selubung
bagi permata itu. Semakin berharga, mulia dan tak ternilai keindahan permata
itu, maka selubungnya akan semakin besar. Dengan kata lain, kekurangan,
keburukan dan etika yang buruk itu menjadi sebab adanya selubung bagi permata
itu. Selubung itu tidak mungkin bisa disingkap selain dengan mujahadah yang
kontinu.
Fihi Ma Fihi
Mujahadah itu sendiri
bermacam-macam. Mujahadah yang paling mulia adalah menemani orang-orang yang
mengarahkan wajahnya keharibaan Allah dan berpaling dari
dunia ini. Tidak ada usaha yang lebih berat dari mujahadah selain
duduk bersama orang-orang saleh, karena penglihatan mereka dapat melelehkan
dan memfanakan hasrat jiwa. Dari sini mereka berkata: “Jika seekor ular belum
pernah melihat manusia selama empat puluh tahun, maka ia akan menjadi seekor
naga.” Maksudnya adalah karena ular tersebut belum pernah melihat seseorang
yang menjadi penyebab hilangnya kejelekan dan muslihatnya.”
Ketika sebuah
kunci yang besar dipasang, itu menunjukkan bahwa di dalamnya tersimpan sesuatu
yang sangat berharga dan bernilai. Demikian juga dengan selubung; semakin
besar selubungnya, maka permatanya semakin berharga. Seperti seekor ular di
sekitar harta simpanan. Oleh sebab itu, janganlah kamu melihat keburukan kita,
tetapi lihatlah pada mutiara-mutiara dan harta simpanan itu.
Pasal 71. Terbang Meninggalkan Segala Dimensi
KEKASIHKU
bertanya: “Dengan apa si fulan bisa bertahan hidup?”
Perbedaan antara
seekor burung dengan sayap-sayapnya dan orang yang berakal dengan sayap
cita-cita adalah bahwa seekor burung, dengan sayapnya, dapat
terbang dari satu arah ke arah yang lain. Sementara orang
yang berakal menggunakan sayap cita- citanya untuk terbang meninggalkan
berbagai arah dan dimensi. Setiap kuda memiliki kandangnya, setiap binatang
melata memiliki kurungannya, dan setiap burung memiliki sarangnya. Wallahu
a’lam.[alkhoirot.org]