Salat Spiritual Dan Salat Formal
Nama kitab: Terjemah Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan Jalaluddin Rumi
Judul kitab asal: (فيه ما فيه)
Penulis: Jalaluddin Rumi (جلال الدين الرومي)
Nama lengkap: Muhammad Jalal al-Din Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qounawy
Nama lengkap dalam bahasa Arab: مُحَمَّد بن مُحَمَّد بن حُسَيْنَ بَهَاءٌ الدِّين البَلَخي الْبَكْرِيّ
Lahir: Balkh, Afghanistan, 1260 M / 658 H
Asal: Balkh, Afghanistan
Wafat: Konya, Türkiye, 672 H/ 1273 M (usia 66 tahun)
Bidang studi: Tasawuf, sufisme
Daftar isi
- Pasal 31. Aku Menghendaki Untuk Tidak Berkehendak
- Pasal 32. Sang Guru Keyakinan
- Pasal 33. Pencari Kebebasan Tidak Akan Memburu Ikatan
- Pasal 34. Bumi Allah Itu Luas
- Pasal 35. Al-Qur'an: Sang Magician Yang Menakjubkan
- Pasal 36. Lukisan Adalah Bukti Adanya Pelukis
- Pasal 37. Dari Lautan Itulah Tetesan Ini Berasal
- Pasal 38. Salat Spiritual Dan Salat Formal
- Pasal 39. Jalan Kefakiran
- Pasal 40. Tidak Menjawab Juga Merupakan Sebuah Jawaban
-
Kembali ke:
Terjemah Fihi Ma Fihi Jalaludin Rumi
Pasal 31. Aku Menghendaki Untuk Tidak Berkehendak
SEORANG polisi akan selalu mengejar para pencuri untuk diamankan,
sementara para pencuri akan selalu berusaha untuk melarikan diri. Sangat
jarang sekali ada seorang pencuri yang mencari polisi untuk menyerahkan diri
dan bertekuk lutut di depannya.
Allah SWT ber rman kepada Abu Yazid: “Apa
yang kamu inginkan Abu Yazid?” Abu Yazid menjawab: “Aku menghendaki untuk
tidak berkehendak.”
Manusia hanya memiliki dua kondisi: Berkehendak atau
tidak berkehendak. Ketiadaan kehendak sama sekali bukanlah sifat manusia,
sebab manusia akan menjadi kosong dan sirna tanpa kehendak. Selagi manusia
masih ada, maka salah satu dari dua sifat tersebut akan tetap ada dalam diri
mereka: Berkehendak atau
Fihi Ma Fihi
tidak
berkehendak. Tetapi Allah ingin menyempurnakan jiwa Abu Yazid dan
menjadikannya sebagai seorang guru paripurna sehingga ia bisa meraih suatu
keadaan di mana ia tidak lagi mengenal kata “kemenduaan” dan perpisahan. Ini
merupakan bentuk penyatuan antara berkehendak dan tidak berkehendak. Segala
penyakit dan kegelisahan akan muncul saat kamu menginginkan sesuatu tapi kamu
merasa kesulitan untuk menggapainya. Tapi jika kamu tidak menginginkan apa
pun, maka tidak akan ada kesakitan sedikit pun di sana.
Manusia terbagi
ke dalam beberapa golongan dan tingkatan yang berbeda-beda. Sebagian dari
mereka berusaha untuk meningkatkan diri dengan berusaha dan bekerja keras,
namun apa yang diinginkan oleh hati dan pikirannya tidak terwujud di dunia
nyata. Beginilah ketika kita membahas tentang takdir manusia. Ketika hati
tidak tergelitik oleh sebuah keinginan dan tak terbesit di dalamnya sebuah
pikiran, maka manusia telah berbeda haluan dengan ketentuan Tuhan, dan hal itu
tak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan yang maha benar.
“Dan
katakanlah (wahai Muhammad): ”Telah datang kebenaran dan telah sirna
kebatilan.” (QS. an-Najm: 42)
“Masuklah wahai orang yang
beriman. Sesungguhnya cahayamu akan memadamkan api-Ku.” Ketika iman seorang
Mukmin telah mencapai kesempurnaan yang hakiki, maka dia akan mengerjakan
294
Fihi
Ma Fihi
apa yang dikerjakan oleh Allah SWT, baik dengan kehendaknya
sendiri maupun dengan kehendak-Nya.
Dikatakan bahwa pascawafat Rasulullah
Saw., wahyu tidak akan turun lagi kepada manusia, apa alasan tidak akan turun
lagi? Sesungguhnya wahyu masih terus turun, meski tidak lagi disebut sebagai
wahyu. Seperti yang pernah disinggung oleh Rasulullah dalam sebuah hadis:
“Orang Mukmin memandang dengan cahaya Allah.” Ketika dia melihat dengan cahaya
Allah, ia akan melihat segalanya; yang pertama dan yang terakhir, yang gaib
dan yang tampak, karena bagaimana mungkin sesuatu bisa tersembunyi dari cahaya
Allah? Kalau ada sesuatu yang tersembunyi, maka itu bukanlah cahaya Allah.
Jadi, esensi dari cahaya itu adalah wahyu meski ia tidak disebut sebagai
wahyu.
Ketika pertama kali Usman ra. menjadi khalifah, beliau segera
menaiki mimbar, sementara orang-orang menunggu apa yang akan beliaukatakan.
Sangkhalifahterdiamdantidakberkataapa-apa. Beliau hanya memandangi kerumunan
orang-orang yang datang. Tiba-tiba, mereka yang hadir dihinggapi oleh rasa
takut dan tidak kuasa untuk beranjak pergi. Masing-masing mereka tidak ada
yang tahu di mana yang lainnya duduk. Namun pada peristiwa besar tersebut,
seakan- akan ada ratusan wejangan dan khotbah yang meresap ke dalam jiwa
mereka. Berbagai hikmah tergenggam, beragam rahasia yang sebelumnya tidak
diketahui tersingkap. Hingga waktu usai, khalifah terus memandangi mereka
tanpa terucap sepatah kata pun. Sebelum meninggalkan mimbar, beliau berkata:
“Kalian lebih butuh pada pemimpin yang banyak bekerja dari pada pemimpin yang
banyak
295
Fihi Ma Fihi
bicara.” Apa
yang dikatakannya benar. Bila yang dikehendaki dari sebuah ucapan adalah
hikmah, petuah, dan pembinaan moral, maka tanpa berkata apa pun, semua itu
bisa diperoleh berkali-kali lipat dari yang diperoleh dengan ucapan.
Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Usman itu adalah untuk mengomentari dirinya
sendiri. Selama berada di atas mimbar, beliau tidak melakukan sesuatu
pekerjaan apapun yang bisa dilihat; beliau tidak salat, berhaji, bersedekah,
beliau tidak menyebut nama Allah dan tidak pula berpidato. Dari sini kita
mengambil kesimpulan bahwa amal perbuatan tidak hanya dibatasi oleh bentuk
luarnya saja. Perbuatan lahiriyah itu hanyalah simbol dari pelaku amal yang
sebenarnya yaitu roh.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sahabat-sahabatku
seperti bintang- gemintang, siapapun yang kalian ikuti, pastilah kalian akan
mendapat petunjuk.” Ketika seseorang melihat bintang, ia akan menemukan
jalannya padahal bintang itu tidak berkata sama sekali. Hanya dengan
melihatnya, seseorang bisa menemukan jalan untuk mencapai tujuan mereka.
Demikian juga ketika kamu melihat para wali Allah. Mereka berbuat baik padamu
tanpa kata-kata, tanpa pertanyaan, tanpa khotbah, tapi maksud kedatanganmu
bisa dipahaminya dan kamu akan sampai pada tujuanmu.
Siapa yang mau
melihat, lihatlah aku,
karena pandanganku ini adalah peringatan bagi
orang yang mengira cinta itu mudah.
296
Fihi
Ma Fihi
Di dunia ini, tidak ada yang lebih sulit ketimbang
menanggung sesuatu yang mustahil. Bayangkan jika misalnya
kamu sudah mempelajarisebuahkitabdankamumembenarkannya, mengubahnya dan
mengutip kitab tersebut. Kemudian seseorang yang duduk di sampingmu membaca
buku itu dengan salah, apakah kamu tahan untuk tidak membenarkannya? Tidak
mungkin. Seandainya kamu belum membacanya, tentu persoalannya akan jadi lain,
entah orang itu mau membaca dengan benar atau tidak di hadapanmu, semua tidak
ada bedanya karena kamu tidak bisa membedakan yang salah dan yang benar.
Demikianlah, menanggung sesuatu yang mustahil adalah sebuah mujahadat yang
sangat berat.
Para Nabi dan wali tidak pernah melewatkan dirinya dari
mujahadat. Mujahadat mereka yang pertama adalah memerangi hawa nafsu dan
meninggalkan kesenangan serta syahwat duniawi, inilah jihad yang terbesar
(jihad al-akbar). Ketika mereka telah sempurna dan sampai pada tingkat
ketenangan yang meneduhkan, tersingkaplah mana yang salah dan mana yang benar
di hadapan mereka. Mereka juga tahu siapa yang berbuat salah dan siapa yang
berbuat benar. Mereka terus bermujahadah. Segala perbuatan makhluk yang
menurut mereka salah, mereka akan melihat itu dan menanggungnya. Sebab jika
mereka melakukan hal yang sebaliknya, yaitu membeberkan dan menjelaskan
kesalahan manusia, maka tidak seorang pun yang akan berdiri di hadapannya dan
menghaturkan salam kepadanya. Tapi Allah menganugerahkan kepada mereka
kemampuan yang besar dan kesabaran luas untuk menangggung (kesalahan umatnya).
Dari ratusan kesalahan tersebut, hanya satu
297
Fihi
Ma Fihi
saja yang mereka sebutkan dan selebihnya mereka sembunyikan
agar tidak memberatkan manusia. Bahkan pada awalnya, mereka memujinya dengan
berkata: “Kesalahanmu adalah perbuatan yang benar” lalu mereka menangkisnya
dari berbagai kesalahan itu secara perlahan-lahan dan satu persatu.
Sebagaimana
seorang guru yang mengajari seorang anak menulis,
ketika si anak sudah menyelesaikan satu baris, ia menulis satu baris lagi dan
menunjukkan hasilnya kepada gurunya. Di matanya, semua tulisan anak itu salah
dan jelek, namun dengan bahasa yang ramah dan menyenangkan hati sang anak, ia
berkata: “Bagus sekali. Tulisanmu sangat luar biasa. Selamat, selamat. Tapi
kenapa kamu tidak menulis huruf ini dengan baik. Ini seharusnya ditulis
begini, dan huruf ini seharusnya juga begini.” Sang guru menjelaskan
huruf-huruf yang salah dan mengajarinya bagaimana seharusnya ia menulis.
Selebihnya, sang guru memuji anak itu sehingga hati si anak tidak menjauh
darinya dan jiwa anak yang lemah menjadi kuat dengan perbuatan baik sang guru,
secara bertahap mereka terus diajari dengan cara tersebut.
Kita berharap
semoga Allah menganugerahkan kemudahan pada sang Amir untuk meraih
cita-citanya dan semua rencana hatinya. Semoga ia mendapatkan anugerah
yang baik, yang tak pernah terbesit dalam benaknya dan tidak
diketahuinya, sehingga jiwa sang raja bisa condong padanya. Kami berharap itu
menjadi nyata. Karena di saat dia melihat anugerah dan mampu menggapainya, ia
akan memandang malu pada segala cita-cita dan kesenangan sebelumnya.
Sebagaimana pemberian ini, langkah dan
298
Fihi Ma
Fihi
nikmat ini bisa menentramkan jiwaku. Lantas bagaimana mungkin
aku mengharapkan segala kesenangan itu? Demikianlah, semoga raja akan merasa
malu. Itulah yang disebut dengan berkah, sesuatu yang tidak pernah terbesit
dalam pikiran manusia dan terlintas dalam benaknya, karena setiap apa yang
berkelebat dalam benak manusia hanya mengikuti kadar semangat dan kemampuannya
saja. Sementara berkah dari Allah mengikuti kadar kemampuan-Nya. Oleh sebab
itu, berkah adalah hak prerogratif Allah. Bukan milik dugaan dan cita-cita
manusia. Sebagaimana dilansir dalam sebuah hadis Qudsi: “Bagi hamba-hamba-Ku
yang saleh, telah Aku sediakan kenikmatan surga yang belum pernah dilihat
mata, didengar telinga dan terlintas di hati manusia.” Rumi berkata:
“Pemberian yang kamu harapkan dariku masih bisa dilihat oleh mata, didengar
oleh telinga, dan digambarkan dalam hati. Tapi anugerah Allah telah melampaui
semua batasan itu.”
Pasal 32. Sang Guru Keyakinan
KEYAKINAN adalah guru yang sempurna, sementara prasangka yang
baik dan benar adalah murid-muridnya yang disesuaikan dengan peringkat mereka
yang bermacam-macam: prasangka, prasangka yang kuat, prasangka yang lebih
kuat, dan seterusnya. Ketika prasangka bertambah kuat, maka ia semakin dekat
dengan keyakinan dan menjauh dari pengingkaran. “Jika iman Abu Bakar
ditimbang…” Setiap prasangka yang benar meminum air susu dari dada keyakinan,
dan kemudian tumbuh besar. Prasangka yang meminum susu dan kemudian tumbuh
besar itu menunjukkan bahwa prasangka bisa tumbuh karena ilmu dan amal. Hingga
akhirnya setiap prasangka akan menjadi keyakinan dan tidak tersisa lagi
kepingan-kepingan prasangka.
Fihi Ma Fihi
Sang
guru dan murid-murid mereka di dunia ini adalah aksiden dari Guru Keyakinan.
Keberadaan para murid itu adalah bukti bahwa meski bentuk ajaran selalu
berubah dari waktu ke waktu dan generasi ke generasi, Guru Keyakinan beserta
keturunannya—prasangka- prasangka yang benar—adalah tetap abadi dan tidak
pernah berubah oleh berlalunya musim dan waktu.
Sementara itu,
prasangka-prasangka yang keliru dan menyesatkan adalah murid-murid buangan
dari Guru Keyakinan. Setiap hari mereka menjauh darinya dan bobotnya pun
menurun dalam pandangan sang Guru, sementara pengetahuannya terus bertambah
dan semakin berlipat-lipat.
“Dalam hati mereka terdapat
penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya.” (QS. al-Baqarah: 10)
Para
majikan memakan kurma basah sementara para hamba sahaya hanya memakan duri.
Allah SWT ber rman:
“Apakah mereka tidak memerhatikan
bagaimana unta itu diciptakan?”
(QS. al-Ghasyiah: 17)
“Kecuali
orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 60)
302
Fihi
Ma Fihi
“Maka kejahatan mereka diganti oleh Allah
dengan kebaikan.” (QS. al-Furqan: 70)
Setiap pengalaman yang
merusak prasangka yang dicapai oleh orang-orang semacam itu kelak akan menjadi
kekuatan bagi mereka untuk memperbaiki prasangkanya itu. Hal ini ibarat
seorang pencuri ulung yang bertaubat kemudian menjadi seorang polisi. Saat
itu, setiap trik pencurian yang biasa ia praktikkan akan menjadi kekuatan
baginya untuk berbuat baik dan menegakkan keadilan. Tentu saja polisi itu
lebih baik ketimbang polisi lainnya yang belum pernah mencuri. Sebab seorang
polisi yang pernah mencuri mengetahui cara dan pola yang biasa digunakan oleh
para pencuri. Kondisi para pencuri tidak tabu lagi bagi polisi yang satu ini.
Seandainya orang seperti polisi ini menjadi seorang guru, tentu ia akan
menjadi guru yang sempurna, penjaga alam dan penuntun zaman.
Pasal 33. Pencari Kebebasan Tidak Akan Memburu Ikatan
Mereka
berkata:
“Menjauhlah dari kami dan janganlah kalian mendekat” Bagaimana
mungkin aku menjauh sementara kalian adalah kebutuhan kami?
KETAHUILAH
bahwa kapan pun dan di mana pun, manusia akan senantiasa berada di
tengah-tengah kebutuhannya dan tidak akan bisa terlepas darinya. Setiap
binatang juga menggayuti kebutuhannya dan selalu menemaninya. Kebutuhan itu
lebih dekat dengan mereka ketimbang ayah dan ibu mereka sendiri. Kebutuhan itu
seperti tali kekang yang menyeret manusia ke batas kemahiran dan kecakapan
mereka.
Fihi Ma Fihi
Manusia tidak mungkin
mengikat dirinya sendiri, sebab sejatinya mereka ingin bebas dari keterikatan.
Mustahil ada seseorang yang ingin bebas namun ia justru mencari sebuah ikatan.
Oleh karena itu, pasti ada orang lain yang mengikat dirinya. Misalnya
seseorang menginginkan kesehatan, maka ia tidak akan menyakiti dirinya
sendiri. Karena tidak mungkin dua perbuatan (berobat dan menyakiti diri
sendiri) dilakukan dalam satu waktu.
Padasaatmanusiatidakmampumenghindardarikebutuhannya,
maka dia juga akan selalu mengiringi orang yang memberikannya kebutuhan itu.
Sama halnya ketika seseorang bergantung pada sebuah kemahiran, maka pasti dia
akan selalu mengikuti orang yang memiliki kemahiran itu. Konsekuensinya, dia
akan melepaskan segala kemulian serta kekuatan dirinya.
Seandainya dia
mengalihkan pandangan pada daya tarik sebuah keahlian, maka pastilah dia akan
melepaskan tangan dari keahlian apa pun, bahkan itulah yang akan menjadi
penariknya. Sang pemilik keahlian akan memberinya suatu kecakapan agar ia
tidak berlari dengan tangan kosong. Namun Ia tak memerhatikan si penarik
kecakapan, maka yang terjadi adalah ia berlari tanpa kecakapan.
Kelak
akan Kami beri dia tanda dibelalainya.” (QS. al-Qalam: 16)
“Seandainya
Dia mengikutiku tanpa kecakapan, maka kami akan meletakkan keahlian di
hidungnya dan akan kami tarik dia ke arah yang tak dikehendakinya.”
306
Fihi
Ma Fihi
Mereka bertanya:”Apakah setelah usia delapan puluh tahun
masih ada permainan?”
Aku menjawab: “Apakah sebelum umur delapan puluh
tahun ada permainan?”
Dengan anugerahnya, Allah memberikan sifat kekanak-
kanakan pada para orang tua, yang tidak diketahui oleh anak mana pun. Hal itu
karena kekanak-kanakan akan memberi kesegaran dan membuat manusia bersemangat
untuk melompat-lompat, tertawa dan bersenang-senang dalam permainan. Dia
melihat dunia yang baru tanpa merasa bosan. Ketika orang tua ini juga melihat
dunia menjadi baru, Allah memberikannya kegemaran dalam bermain, ia pun
melompat-lompat, meremajakan kulit dan dagingnya.
Telah nampak kemuliaan
dari perkataan si tua setiap kali ketuaannya tampak
Ia pun mulai bermain
berkali-kali
Oleh sebab itu, sesungguhnya kemulian usia tua
lebih besar dari tampilan Allah. Ketika musim semi tiba, Allah akan
menampakkan kemuliaan-Nya. Sementara ketika musim gugur tiba, usia tua akan
mengaburkannya tanpa meninggalkan karakter- karakter musim gugur yang suram.
Demikanlah, kelemahan di musim semi adalah anugerah dari Allah. Sebab bersama
dengan setiap gigi yang tanggal, ia mengabaikan senyuman musim semi
Allah. Bersama setiap rambut yang memutih, ia sia-siakan
307
Fihi
Ma Fihi
anugerah Allah yang segar. Bersama setiap tangisan hujan di
musim gugur, ia rusak keindahan kebun Allah. Maha suci Allah dari apa yang
dikatakan oleh orang-orang zalim.
Pasal 34. Bumi Allah Itu Luas
AKU
melihat kawan kita dalam bentuk seekor hewan buas dengan kulit rubah di
sekujur tubuhnya. Aku tergerak untuk menangkapnya. Ia berada di atas jambangan
sambil mengintai dari ambang pintu, binatang itu mengangkat tangannya dan
melompat ke sana ke mari. Lalu aku melihat Jalal al-Tabrizi bersamanya dalam
bentuk hewan melata. Aku segera menangkap kawan kita itu karena ia hendak
menggigitku. Aku menginjak kepalanya dan memerasnya dengan keras sampai
seluruh isi kepalanya keluar. Aku melihat kulitnya yang indah sambil bergumam:
“Tubuh ini layak diisi dengan emas, berlian, permata, yakut dan bahkan yang
lebih bagus dari itu.” Kemudian aku berkata: “Aku telah mengambil apa yang aku
inginkan. Sekarang pergilah kemana saja kamu suka, wahai hewan yang gesit.
Melompatlah ke arah mana pun kamu mau.”
Fihi Ma Fihi
Lompatan
demi lompatan hewan itu menunjukkan bahwa dirinya takut dikalahkan, padahal
dalam perasaan takut dikalahkan itulah kebahagian dirinya tersimpan. Tidak
diragukan lagi jika dia terbentuk dari serpihan-serpihan meteor dan
benda-benda lainnya. Kureguk cairan di hatinya, dan dia ingin mengetahui
segala sesuatu. Ia memulai jalan ini dengan hasrat yang besar untuk menjaga
dirinya tetap berada dalam lintasan demi mencari kelezatan di jalan itu. Tapi
semua itu belum cukup, sebab orang yang bijak memiliki keadaan yang tidak bisa
dijerat dengan jaring- jaring perangkap seperti itu, dan memang tidak layak
menangkap buruan yang satu ini dengan menggunakan jaring-jaring itu. Jika
orang bijak itu sehat dan lurus, dialah yang akan memilih siapa yang akan
menangkapnya. Tak seorang pun bisa menangkapnya tanpa seizinnya.
Kamu
mencoba menapaki lorong menanjak untuk mengintai buruanmu, padahal buruanmu
itu sedang mengawasimu, rumahmu, dan persiapanmu. Dia adalah buruan yang bisa
memilih. Dia memang tidak bisa melewati setiap lorong, tapi dia hanya akan
melewati jalan yang dia gambar sendiri. Bumi Allah itu memang luas, tetapi:
“Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya [QS. al-Baqarah: 255].”
Jika serpihan-serpihan itu jatuh
ke mulut dan cakrawala hatimu, ia tidak akan berbentuk seperti semula lagi. Ia
akan rusak karena bertemu denganmu. Sebagaimana halnya ketika segala
sesuatu—yang rusak maupun yang tidak—jatuh ke mulut seorang yang bijak dan
tertangkap dalam cakrawala hatinya, maka ia akan
310
Fihi
Ma Fihi
berubah menjadi sesuatu yang lain yang diliputi oleh
pertolongan dan juga keajaiban.
Tidakkah kamu melihat bagaimana tongkat
di tangan Musa tidak berbentuk seperti semula? Begitu juga dengan tiang yang
merindu dan sebatang pohon di tangan Rasulullah, doa yang diucapkan Musa,
serta besi dan gunung yang tunduk di tangan Daud, semuanya tidak tetap
sebagaimana wujud aslinya, melainkan sudah diubah. Demikian juga dengan
lembaran-lembaran kertas dan pengakuan-pengakuan ini, jika ia jatuh di tangan
seorang yang zalim jasmaninya, maka ia juga akan berubah.
Ka’bah adalah
kedai bagi doa-doamu
Selama kamu merasa memilikinya, ia tetap akan ada
bersamamu.
Orang ka r makan dengan tujuh usus, sementara anak
keledai yang dipilih oleh pelayan yang bodoh makan dengan tujuh puluh usus.
Seandainya dia menggunakan satu usus saja, niscaya itu akan setara dengan
makan menggunakan tujuh puluh usus. Karena segala hal yang dibenci pasti akan
dibenci, sebagaimana halnya dengan segala hal yang dicinta pasti akan dicinta.
Seandainya pelayan itu ada di sini, niscaya sudah aku nasihati dia dan aku
tidak akan meninggalkannya sampai dia mengusir anak keledai itu dan
menjauhinya. Karena anak keledai itulah yang akan merusak agama, hati, roh,
dan juga akalnya. Mungkin segala penyebab kerusakan seperti minum khamar masih
lebih ringan baginya, sebab ia akan kembali menjadi baik ketika pertolongan
dari Sang Pemberi Perhatian menghampirinya. Sementara anak keledai itu
memenuhi rumahnya dengan sajadah-
311
Fihi Ma
Fihi
sajadah, si pelayan harus terbebas darinya dan dari
kejelekannya, karena anak keledai itu akan merusak iktikadnya pada Sang
Pemberi Pertolongan. Kaki tangannya akan merayu si pelayan, sedang dia sendiri
diam dan menghancurkan jiwanya.
Sungguh orang ini telah menangkap
buruannya dengan tasbih, wirid dan sajadah, semoga suatu saat Allah akan
membuka mata si pelayan hingga ia bisa melihat betapa ruginya dia karena telah
menjauh dari rahmat Allah. Kemudian ia akan memukul leher anak keledai itu
sambil berkata: “Kamu telah membinasakanku sampai dosaku menumpuk.”
Sebagaimana mereka melihat dari dalam ruang mukasyafah (ruang penyingkapan)
atas berbagai keburukan dan kerusakan perbuatan dibalik punggungku dan
tumpukan akidah yang menyimpang di pojok rumahku. Meskipun aku menyembunyikan
semua perbuatan itu dari Sang Pemilik Pertolongan dengan menaruhnya di
belakang pundak, Dia akan tetap melihat apa yang kusembunyikan seraya berkata:
“Apa yang kau sembunyikan?” Maka demi Dzat yang aku berada dalam genggamannya,
andai saja segala bentuk keburukan itu dipanggil, niscaya mereka akan datang
satu persatu secara kasat mata, membuka selubung yang menutupi dirinya, dan
mengabarkan keadaannya serta apa yang disembunyikannya. Semoga Allah
membebaskan orang-orang yang dizalimi dari para begal yang menyimpang dari
jalan Allah dengan cara pengabdian.
Para raja bermain polo di lapangan
untuk menunjukkan kepada penduduk kota yang tidak bisa mengikuti pertempuran
dan peperangan tentang contoh keahilan seorang prajurit seperti memenggal
kepala musuh dan menggulingkannya sebagaimana
312
Fihi
Ma Fihi
bola yang menggelinding di lapangan, hingga mereka terusir
dan lari tunggang langgang. Permainan di lapangan itu hanyalah sebuah simbol
untuk urusan perang yang serius. Demikian juga dengan mengerjakan salat dan
mendengar orang yang ahli beribadah kepada Allah guna memperlihatkan kepada
khalayak apa yang dilakukannya di kala sepi, yaitu mengikuti perintah Allah
dan menjauhi larangan- Nya.
Penyanyi dalam pentas musik seperti seorang
imam salat yang diikuti oleh jemaahnya. Jika dia bernyanyi dengan suara cepat,
maka mereka akan berdansa dengan cepat. Jika dia bernyanyi dengan suara pelan,
maka mereka akan berdansa dengan pelan. Ini hanyalah perumpamaan bagi
orang-orang yang batinnya mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah.
Pasal 35. Al-Qur'an: Sang Magician Yang Menakjubkan
AKU
heran bagaimana mungkin para penghafal al-Qur’an itu tidak paham dengan
keadaan orang-orang yang bijak. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an:
“Dan
janganlah kamu ikuti setiap orang yang suka bersumpah dan suka mencaci-maki.”
(QS. al-Qalam: 10)
Tukang tnah adalah orang yang berkata:
“Jangan kamu dengarkan si fulan itu, apa pun yang mereka katakan. Sebab dia
akan bertindak dengan cara yang sama untuk melawan kamu.”
Fihi
Ma Fihi
“Yang banyak mencela, yang ke sana ke mari menghambur tnah.
Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak
dosa.” (QS. al-Qalam: 11-12)
Al-Qur’an sejatinya adalah sang
magis yang menakjubkan dan bersemangat. Ia mengalun jelas sampai terdengar di
pendengaran musuh dengan nada yang bisa menghasilkan pemahaman meski mereka
tidak memahaminya, lupa dengan kelezatan yang bisa membangkitkan logikanya dan
memalingkan jiwanya karena: “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran
mereka, dan menutup penglihatan mereka [QS. al-Baqarah: 7].”
Al-Qur’an
memiliki kelembutan yang menakjubkan. Ia bisa mengunci hati manusia yang
mendengar namun tidak bisa memahami, yang terangsang namun tidak mengerti.
Allah Maha Lembut, penguncian-Nya lembut, dan murka-Nya juga lembut. Namun
kelembutan penguncian-Nya tidak seperti kelembutan pencerahan-Nya, karena yang
pertama bukan termasuk dalam sifat-Nya. Jika aku hancur berantakan, itu pasti
karena kelembutan penyingkapan-Nya.
Ingat, jangan kamu anggap penyakit
dan maut bisa membunuhku, semua itu hanya sebuah selubung. Hakikat yang
membunuhku adalah kelembutan-Nya, dan tiada yang menyerupai- Nya. Belati dan
pedang yang berkilau diayunkan hanya untuk memalingkan pandangan mata-mata
asing, sehingga mata duniawi itu tidak melihat hakikat pembunuhan ini.
Pasal 36. Lukisan Adalah Bukti Adanya Pelukis
SEMUA
aksiden adalah cabang dari cinta. Tanpa cinta, aksiden tidak akan ada
harganya. Cabang tidak akan ditemukan tanpa adanya asal. Oleh karena itu,
Allah tidak bisa dikatakan sebagai aksiden, sebab aksiden adalah cabang dan
tidak mungkin menganggap Allah sebagai cabang. Sebagian dari mereka berkata:
“Cinta juga tidak bisa digambarkan dan ia tidak mungkin ada tanpa adanya
aksiden, karena ia adalah cabang dari aksiden.”
Kami menjawab: “Kata
siapa cinta tidak bisa digambarkan tanpa ada aksiden, bukankah cinta yang
melahirkan aksiden dan membangkitkannya? Seratus ribu aksiden terpengaruh oleh
cinta, baik secara ilusi ataupun nyata. Meskipun lukisan tidak mungkin ada
tanpa adanya sang pelukis, tetapi sang pelukis pun tak mungkin ada tanpa
hadirnya lukisan. Sesungguhnya lukisan adalah cabang,
Fihi Ma
Fihi
sedangkan diri pelukis adalah asal. Sebagaimana gerakan jari
dengan gerakan cincin yang melingkarinya.”
Jika tidak ada kecintaan di
balik wujud sebuah rumah, maka tak seorang arsitek pun yang akan menggambar
maket dan desain rumah. Terkadang dalam satu tahun, kadar sebutir gandum
seharga emas dan di tahun yang lain ia seharga debu. Padahal bentuk berbagai
gandum tetaplah sama. Itu dikarenakan kadar bentuk gandum dan harganya datang
dari kecintaan. Begitu pula dengan ilmu yang kamu cari dengan penuh cinta, ia
akan memiliki kualitas yang tinggi di sisimu, berbeda dengan ilmu yang tak
seorang pun mencarinya, maka tidak akan ada yang mempelajari dan
mengamalkannya.
Mereka berkata: “Dari segi hasil, cinta adalah kebutuhan
akan sesuatu. Ia menjadi asal sedangkan yang dibutuhkan adalah cabangnya.” Aku
menimpali: “Dari sisi hasil, pernyataan yang kamu katakan ini terlontar karena
adanya kebutuhan. Ucapanmu datang ke alam nyata karena kebutuhanmu. Saat
terdapat kecenderungan pada perkataan itu, lahirlah sebuah ucapan. Demikianlah
kebutuhan selalu berada di garis depan, sedang ucapan lahir dari padanya.
Sehingga terkadang ditemukan pula kebutuhan tanpa adanya ucapan.
Kesimpulannya, cinta dan kebutuhan bukanlah cabang dari ucapan.
Seseorang
bertanya: “Jika yang dimaksud dengan kebutuhan adalah ucapan itu sendiri,
lantas bagaimana mungkin tujuan menjadi cabang?” Aku menjawab: “Tujuan akan
menjadi cabang selamanya , karena tujuan dari batang pohon adalah
tangkainya.”
Pasal 37. Dari Lautan Itulah Tetesan Ini Berasal
MAULANA
Rumi berkata: “Berita-berita yang mereka tuduhkan pada gadis ini hanyalah
kebohongan belaka dan hendaknya itu tidak perlu diperpanjang lagi. Meski
begitu, sesuatu telah lebih dulu terpatri dalam imajinasi orang-orang itu.
Prasangka dan hati manusia ibarat beranda rumah, di mana sebelum memasuki
rumah, manusia akan melewati beranda terlebih dahulu. Seluruh dunia ini ibarat
satu tempat tinggal. Segala sesuatu yang masuk lewat beranda akan mampu
melihat apa yang ada di dalam rumah. Misalnya rumah yang kita huni ini sudah
tampak di hati sang arsitek, kemudian rumah ini diwujudkan di alam nyata. Dari
situ kita berkata: Sesungguhnya seluruh dunia ini ibarat satu tempat tinggal.
Sementara asumsi, visualisasi dan pikiran lainnya adalah berandanya.
Ketahuilah bahwa apapun yang tampak olehmu di beranda, ia akan terlihat di
dalam rumah. Demikian juga segala sesuatu yang terjadi di dunia ini—
Fihi
Ma Fihi
kebaikan maupun kejelekan—semuanya sudah tampak di beranda,
sebelum terlihat di sini.”
Ketika Allah hendak memperlihatkan segala
bentuk keanehan, keajaiban, taman-taman, kebun-kebun, padang-padang rumput,
ilmu dan lain sebagainya di dunia ini, Dia terlebih dahulu akan meletakkan
kecenderungan dan pengharapan bagi terciptanya semua itu di lubuk hati
manusia, sehingga segala sesuatu bisa terwujud lantaran kecenderungan ini.
Demikianlah, setiap apa yang kamu lihat di alam ini, ia sudah ada terlebih
dahulu di dunia batin. Setiap tetesan yang kamu lihat misalnya, ketahuilah
bahwa ia sudah tampak sebelumnya di lautan, sebab dari lautan itulah tetesan
ini berasal. Begitu juga dengan penciptaan langit, bumi, arasy, kursi dan
berbagai keajaiban lainnya, Allah telah menanamkan harapan akan penciptaan
semua itu di dalam jiwa para pendahulu, dan akhirnya alam semesta ini mewujud
karena harapan itu.
Manusia yang berkata: “Sesungguhnya alam ini tidak
memiliki permulaan,” bagaimana mungkin ucapannya akan didengar? Sementara
mereka yang mengatakan: “Sesungguhnya alam itu baru,” maka mereka itulah para
Nabi dan para wali yang sudah ada terlebih dahulu dari alam semesta ini.
Allah
telah menanamkan harapan akan penciptaan alam semesta ini dalam jiwa-jiwa
mereka, dan baru kemudian muncullah dunia ini. Jadi, dengan pengetahuannya
yang pasti dan derajatnya yang tinggi, mereka mengabarkan bahwa alam itu baru.
Misalnya kita yang sudah menghuni sebuah rumah sejak enam puluh atau tujuh
puluh tahun lamanya, tentu kita sudah melihat bahwa sebelumnya rumah itu
belum
320
Fihi Ma Fihi
ada. Namun
setelah beberapa tahun berlalu sejak rumah itu dibangun, lahirlah beberapa
makhluk hidup yang tumbuh di pintu dan tembok rumah tersebut seperti
kalajengking, tikus, ular dan hewan hina lainnya. Mereka terlahir dan melihat
bangunan ini sudah berdiri tegak. Seandainya mereka berkata: “Sesungguhnya
rumah ini tidak memiliki permulaan,” tentu ucapan itu merupakan penistaan bagi
kita. Karena sebelumnya kita sudah melihat ketiadaan rumah ini.
Mereka
yang hanya hidup menumpang di depan pintu dan merayap di dinding rumah itu,
tidak akan mengetahui dan melihat selain bangunan itu saja, padahal selain
dirinya masih ada beberapa makhluk lain di dunia ini yang tidak mereka lihat,
dan mereka juga tumbuh di tempat itu. Seperti itulah gambaran ketika mereka
turun ke bumi. Andai mereka berkata: “Sesungguhnya alam ini tidak memiliki
permulaan,” niscaya ucapan itu adalah sebuah pengingkaran terhadap para Nabi
dan para wali yang sudah ada ratusan juta tahun sebelum adanya alam ini.
Lantas untuk apa membahas tahun dan hitungannya jika para Nabi dan para wali
tidak dikekang oleh batasan dan hitungan? Mereka sudah melihat dunia ini
terwujud, sebagaimana kamu telah melihat rumah itu dibangun.
Seorang lsuf
Sunni berkata: “Bagaimana kamu tahu kalau alam ini baru. Wahai keledai,
bagaimana kamu tahu alam tidak memiliki permulaan?” Jawablah: “Alam ini tidak
memiliki permulaan, yang bermakna bahwa alam ini tidaklah baru, maka
pernyataan ini adalah kesaksian yang didasarkan pada penolakan.”
Bagaimanapun
juga, kesaksian yang didasarkan pada bukti itu lebih mudah daripada kesaksian
yang didasari penolakan. Kesaksian
321
Fihi Ma
Fihi
jenis kedua ini semakna dengan pernyataan: “Sesungguhnya orang
ini tidak melakukan perbuatan si Fulan.” Tentu kita akan kesulitan untuk
meneliti validitas dari pernyataan itu. Misalnya orang ini selalu menyertai si
Fulan dari awal hingga akhir, siang dan malam, saat tertidur maupun terjaga,
hingga melahirkan pernyataan: “Sesungguhnya orang ini tidak mengerjakan
pekerjaan itu.” Bahkan hingga batas ini pun, pernyataan tersebut belum tentu
benar, sebab bisa jadi orang yang memberikan pernyataan itu terlena oleh rasa
kantuk atau orang itu pernah pergi untuk membuang hajatnya atau pekerjaan lain
yang memungkinkannya tidak selalu bersama pihak yang disaksikannya. Oleh
karena itu, kesaksian yang didasarkan pada penolakan dianggap tidak sah, sebab
bisa saja yang bersaksi akan mengatakan: “Aku bersamanya sesaat, dan ia
berkata begini dan begitu.”
Tak diragukan lagi bahwa kesaksian semacam
ini bisa diterima, karena ia berasal dari harapan manusia. Sekarang wahai
anjing, mereka yang bersaksi bahwa alam ini baru akan jauh lebih mudah
ketimbang kamu yang bersaksi bahwa alam tidak memiliki permulaan. Sebab
kesaksianmu sama dengan pernyataan: “Sesungguhnya alam tidaklah baru.” Jadi,
kamu sudah menyampaikan kesaksianmu berdasarkan penolakan. Saat di sana tidak
ada bukti akan kebenaran kedua kesaksianmu itu, dan kamu sendiri tidak
menyaksikan apakah alam ini baru atau tidak memiliki permulaan, kamu bertanya
padanya: “Bagaimana kamu tahu kalau alam ini baru?” maka mereka juga akan
menjawab: “Wahai dayus, bagaimana kamu tahu kalau alam ini tidak memiliki
permulaan? Kalau begitu, maka pernyataanmu sungguh pelik dan mustahil
(diterima).”
Pasal 38. Salat Spiritual Dan Salat Formal
RASULULLAH
Saw. duduk bersama para shahabat. Beberapa orang ka r datang dan mulai berkata
serta menggurui mereka. Nabi hanya berkata: “Baiklah, kalian semua sudah
sepakat bahwa ada satu orang di dunia ini yang menerima wahyu. Wahyu
diturunkan kepadanya dan bukan pada yang lain. Orang itu memiliki tanda dan
isyarat khusus dalam setiap perbuatan, ucapan dan gerak-geriknya yang mungkin
akan tampak dari anggota tubuhnya. Sekarang, saat kamu bersamanya, arahkan
wajahmu pada orang itu dan berpeganglah kepadanya erat-erat agar dia bisa
menjadi pelindungmu.”
Mereka (orang-orang kafir) bingung dengan
pernyataan Nabi dan tidak bisa berkata apa-apa. Mereka pun mengepalkan tangan,
menggenggam pedang dan terus menghina, mencela dan menyakiti para shahabat.
Rasulullah Saw. bersabda: “Bersabarlah agar mereka tidak bisa berkata bahwa
mereka sudah mampu mengalahkan kita. Mereka ingin membuat agama ini terwujud
dengan paksaan. Allah akan mewujudkan agama ini.”
Untuk beberapa saat,
para shahabat terus melaksanakan salat secara diam-diam dan menyebut nama
Muhammad dalam hati. Tidak berselang lama, turunlah wahyu: “Kalian juga,
hunuskan pedang dan berperanglah!”
Julukan sebagai ‘Ummi’ yang disematkan
kepada Rasulullah Saw. tidak berarti bahwa beliau tidak bisa menulis dan tidak
memiliki pengetahuan. Rasulullah dipanggil demikian karena tulisan, segala
pengetahuan, dan hikmah sudah menjadi trah beliau. Dengan kata lain, semua itu
lahir bersamaan dengan lahirnya beliau dari rahim ibu Aminah, dan bukan dengan
jalan usaha.
Mungkinkah orang yang menorehkan sifat-sifatnya di wajah
rembulan tidak bisa menulis? Apa yang tidak dia ketahui di dunia ini, ketika
semua orang belajar darinya? Adakah sesuatu yang dimiliki oleh akal parsial
namun tidak dimiliki oleh akal universal? Akal parsial tidak akan mampu
menciptakan sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Segala jenis karya manusia
bukanlah sebuah karya yang baru, mereka sudah melihat yang serupa sebelumnya
lalu menirunya. Akal universallah yang menciptakan hal-hal baru itu. Akal
parsial siap belajar dan membutuhkan pendidikan. Sementara akal universal
adalah pendidik yang tidak membutuhkan pendidikan. Oleh karena itu, jika kamu
amati dengan perenungan seksama setiap profesi dan pekerjaan, akan kamu dapati
bahwa asal dari semuanya
324
Fihi Ma Fihi
adalah
wahyu. Manusia sudah mempelajarinya dari akal universal, yakni para Nabi.
Terdapat
hikayat seekor burung gagak. Setelah Qabil membunuh Habil dan tidak tahu apa
yang harus dia lakukan selanjutnya, ia melihat seekor burung gagak yang
membunuh gagak lainnya lalu menggali tanah dan mengubur bangkai itu dan
menutupi kepalanya dengan tanah. Dari gagak itu, Qabil belajar bagaimana
menggali kuburan dan menguburkan orang yang mati. Demikian pula dengan
pekerjaan-pekerjaan lainnya. Setiap orang yang memiliki akal parsial butuh
belajar, dan akal universal adalah sumber yang mereka cari. Para Nabi dan para
wali telah menyatukan akal parsial dengan akal universal sehingga keduanya
menjadi satu.
Sebagai contoh, tangan, kaki, mata, telinga dan pancaindra
lainnya bisa belajar dari akal dan hati. Kaki belajar dari akal bagaimana ia
berjalan, tangan belajar dari akal dan hati bagaimana ia memegang, mata dan
telinga belajar melihat dan mendengar. Jika hati dan akal tidak pernah ada,
bagaimana seluruh pancaindra bisa bekerja dan beraktivitas?
Materi tubuh
kita ini kasar jika dibandingkan dengan hati dan akal yang sama-sama tipis.
Karenanya, yang bermateri kasar akan tegak di atas yang tipis. Meskipun tubuh
memiliki unsur kelembutan dan keindahan, itu karena ia bersandar pada sesuatu
yang tipis. Tanpanya, jasad akan menjadi rusak, tebal dan buruk. Begitu juga
dengan akal parsial jika dibandingkan dengan akal universal. Akal parsial
belajar dan mengambil manfaat dari akal universal, dan di hadapannya, ia
tampak kasar dan tebal.
325
Fihi Ma Fihi
Seseorang
berkata: “Ingatlah kami dalam niatmu karena niat adalah akar materi. Jika di
sana tidak ada percakapan, maka biarkan tetap demikian karena percakapan
hanyalah cabang.”
Maulana Rumi berkata: “Benar, pertama-tama niat ini
berada di alam arwah sebelum ia pindah ke alam jasmani. Jadi, jika ia
didatangkan bersama kita ke alam jasmani tanpa membawa maslahat, maka itu hal
yang mustahil, sebab perkataan memiliki pekerjaan yang diliputi oleh banyak
kemanfaatan.”
Jika kamu menanam biji buah aprikot, maka ia tak akan
tumbuh. Tapi jika kamu menanam dengan kulitnya, niscaya ia akan tumbuh. Dari
sini kita tahu bahwa bentuk juga punya fungsi. Salat juga merupakan pekerjaan
hati: “Tidak ada salat tanpa kehadiran hati.” Meski pekerjaan hati itu
penting, tapi kamu juga harus menghadirkan bentuknya dengan melakukan rukuk
dan sujud. Dengan semua itu, kamu akan mendapatkan keuntungan dan bisa
mencapai tujuanmu.
“Mereka yang tetap mengerjakan
salatnya.” (QS. al-Ma’arij: 23)
Ayat di atas menjelaskan
tentang salatnya hati. Karena shalatnya raga terbatas oleh waktu dan tidak
berlangsung selamanya. Jasmani adalah pantai, sebuah tanah basah yang terbatas
dan terukur. Jadi, tidak ada salat yang abadi selain salatnya hati. Hari juga
punya gerakan rukuk dan sujud,namun bentuk rukuk dan sujud harus
326
Fihi
Ma Fihi
ditampakkan dalam bentuk yang konkret. Karena setiap makna
selalu melekat pada bentuk, maka salat kita tidak akan ada manfaatnya jika
keduanya tidak ada.
Ketika kamu berkata: “Sesungguhnya bentuk adalah
cabang dari makna. Bentuk adalah rakyat, sedangkan hati adalah rajanya,” Ini
hanyalah penyebutan istilah-istilah nisbi dan subjektif saja. Di saat kamu
berkata: “Benda ini adalah cabang dari benda itu,” sementara cabang itu
sendiri tidak ada, maka bagaimana kita akan menyematkan predikat asal kepada
yang lainnya? Sesuatu bisa dikatakan asal karena adanya cabang. Jika cabang
tidak tercipta, maka tidak akan ada predikat apa pun di sana. Ketika kamu
menyebut ‘perempuan,’ maka harus ada ‘laki-laki.’ Ketika kamu menyebut ‘Yang
Maha Mengatur,’ maka harus ada yang di atur. Ketika kamu memanggil “hakim,”
maka kamu harus menemukan orang yang dihakimi.
Pasal 39. Jalan Kefakiran
HISAMUDDIN
Arzanjani, sebelum berkhidmat pada orang- orang fakir dan tinggal bersama
mereka, dikenal sebagai seorang pendebat ulung. Ke mana pun dia pergi, dia
selalu menyibukkan diri dengan argumentasi dan perdebatan ilmiah. Dia terkenal
sebagai orang yang baik ucapan dan perbuatannya. Namun ketika dia berada di
lingkungan para darwis, kesenangannya itu tiba-tiba sirna.
Tidak ada yang
memutus cinta kecuali cinta yang lainnya. Lantas kenapa kamu tidak mencari
teman yang lebih utama?
“Barang siapa yang ingin berkumpul
bersama Allah, maka berkumpullah dengan para ahli tasawuf…” Berbagai ilmu
logika ini hanya cocok dengan keadaan kaum fakir, ia adalah sebuah permainan
dan penyia-nyiaan umur belaka.
Fihi Ma Fihi
“Sesungguhnya
kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau belaka.” (QS. Muhammad:
36)
Ketika manusia sudah mencapai masa balig dan berakal
sempurna, ia tidak akan bermain-main lagi. Jika harus bermain— karena rasa
malu yang begitu dalam—ia akan segera menjauh dari segala mata yang memandang
hingga tak seorang pun melihatnya. Ilmu, desas-desus dan kegilaan duniawi ini
seperti angin, sedang manusia laksana debu, jika angin bertemu dengan debu
lalu menempel ke mata tentu itu akan sangat memerihkan, dan keberadaannya
hanya akan mengganggu dan menyulitkan kita. Meskipun manusia ibarat debu, tapi
ketika mendengar suatu kalimat, ia akan menangis hingga air matanya seperti
air yang melimpah.
“Kamu lihat mata-mata mereka banjir
dengan air mata disebabkan karena kebenaran (al-Qur’an) yang telah mereka
ketahui.” (QS. al- Maidah: 83)
Sebaliknya, jika air hujan
turun membasahi debu sebagai ganti dari angin, maka tentu keadaannya akan
berbeda. Tidak diragukan lagi bahwa ketika debu bertemu air, maka buah-buahan,
sayur- sayuran, kembang yang harum dan bunga violet akan tumbuh bermekaran.
330
Fihi
Ma Fihi
Jalan kefakiran adalah jalan yang akan membawamu menggapai
cita-citamu. Apa pun yang kamu inginkan akan kamu peroleh di jalan ini;
kehancuran bala tentara, kemenangan atas musuh-musuhmu, mendapatkan kerajaan,
membawa semua makhluk kepada Tuhan, unggul atas para sahabat, serta lisan yang
fasih. Semua itu bisa kamu raih di jalan kefakiran. Tak ada seorang pun yang
berkeluh kesah ketika menyusuri jalan ini. Berbeda dengan jalan-jalan lain
yang terkadang hanya akan menyampaikannya ke satu tujuan dari seratus ribu
tujuan, dan itu pun belum tentu mereka menemukan kebahagiaan dan kedamaian.
Karena setiap jalan memiliki sebab dan alternatif yang berbeda-beda untuk
sampai ke tujuan itu. Seseorang tidak akan memperoleh tujuannya selain dengan
menempuh jalan alternatif itu. Sedang lintasannya panjang, penuh dengan
berbagai rintangan dan halangan, dan tidak jarang berbagai rintangan itu akan
menggagalkan hasratmu.
Akan tetapi ketika kamu sudah masuk ke alam
kefakiran dan berusaha untuk menjalaninya, Allah akan menganugerahimu kerajaan
serta kenikmatan dunia yang tidak pernah kamu bayangkan, sampai-sampai kamu
akan merasa malu dengan apa yang pernah kamu angan-angankan sebelumnya, kamu
akan berkata: “Ah, dengan adanya sesuatu semacam ini, bagaimana bisa dulu aku
mengejar sesuatu yang hina itu.” Tetapi Allah ber rman: “Seandainya kamu
berpaling dari sesuatu yang kamu kejar-kejar itu dan memaafkan dirimu serta
mengucilkannya, maka semuanya akan baik-baik saja. Seandainya mereka melintas
dalam pikiranmu dan kamu meninggalkannya demi Aku semata, ketahuilah bahwa
kemulian-Ku adalah tidak terbatas, dan Aku akan menjadikan sesuatu itu berada
dalam genggamanmu.”
331
Fihi Ma Fihi
Inilah
yang terjadi pada Rasulullah Saw. Sebelum beliau memperoleh keinginannya dan
meraih kemasyhurannya, beliau tertarik dengan kefasihan dan kedewasaan orang
Arab. Ia pun berharap untuk memiliki kemampuan itu. Namun saat alam ghaib
disingkapkan kepada beliau sehingga membuatnya cenderung pada kebenaran,
hatinya berpaling drastis dari ketertarikannya itu.
Allah SWT ber rman:
“Telah Kuberikan engkau kefasihan dan kedewasaan yang kamu cari
sebelumnya.”
“Ya Allah, manfaat apa yang akan aku peroleh darinya? Aku
tidak mengharapkan dan menginginkannya lagi,” jawab Rasulullah.
Allah
menjawab: “Jangan bersedih. Hal itu juga akan terjadi, ketiadaan perhatianmu
akan terus bertahan dan tidak akan menyakitimu.”
Allah akan memberinya
ucapan yang membuat seluruh alam, dari masa Nabi sampai sekarang, terus
menerbitkan banyak catatan untuk mensyarahinya. Ucapan itu akan terus
bertahan, tapi manusia tidak akan pernah mampu menangkap makna hakiki dari
ucapan itu. Allah juga ber rman: “Para sahabatmu—disebabkan karena kelemahan
dan kekhawatiran mereka atas kehidupannya serta karena adanya orang-orang
hasud—akan terus menyebut namamu dengan lirih di telinga. Tapi Aku akan
mengumumkan keagunganmu hingga manusia mampu melantangkan suaranya dengan nada
yang syahdu, lima kali sehari di atas tempat-tempat azan yang tinggi, di
seluruh pelosok-pelosok negeri, dan namamu menjadi masyhur dari timur hingga
ke barat.” Sekarang, setiap orang yang menyusuri jalan kefakiran ini,
332
Fihi
Ma Fihi
maka semua tujuan agamawi maupun duniawi mereka akan
menjadi mudah, dan tak seorang pun akan ragu lagi dengan jalan ini.
Semua
kata yang kita ucapkan adalah sebuah kritikan, dan kata
yang diucapkan oleh orang sesudah kita hanyalah sebuah
penukilan belaka. Yang kedua adalah cabang dari yang pertama. Kritikan ibarat
telapak kaki manusia yang nyata, sedang penukilan layaknya cetakan kayu yang
mencetak gambar kaki manusia. Telapak kaki kayu itu diambil dari telapak kaki
yang asli, ukurannya pun diambil dari sana. Jika di dunia ini tidak ada
telapak kaki, dari mana mereka bisa tahu ukuran cetakan itu? Oleh karenanya,
karena sebagian ucapan adalah kritikan dan sisanya adalah penukilan, maka yang
satu menyerupai yang lainnya. Seharusnya di antara keduanya ada pembeda agar
bisa diketahui mana yang kritikan dan mana yang penukilan, dan pembeda itu
adalah keimanan, bukan kekufuran.
Tidakkah kamu lihat di zaman Fir’aun
dulu, saat tongkat Musa berubah menjadi ular, demikian pula dengan tongkat dan
tali para penyihir, setiap orang yang tidak punya daya pembeda (keimanan) akan
menganggap bahwa keduanya adalah satu macam. Sedangkan orang yang memiliki
pembeda akan mengetahui mana yang sihir dan mana yang berasal dari kebenaran.
Dengan upaya pembedaan ini, dia akan merasa aman. Dengan demikian, kita bisa
meyakini bahwa iman merupakan daya pembeda.
Bagaimanapun juga, sumber
dari ilmu Fiqh adalah wahyu. Namun saat ia bercampur aduk dengan berbagai
pemikiran dan hal yang bersifat inderawi serta beragam campur tangan
manusia,
333
Fihi Ma Fihi
kelembutannya
menghilang. Pada saat itu, bagaimana mungkin ia bisa serupa dengan kelembutan
wahyu?
Ini seperti air sungai yang mengalir menuju kota. Di sana, di
tempat sumber mata airnya, lihatlah betapa jernih dan lembutnya air itu? Tapi
ketika air itu sudah memasuki kota dan melewati berbagai kebun, tempat-tempat
umum dan tempat tinggal penduduk kota, ada banyak manusia yang mencuci tangan,
wajah, kaki dan seluruh anggota tubuh mereka, serta pakaian dan karpet yang
mereka miliki di air itu. Tak ketinggalan air kencing penduduk, kotoran kuda
dan keledai bercampur di dalamnya. Lihatlah air itu saat ia mengalir di sisi
yang lain. Meskipun ia masih tetap air yang sama, yang mengubah debu menjadi
tanah liat, bisa menyegarkan dahaga, dan menyulap padang gersang menjadi
padang rumput nan hijau, namun di sana harus ada daya pembeda untuk mengetahui
apakah kelembutan dibalik air itu telah hilang dan sesuatu yang tidak baik
telah mengotorinya. “Orang Mukmin adalah orang yang cerdas, bisa membedakan,
cerdik dan berakal.”
Orang tua yang selalu disibukkan dengan urusan
duniawi tidak akan bisa bertindak rasional. Meskipun umurnya sudah seratus
tahun, dia tetaplah seorang bocah yang tidak berpikir dewasa. Sementara
seorang anak kecil yang tidak disibukkan dengan urusan duniawi, sejatinya dia
adalah orang tua. Karena pada posisi inilah pertimbangan umur tidak dianggap
lagi.
“Air yang tidak berubah rasa dan baunya [QS. Muhammad: 15].” Air
itulah yang dicari. Karena hanya air yang tidak berubah yang bisa membersihkan
segala kotoran di alam semesta, dan ia tidak bisa
334
Fihi
Ma Fihi
dicampuri oleh apa pun. Ia menjaga kejernihan dan
kelembutannya. Ia tidak akan rusak di meja perjamuan dan tidak akan berubah.
Itulah air kehidupan.
Seseorang yang menjerit dan menangis sewaktu salat,
batalkah salatnya? Jawaban dari pertanyaan ini perlu diperinci. Jika ia
menangis karena ia menyaksikan alam yang tidak bisa dilihat pancaindera, maka
ini disebut ma’ul ‘aini (mata air). Jika dia melihat sesuatu dari jenis salat
ketika dirinya hendak menyempurnakan salatnya, maka itulah tujuan dari salat
sehingga salatnya menjadi benar dan lebih sempurna. Sebaliknya, jika dia
menangisi dunia, menangisi musuh yang mengalahkannya, atau karena iri kepada
orang yang dianugerahi kelimpahan harta oleh Allah saat ia tidak memiliki
apa-apa, maka shalatnya menjadi cacat, berkurang dan batal.
Dari
penjelasan di atas, bisa dipahami bahwa iman adalah pembeda, yang membedakan
antara hak dan batil, antara naqd dan naql. Setiap orang yang tidak memiliki
pembeda akan terhalang dari tujuannya. Kata-kata ini akan bermanfaat bagi
orang yang memiliki pembeda, tapi tidak akan bernilai apa-apa bagi mereka yang
tidak memilikinya. Sebagai contoh, dua orang yang berakal dan cakap datang
dari kota untuk mengunjungi dan menyaksikan orang yang tinggal di desa. Namun
karena kebodohannya, orang- orang desa mengatakan sesuatu yang tidak disukai
oleh kedua orang tersebut sehingga kesaksiannya tidak menghasilkan apa-apa dan
hanya menyia-nyiakan usaha mereka. Sebenarnya orang desa itu punya kesaksian,
tapi karena mereka dikuasai oleh keadaan mabuk dan raganya terhuyung-huyung,
mereka tidak berpikir apakah di
335
Fihi Ma
Fihi
sana ada pembeda atau tidak, apakah ia pantas berkata begitu
atau tidak. Akhirnya ucapannya itu hanya menjadi bualan saja. Laksana seorang
perempuan yang buah dadanya dipenuhi air susu hingga ia merasa sakit.
Tiba-tiba berkumpullah anjing-anjing di sekitarnya lalu tumpahlah air susunya
itu.
Jika kata-kata ini jatuh ke tangan orang yang belum tamyiz, maka hal
ini ibarat meletakkan mutiara yang berharga di tangan anak kecil yang tidak
tahu kadarnya. Ketika anak ini lengah, kita bisa meletakkan sebuah apel di
tangannya dan mengambil mutiara yang ada di tangannya dengan mudah karena anak
itu belum memiliki daya pembeda. Begitulah, daya pembeda adalah kenikmatan
yang begitu tinggi.
Saat Abu Yazid al-Busthami masih kecil, ayahnya
memasukkannya ke sekolah untuk belajar ilmu hukum. Ketika ia mendatangi guru
hukum, ia bertanya: “Apakah ini hukum Allah?” Gurunya menjawab: “Ini hukum Abu
Hanifah.” Abu Yazid menimpali: “Yang aku inginkan adalah hukumnya Allah.”
Ketika dia mendatangi guru tatabahasa, ia berkata: “Apakah ini
tatabahasanyaAllah ?” Gurunya menjawab: “Ini tatabahasanya Imam Sibawaih.”
Lalu Abu Yazid menimpali: “Aku tidak menginginkannya.” Setiap kali Abu Yazid
pergi ke suatu tempat, ia menanyakan hal yang sama, sampai akhirnya
orangtuanya tak mampu melakukan apa-apa lagi dan membiarkannya. Pada saat Abu
Yazid mengembara ke Baghdad dengan tujuan serupa dan melihat al-Junaid, dengan
spontan ia berteriak: “Inilah hukum Allah.”
336
Fihi
Ma Fihi
Bagaimana mungkin si janin tidak mengetahui ibunya yang
darinya ia mengisap susu? Semua itu terlahir dari akal dan tamyiz. Jadi,
lupakanlah bentuk.
Ada seorang syekh yang biasa membiarkan para
pengunjungnya berdiri dengan tangan dilipat sebagai bentuk penghormatan.
Mereka bertanya: “Syekh, mengapa tidak kau biarkan saja orang-orang ini duduk?
Ini bukanlah kebiasaan para darwis, melainkan kebiasaan para menteri dan
raja-raja.”
Syekh menjawab: “Tidak, diamlah. Aku hanya ingin membuat
mereka mengagungkan cara ini, sehingga mereka bisa menikmatinya. Meskipun
penghormatan itu ada di hati, tapi bentuk luar adalah tanda dari apa yang ada
di hati.” Apa artinya tanda? Dengan tanda, dari sebuah surat dapat diketahui
penulisnya dan ke mana tujuannya. Dari tanda kitab, kita bisa mengetahui
bab-bab dan pasal-pasal yang ada di dalamnya. Dengan menundukkan kepala serta
berdiri tanpa alas, bisa dilihat bagaimana bentuk pengagungan dalam hati
mereka dan bagaimana cara mereka mengagungkan Allah. Jika mereka tidak
menampakkan penghormatan dari luar, bisa dimaklumi jika hati mereka jelek dan
tidak mampu menghargai pionir-pionir Allah.
Pasal 40. Tidak Menjawab Juga Merupakan Sebuah Jawaban
JAUHAR,
seorang pelayan raja, bertanya: “Selama manusia hidup di dunia ini, dia
membaca talkin sebanyak lima kali. Padahal dia tidak memahami apa yang
diucapkannya dan tidak mampu menguraikannya. Lantas setelah mati, apa yang
akan ditanyakan padanya, sedang saat itu dia sudah lupa pada pertanyaan yang
ia pelajari sebelumnya?”
Aku menjawab: Jika dia lupa apa yang telah
ia pelajari, sungguh ia akan menjadi seorang su yang siap. Kamu telah
mendengar ucapan-ucapanku, sebagian kamu terima, sebagian lagi kamu terima
tapi hanya setengahnya, dan sebagian lagi tidak kamu pedulikan. Tak seorang
pun mendengar penolakan dan penerimaan ini dengan hati penasaran dalam dirimu
karena tidak ada pendorong untuk melakukan itu. Meskipun kamu kerahkan segenap
perhatianmu,
Fihi Ma Fihi
tak mungkin akan ada
suara dari dalam hatimu yang terdengar oleh telingamu. Meski kamu mencarinya
dalam batinmu, tetap saja ia tak akan berbicara. Kedatanganmu untuk
mengunjungiku ini adalah sebuah pertanyaan tanpa perantaraan tenggorokan dan
lisan: “Jelaskan kepadaku suatu cara dan penjelasanmu itu akan aku jabarkan
lebih detail lagi.” Kala aku duduk bersamamu sekarang ini, sekalipun kamu
berdiam diri atau berbicara, semuanya adalah jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaanmu yang tersembunyi. Ketika kamu datang untuk melayani
raja, itu juga merupakan sebuah pertanyaan yang ditujukan pada raja sekaligus
jawabannya. Setiap hari raja bertanya kepada para budaknya tanpa bersuara:
“Bagaimana keadaan mereka? Bagaimana mereka makan? Bagaimana mereka melihat?”
Andai salah seorang dari mereka cacat penglihatan batinnya, maka raja akan
menjawabnya dengan jawaban yang cacat pula. Bukanlah keharusan baginya untuk
menguasai diri agar memberikan jawaban yang benar. Seperti halnya seseorang
yang gagap, setiap kali ia akan mengutarakan ucapan yang benar, ia tidak
mampu. Seorang tukang emas yang menggosok emas dengan batu akan menanyakan
sepuhannya itu, dan si emas akan menjawab: “Ini aku, aku murni, atau aku
campuran.”
Ketika kamu tercemar, wadah logam akan memberitahumu Apakah
kamu itu emas murni atau tembaga yang disepuh dengan emas
Rasa
lapar adalah pertanyaan yang alami: “Ada beberapa kecacatan di rumah tubuh
ini, beri aku beberapa bata dan tanah liat.” Yang ingin makan menjawab:
“Ambillah.” Sementara yang tidak ingin
340
Fihi Ma
Fihi
makan juga menjawab: “Sekarang aku belum membutuhkannya.
Ketika bata itu belum kering, tidak baik menupuk makanan di atasnya.” Seorang
dokter yang datang dan memeriksa denyut nadi pasiennya, juga merupakan sebuah
pertanyaan, dan denyut nadi adalah jawabannya. Pengujian air seni juga
merupakan pertanyaan dan jawaban tanpa keborosan dan kesombongan. Menanam biji
di tanah adalah sebuah pertanyaan: “Aku ingin biji ini menjadi buah,” sedang
tumbuhnya pohon adalah jawaban tanpa bantuan lisan. Karena jawaban tidak
menggunakan huruf, maka seharusnya pertanyaannya juga tanpa huruf. Meskipun
biji telah rusak dan tidak bisa menumbuhkan pohon, itu juga sebuah pertanyaan
sekaligus jawaban. “Tidakkah kamu tahu bahwa tidak menjawab juga merupakan
sebuah jawaban.”
Seorang raja membaca surat sebanyak tiga kali dari orang
yang sama, tapi dia tidak menulis jawaban apa pun. Penulis yang merasa
teraniaya itu menulis sebuah keluhan yang berbunyi: “Tiga kali aku melaporkan
urusanku keharibaanmu, Mohon beritahu aku apakah tuntutanku diterima atau
ditolak.” Raja lalu membalas surat itu: “Tidakkah kamu tahu bahwa tidak
menjawab adalah sebuah jawaban, dan jawaban untuk orang yang tolol adalah
diam.”
Sebuah pohon yang tidak tumbuh adalah bentuk penolakan jawaban,
sekaligus jawaban itu sendiri. Setiap gerakan manusia adalah pertanyaan, dan
setiap keadaan yang dialaminya, sedih maupun senang, adalah jawaban. Bila dia
mendengar jawaban yang membahagiakan, ia wajib bersyukur dan menunjukkannya
dengan mengulangi pertanyaan yang sama atas orang yang memberinya
341
Fihi
Ma Fihi
jawaban. Sementara jika dia mendengar jawaban yang tidak
menyenangkan dirinya, hendaknya dia meminta ampun saat itu juga dan tidak
meminta sesuatu yang sama lagi.
“Maka mengapa mereka
tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang
siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras.” (QS.
al-An’am: 43)
Dengan kata lain, mereka tidak memahami bahwa
jawaban yang mereka terima itu selaras dengan pertanyaan yang mereka
ajukan.
“Dan Setan pun menampakkan kepada mereka
kebagusan atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 43)
Maksudnya,
ketika mereka melihat jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan, mereka
berkata: “Jawaban yang buruk ini tidak sesuai dengan pertanyaanku.” Mereka
tidak menyadari bahwa asap berasal dari kayu bakar, bukan dari apinya. Semakin
kering kayu bakar, semakin sedikit pula asapnya. Ketika kamu memasrahkan
sebuah kebun kepada seorang tukang kebun, dan tiba-tiba bau tak sedap datang
dari arah kebun, anggaplah bahwa itu adalah bau si tukang kebun, bukan bau
kebunnya.
342
Fihi Ma Fihi
Seorang
laki-laki bertanya, “Kenapa kamu membunuh ibumu sendiri? Orang yang lain
menjawab, “Aku melihat ibunya melakukan hal yang tidak pantas dengan laki-laki
lain.” Orang pertama berkata, “Seharusnya orang asing itu yang kamu bunuh.”
Orang yang kedua menimpali, “Kalau begitu aku harus membunuh orang setiap
hari.” Oleh sebab itu, apa pun yang terjadi padamu, koreksilah dirimu sendiri
sehingga kamu tidak perlu membunuh orang setiap hari. Jika ada yang berkata,
“Semuanya berasal dari Allah.” Jawablah, “Itu benar. Bahkan mencela diri
sendiri dan rela dengan setiap belenggu dunia juga berasal dari Allah.”
Ini
seperti kisah orang yang kejatuhan buah aprikot dari atas pohon lalu ia
memakannya. Si pemilik pohon menangkapnya dan berkata, “Tidakkah kamu takut
kepada Allah?” Orang itu menjawab, “Kenapa aku harus takut? Pohon ini milik
Allah dan aku hamba Allah yang makan dari harta-Nya.” Pemilik pohon itu
menimpali, “Tunggu sebentar dan lihatlah jawaban yang akan aku berikan padamu.
Ambilkan tali, ikatlah orang ini di pohon dan pukul dia sampai mau menjawab
dengan jelas.” Orang tadi berteriak, “Tidakkah kamu takut pada Allah?” Pemilik
pohon menjawab, “Kenapa aku harus takut? Kamu adalah hamba Allah dan tongkat
ini juga milik Allah. Aku memukul hamba-Nya dengan tongkat-Nya.”
Kesimpulannya,
dunia ini seperti gunung, apapun yang kamu katakan, entah itu baik atau buruk,
akan didengarnya. Kalau kamu beranggapan, ”Aku sudah berkata baik, tapi gunung
itu menganggapnya jelek,” maka sesungguhnya
anggapanmu
343
Fihi Ma Fihi
itu
mustahil. ketika burung Bulbul bernyanyi di pegunungan, mungkinkah nyanyiannya
akan terdengar seperti suara gagak, suara manusia, atau suara keledai? Jika
demikian, yakinlah bahwa saat itu kamu telah bersuara seperti suara
keledai.
Perbaguslah suaramu saat kau melintasi gunung, Kenapa kamu
berbicara seperti suara keledai di depan gunung?
Langit yang biru akan
mempermanis gema suaramu.[]