Kaidah Pertama: Perbuatan Tergantung Niat

Kaidah Pertama: Perbuatan Tergantung Niat Sumber kaidah ini adalah " انما الأعمال بالنيات " Hadis sahih dan masyhur yang dikeluarkan oleh al-aimmah as

Kaidah Pertama: Perbuatan Tergantung Niat

Nama kitab: Terjemah Asybah wan Nadhair, al-Asybah wa al-Nadzair (an-Nazhair)
Judul kitab asal: Al-Asybah wan Nadhair fi Qawaidil Fiqh (الأشباه والنظائر في قواعد الفقه للسيوطي)
Penulis: Imam Suyuthi / Suyuti
Nama lengkap: Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti
Tempat/Lahir: Kairo, Mesir, 2 Oktober 1445 M/Rajab 849 H
Tempat/Wafat: Kairo, Mesir, 18 Oktober 1505 M / 911 H
Penerjemah:
Bidang studi: Ushul fikih, Hukum syariah

Daftar Isi 
  1. Kaidah Pertama: Setiap Perkara Tergantung Tujuan
    1. Sumber kaidah
    2. Beberapa bab fikih yang merujuk ke kaidah ini
    3. Fungsi disyariatkannya niat
    4. Waktu Niat
    5. Tempat Niat
    6. Syarat-syarat Niat
    7. Beberapa pemasalahan fikih yang berkaitan dengan kaidah ini
    8. Penutup
  2. Kembali ke: Terjemah Asybah wan Nadhair

Kajian kitab Al-Asybah Wan-Nadzâir fî Qawâ'idi Wa Furu'i Fiqhi As-Syafi'iyah
( Karya: Al-imam Jalaluddin Aburahman bin Abi Bakr As-Suyûthi)

Kaidah Pertama: Perbuatan Tergantung Niat  "الأموربمقاصدها"

Ada tujuh pembahasan dalam kaidah ini : 

1. Sumber kaidah
Sumber kaidah ini adalah " انما الأعمال بالنيات " Hadis sahih dan masyhur yang dikeluarkan oleh al-aimmah as-sittahh  adapun periwayatannya para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan bahwa periwayatannya melalui Umar bin Al-Khattâb dan ada yang mengatakan melalui Ali bin Abi Thalib. Namun ada sesuatu yang menarik bahwasanya Imam Malik tidak mencantumkan hadis ini dalam kitabnya Al-Muatha.

2. Beberapa bab fikih yang merujuk ke kaidah ini
    Ada beberapa pendapat ulama tentang pembahasan ini ada yang mengatakan bahwa sepertiga ilmu itu merujuk kepada kaidah ini diantara ulama tersebut adalah Al-imam Assyafi'i, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Mahdi dan Ibnu Madini ada pula yang mengatakan seperempat ilmu.
Adapun alasan mereka yang mengatakan bahwa sepertiga ilmu merujuk kepada kaidah ini diantaranya adalah pekerjaan seorang hamba terbagi pada tiga tempat yaitu hatinya, lisannya, dan anggota badan lainnya. Dan niat adalah bagian dari amal tersebut, bahkan niat bisa menjadi ibadah yang independen. Imam Ahmad berkata bahwasanya dasar Islam itu terdapat pada tiga hadis:

1 انما الأعمال بالنيات

2 من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
3  الحلا ل بين و الحرام بين

Adapun Imam Suyûti berpendapat ada 70 bab fikih yang merujuk kepada kaidah ini secara global diantaranya :
1)    Seperempat ibadah seperti wudhu, mandi -baik yang wajib atau sunnah-, tayamum dan membasuh khuf.
2)    Shalat
3)    Zakat
4)    Puasa
5)    I'tikaf
6)    Haji dan 'Umroh
7)    Nadzar, Thalaq, Kafaroh, Jihad, Memebaskan budak, Wasiat, Nikah, Wakaf, Kontrak
8)    Akad (jual beli, wakaf, hibbah, hiwalah, wakalah dll)
9)    Setiap amal yang bertujuan untuk bertaqorub
10)    Qishâs
11)    Murtad
12)    Melunasi hutang
13)    Luqatah (barang temuan)

3. Fungsi disyari'atkannya niat

Secara garis besar Fungsi niat ada dua :
1.    Untuk membedakan antara ibadah dan adat
Misalnya: mandi dan wudhu. Adapun yang membedakan apakah keduanya dilakukan hanya untuk menyejukan badan atau thâhârah adalah niat.
2.    Untuk membedakan tingkatan ibadah
Misalnya: shalat ada yang wajib dan ada yang sunah, maka untuk membedakannya dengan niat.

Ada beberapa pembahasan yang berkenaan dengan pembahasan ini diantaranya:

a.    Niat tidak disyaratkan pada ibadah yang tidak menyerupai adat seperti:
o    Iman kepada Allah
o    Niat
o    Membaca Al-Quran kecuali dalam nadzar
o    Adzan
o    Menghilangkan najis
o    Memandikan mayat
o    Keluar dari shalat
b.    Diharusakan menentukan (baca: ta'yin) niat pada ibadah yang sama. Adapun dalil atau dasar pen-ta¬'yin-an niat ini adalah hadis:

"وانما لكل امرء ما نوى"

Contohnya :
o    Shalat dzuhur, ashar dan isya. ketiga-tiganya mempunyai bentuk dan gerakan yang sama, maka untuk membedakannya dengan men-ta'yin niat.
o    Shalat sunah hajat dan istikharah
o    Shalat tashbîh dan shalat qatl
o    Shalat sunah ghaflah(shalat sunah diantara maghrib dan isya')
o    Shalat sunah safar
o    Puasa

Kaidah yang berkaitan dengan pen-ta'yin-an niat ini adalah:

1). "  ما لا يشترط التعرض له جملة و تفصيلا اذا عينه وأخطأ لم يضر  ".
Artinya: Setiap ibadah yang tidak disyaratkan men-ta'yin, baik secara global atau terperinci, maka apabila ia di-ta'yin dan kemudian salah, maka ibadahnya sah.seperti menta'yin tempat shalat dan waktunya.
2) "  ما  يجب التعرض له جملة و لا يشترط تفصيلا اذا عينه وأخطأ  يضر  " yang artinya ibadah yang tidak disyaratkan men-ta'yin-nya secara secara terperinci   kemudian dia salah menta'yinnya maka ibadahnya tidak sah seperti bilangan raka'at.
     Tanbih : apabila terjadi kesalahan pada keyakinan bukan ta'yin maka ibadahnya sah seperti seseorang  yang berkeyakinan niat puasa pada hari senin sedangkan kanyataanya hari selasa maka puasanya sah.
 
c.    Diharuskan men-ta'yin niat pada ibadah yang fardhu (tamyiz)
    contoh :
o    Shalat
o    Zakat
o    Puasa
o    Khutbah
Tanbih :
1)    Menta'yin niat fardiyah wudhu karena yang dimaksud dengan wudhu tersebut adalah bersuci dari hadas yang disyaratkan dalam sahnya shalat dan syarat sesuatu ibadah adalah fardhu.
2)    Men-ta'yin niat fardiyah shalat hanya di peruntukan bagi yang sudah baligh.
3)    Men-ta'yin niat shalat I'adah fardiyah agar tidak menjadi shalat sunah.
4)    Menta'yin niat dalam tayamum tidak sah karena bentuk tayamum sama, baik dalam mengangkat hadas besar atau kecil berbeda dengan wudhu dan mandi.
5)    Tidak disyaratkan men-ta'yin ibadah yang fardhu 'ain atau pun fardhu  kifayah.

d.    Disyaratkan niat adaa (melaksanakan ibadah pada waktunya) atau qodho
Adapun contoh keduanya ada dalam shalat namun dalam bentuk :
o    Mensyaratkan keduanya.
o    Mensyaratkan qodho saja karena adaa mempunyai waktu khusus.
o    Apabila seseorang meninggalakan shalat dan ia meniatkan adaa maka ketika ia ingin meng-qodho harus dengan niat adaa.
o    Tidak disyaratkan keduanya seperti seseorang yang berijtihad shalat ketika cuaca mendung atau seorang tawanan yang niat puasa kemudian waktu keduanya jelas setelah habisnya waktu shalat atau puasa maka ibadah keduanya sah karena adanya 'udzur
Ada pembahasan menarik dalam hal ini yaitu maslah penggabungkan niat yang terbagi menjadi 4 bentuk :
1)    Menggabungkan niat ibadah dengan selain ibadah maka ibdahnya batal
Contoh : seseorang yang berkurban dengan niat untuk Allah dan selain –Nya
2)    Menggabungkan ibadah fardhu dengan ibadah sunah ada dalam beberapa bentuk diantarnya:
o    Sah keduanya
Contoh : seseorang yang niat shalat fardhu dengan sahalat sunah tahiyyah masjid
o    Sah fardhu-nya saja
Contoh : sesorang yang niat haji fardhu dan haji sunah
o    Sah sunah-nya saja
Contoh : seseorang yang mengeluarkan 5 dirham dengan niat zakat dan shodaqoh
o    Batal keduanya
    Contoh : seorang masbuk dan imam masih dalam keadaan ruku kemudian ia
          takbir dengan satu takbir – tanpa membedakan takbiratulihram
          dengan takbir sebelum ruku'-  maka shalatnya tidak sah.
3)    Menggabungkan ibadah fardhu dengan ibadah fardhu lainnya
Imam Subki mengatakan bahwa dalam hal ini sah hanya pada haji dan 'umroh
4)    Menggabungkan ibadah sunah dengan ibadah sunah lainnya maka keduanya sah
    Contoh : mandi jum'ah dengan mandi 'ied
5)    Meniatkan dua ibadah namun keduanya berbeda hukum
     "Seperti seseorang yang mengakatakan kepada istrinya " أنت على حرام"
        menurut Qoul  yang asoh maka ia harus memilih diantara keduanya (thalak dan dzihar)

4.   Waktu Niat

        Pada dasarnya waktu ibadah itu terletak di awal ibadah itu sendiri namun ada beberapa yang di perbolehkan mendahulukan niat sebelum ibadah itu dikererjakan diantaranya :
o    Puasa (fardhu) sebelum fajar
o    Zakat
o    Kafaroh
o    Shalat jama'
o    Kurban

Tanbih
1.    Ibadah yang awalnya berupa dzikir atau talafudz maka harus disertai dengan niat seluruhnya atau   awalnya saja.
Contoh : takbiratul ihram maka ketika niat harus pada semua huruf takbir tersebut.
2.    Ibadah yang awalnya hakiki atau nisbi maka niatnya niatnya harus  disertai pekerjaan ibadah itu sendiri.
Contoh : (awal nisbi) tayamum maka niat dilakukan ketika memindahkan debu ke wajah   padahal rukun tayamum itu sendiri dimulai ketika membasuh wajah (awal hakiki) mandi.
3.    Ibadah yang bersifat af'al (tidak berupa dzikir) maka niatnya cukup diawal saja tidak harus diseluruh rukun ibadah itu sendiri.
contoh : wudhu, shalat dan haji maka pelaksanaan niat cukup di awal saja atau ketika ihram -dalam haji- tidak pada setiap pekerjaan haji seperti thowaf, sa'i dan wukuf.
    Catatan :
    1. Ibadah yang tidak boleh menyertakan niat pada setiap rukunnya seperti  shalat.
2. Ibadah yang boleh menyertakan niat pada setiap rukunnya bahkan disunahkan  
    sebagai penyempurna seprti thoaf,sa'i dan wukuf dalam haji.
3. Ibadah yang disyaratkan –dalam pelaksanaannya-tidak meniati ibadah yang lain   
    Seperti wudhu apabila dipertengahan wudhu dia niat tabarrud (menyegarkan)   
    maka amal yang telah dikerjakan akan sah kalau dia mentajdid (memperbaharui)
    niatnya.
4. Ibadah yang disyaratkan meniati ibadah yang lain ketika ibadah itu berlangsung
    seperti wukuf maka apabila seseorang yang melintasi 'arofah untuk berdagang dan  
    dia sendiri tidak tahu kalau dia sedang di 'arofah kemudian dia meniatkan untuk   
     wukuf maka wukufnya sah.                         

Tanbih
Ibadah yang disyaratkan meniati ibadah yang lain ketika ibadah itu berlangsung.seperti niat sujud syahwi ketika shalat.

5. Tempat Niat
        
        Tempat setiap ibadah terletak di hati karena haikat niat itu sendiri adalah Alqoshdu (keinginan).Imam Baidhowi mengartikan niat dengan " keterdorongan hati untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ia lihat atau rasakan guna mendapatkan manfaat dan mencegah bahaya baik saat ini atau masa yang akan datang " syari'at pun menghuksuskan irodah (keinginan) itu semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah SWT. dan melaksanakan hukum-hukum-Nya. dengan pemaknaan niat seperti ini maka ada dua kesimpulan :

1.    Niat tidak cukup dengan lisan saja tanpa adanya keinginan dalam hati.
        Apabila niat seseorang berebeda antara hati dan lisan maka yang sah adalah niat  
            dalam hati.
       Contoh :
a)    Seseorang yang dalam hatinya niat wudhu sedangkan lisannya meniati tabarrud maka yang sah adalah niat wudhunya.
b)    Seseorang yang bersumpah, namun dia tidak meniatkan dalam hati. Maka ketika melanggar, tidak terkena kafarah.

2.    Niat cukup dengan hati saja, tanpa harus ada talaffudz (pengucapan).
          Contoh :
a)    Seseorang yang niat –dalam hati- mengelola sebuah lahan untuk membangun sebuah masjid maka tanah itu menjadi masjid tanpa harus adanya pengucapan niat.
b)    Seseorang yang bersumpah tidak akan memberi salam pada Fauzi kemudian ia memberi salam kepada kaumnya dan Fauzi termasuk didalamnya akan tetapi ia mengecualikannya dalam hati maka ia tidak melanggar sumpah.
c)    Seseorang yang niat dalam hatinya nadzar atau thalak kemudian tidak melafadzkannya maka nadzar dan thalaknya tidak sah

6.  Syarat-syarat Niat

Syarat niat ada empat :
1.    Islam
Beberapa masalah fikih yang keluar dari syarat ini :
a)    Kitabiyah yang hidup di Negara islam kemudian menikah dengan seorang muslim maka mandi (janabah) dan wudhunya sah dengan niatnya-walaupun masih dalam keadaan non islam- karena dorurah.
b)    Seorang kafir sah membayar kafaroh dengan niatnya karena niat disini bukan untuk taqorub melaikan untuk tamyiz dan secara umum kafaroh tersebut sebagai denda bukan sebagai ibadah.
c)    Zakat yang dikeluarkan oleh seorang yang murtad adalah sah.
d)    Puasanya seoarang kafir yang masuk islam ketika terbitnya fajar maka puasanya sah.
2.    Tamyiz
    Maka tidak sah ibadah seorang anak kecil yang belum mumayiz dan orang gila.
    Masalah fikih yang keluar dari syarat ini :Seorang anak kecil yang diwudhukan oleh    
      orang tuanya ketika ingin thoaf.
3.    Mengetahui apa yang ia niatkan
Seseorang yang tidak mengetahui fardhu wudhu dan shalat atau mengetahui fardhunya namun tidak mengetahui rukunnya maka wudhu dan shalatnya tidak sah.
4.    tidak melakukan sesuatau yang bisa membatalkan niat tersebut
seperti seseorang yang murtad ketika melaksanakan shalat,haji atau puasa.kecuali dalam wudhu dan mandi karena amaliyah wudhu dan mandi tidak terikat satu dan lainnya maka amaliyah sebelum murtadh tetap sah dan amaliyah setelah murtadh tidah sah.

Beberapa hal yang bisa memabatalkan niat :
a)    Memutuskan atau membatalkan niat itu sendiri
Contoh : membatalkan niat shalat,puasa,haji dan toharoh atau melaukan sesuatu yang bisa membatalkan ibadah terebut ketika ibadah tersebut  berlangsung maka ibadahnya batal.
b)    Tidak adanya kemapuan untuk mengerjakan apa yang ia niatkan
Contoh   :   baik secara akal seperti niat wudhu fardhu namun tidak untuk   
       shalat atau syaria'at sepeti seseorang yang niat shalat ditempat yang najis   
       atau adat seperti seseorang yang niat shalat ied tetapi ia masih dibulan    
       ramadhan.
c)    Adanya keraguan dan tidak ada keinginan yang kuat
contoh : seseorang yang ragu apakah ia membatalkan shalat atau tidak atau membatalanya dengan syarat tertentu maka shalatnya batal.    
Seseorang yang yakin kalau dia sudah wudhu dan ragu-ragu apakah sudah batal atau belum kemudian ia shalat dan setelah shalat ada beberapa hal yang menunjukan bahwa ia berhadas maka harus mengulang shalatnya

Beberapa masalah fikih yang mengesahkan ibadah walapun adanya keragu-raguan
a)    Seseorang yang ragu-ragu apakah air ini air mawar atau air biasa dan ia tidak beusaha mencari tahu kemudian berwudhu dengan kedua-duanya maka wudhunya sah karena doruroh.
b)    Seseorang yang ragu-ragu apakah ia harus meng-qodho shalat maghrib atau tidak, kemudian ia mengqodho shalat maghrib setelah selesai shalat ternyata dia ingat bahwa ia sudah melaksanakan shalat maghrib maka shalat qodho maghribnya sah.
c)    Seseorang yang shalat sendiri kemudian mengulang shalatnya secara berjama'ah dengan niat fardhiyah setelah shalat ternyata dia tahu bahwa shalat yang petama tidak sah karena tidak membaca fatihah maka shalat yang kedua sah.

7.  Beberapa pemasalahan fikih yang berkaitan dengan kaidah ini

        Para ulama berbeda pendapat tentang niat apakah termasuk dalam rukun atau syarat ibadah? para Jumhur berpendapat bahwa niat adalah rukun dan bagian dari ibadah itu sendiri,sedangkan syarat diluar ibadah. Menurut Imam Ghozali bahwasanya niat menjadi rukun pada puasa dan menjadi syarat pada shalat. berbeda dengan pendapat Syaikhoni  yang menyatakan bahwa niat menjadi syarat dalam puasa dan menjadi rukun dalam shalat. dan imam Ali berpendapat bahwa apabila ibadah itu tidak sah tanpa niat maka niat itu menjadi rukun dan ibadah itu sah tanpa niat maka niat itu menjadi syarat akan tetapi pahala ibadahnya tergantung dengan niat itu seperti perkara yang mubah dan menahan diri dari maksiat atau dengan kata lain bahwa niat taqorrub menjadi syarat untuk mendapatkan pahala.
        Kaidah " النية فى اليمين تخصص اللفظ العام ولا تعمم اللفظ الخاص "yang artinya : niat pada sumpah mengkhususkan lafadz umum dan tidak mengumumkaan lafadz khusus contoh untuk yang pertama seseorang bersumpah bahwa ia tidak akan berkata dengan siapa pun akan tetapi dalam hatinya berniat hanya kepada zaid maka ia harus membayar kafaroh kalau berbicara dengan zaid, contoh yang kedua seseorang yang bersumpah tidak akan masuk ke rumah tertentu kecuali dalam keadaan haus maka ia tidak membayar kafaroh kalau dia makan atau memakai baju dalam rumah itu.
        Kaidah " مقاصد اللفظ على نية اللا فظ " maksud lafadz tergantung dengan niat si pengucap kecuali dalam keadaan bersumpah dihadapan  Qody pada sebuah persidangan, maka niat yang dipakai adalah niat Qody,baik antara orang yang bersangkutan dengan sang Qody satu keyakinan (madzhab) atau tidak.
Beberapa permasalahan fikih yang berkaitan dengan kaidah ini :
a)    Apabila seorang mempunya istri yang bernama Thaliq kemudian dia memangilnya dengan sebutan Thaliq maka apabila ia meniati thalak maka thalak itu terjadi akan tetapi kalau ia meniati hanya untuk memanggil maka thalak itu tidak terjadi atau tidak meniati kedua-duanya maka menurut  pendapat yang asoh thalak-nya tidak terjadi.
b)    Seseorang yang mengunakan perhiasan dengan niat menggunakannya hanya untuk perhiasan –sesuai dengan adat setempat- maka tidak wajib zakat akan tetapi kalau ia meniatinya sebagai  harta simpanan maka wajib mengeluarkan zakat.apabla ia tidak meniati kedua-duanya maka tidak wajib zakat.
c)    Seseorang yang sedang dalam keadaan junub kemudian berzikir dengan Lafadz Zikir yang ada dalam Al-Quran, kalau ia meniati membaca Quran maka haram akan tetapi kalau ia meniati dzikir maka boleh atau ia meniati kedua-duanya maka haram.
Beberapa masalah fikih yang keluar dari kaidah ini-yang memperbolehkan ibadah fardhu dengan niat sunnah- Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya Al-washit bahwa standar diperbolehkannya hal ini adalah apabila niat itu mencakup fardhu dan sunnah secara bersamaan kemudian pelaksanaan ibadah itu dilakukan dengan niat sunah.
a)    Seseorang yang duduk tasyahud akhir akan tetapi dia mengira bahwa itu adalah tasyahud awal maka sah.
b)    Seseorang niat haji,umroh atau thoaf yang sunah akan tetapi didalamnya terdapat ibadah yang fardhu maka ibadah-sunah- tersebut tetap sah.

Penutup
Kaitan ilmu bahasa arab dengan kaidah " الأمور بمقاصد ها "   maka menurut imam Sybaweh bahwasanya jumhur berpendapat bahwa sesuatu itu bisa disebut kalam kalau diucapkan dengan sengaja atau dalam keadaan sadar maka apa yang diucapkan oleh orang yang tidur atau mabuk tidak dianggap sebagai kalam oleh karena itu kaidah ini hanya berlaku pada kalam saja.[]

LihatTutupKomentar