Syukur adalah Induk Semua Kebahagiaan

Syukur adalah Induk Semua Kebahagiaan Jika kamu sudah mendengar suara syukur, berarti kamu sudah siap untuk menerima tambahan. Ketika Allah mencintai

Syukur adalah Induk Semua Kebahagiaan
Nama kitab: Terjemah Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan Jalaluddin Rumi
Judul kitab asal: (فيه ما فيه)
Penulis: Jalaluddin Rumi (جلال الدين الرومي)
Nama lengkap: Muhammad Jalal al-Din Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qounawy
Nama lengkap dalam bahasa Arab: مُحَمَّد بن مُحَمَّد بن حُسَيْنَ بَهَاءٌ الدِّين البَلَخي الْبَكْرِيّ
Lahir: Balkh, Afghanistan, 1260 M / 658 H
Asal: Balkh, Afghanistan
Wafat: Konya, Türkiye, 672 H/ 1273 M (usia 66 tahun)
Bidang studi: Tasawuf, sufisme

Daftar isi

  1. Pasal 41. Ilmu Perenungan Dan Ilmu Argumentasi
  2. Pasal 42. Para Tamu Cinta
  3. Pasal 43. Bisa Melihat Karena Ada Yang Memperlihatkan
  4. Pasal 44. Al-Qur'an: Sutera Yang Memiliki Dua Sisi
  5. Pasal 45. Mintalah Kepada Allah
  6. Pasal 46. Alam Adalah Media Trans gurasi Allah
  7. Pasal 47. Kehendak Dan Keridaan
  8. Pasal 48. Syukur Adalah Buruan Segala Kenikmatan
  9. Pasal 49. Aku Duduk Bersama Mereka Yang Mengingat-Ku
  10. Pasal 50. Tanda-tanda Mereka Tampak Di Wajahnya 
  11. Kembali ke: Terjemah Fihi Ma Fihi Jalaludin Rumi

Pasal 41. Ilmu Perenungan Dan Ilmu Argumentasi

KITA seperti sebuah mangkuk di atas permukaan air. Ketika mangkuk itu bergerak, maka pergerakannya itu bukan dikendalikan oleh mangkuk, melainkan oleh airnya.
Seseorang berkata: “Ini pernyataan umum. Tapi hanya sebagian manusia saja yang tahu bahwa mereka berada di atas permukaan air, sementara sebagian yang lainnya lagi tidak mengetahuinya.”
Maulana Rumi berkata: Jika itu adalah pernyataan umum, maka pernyataan spesi k yang berbunyi: “Hati orang yang beriman berada di antara dua jari Yang Maha Pengasih,” tidaklah benar. Allah ber rman: “(Tuhan) Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan al-Qur’an. [QS. ar-Rahman: 1-2]” Tidak bisa kita mengatakan : “Hukum ini berlaku umum.” Allah telah mengajarkan semua ilmu pengetahuan, jadi kenapa harus mengkhususkan pada pengajaran
 
Fihi Ma Fihi

al-Qur’an saja? Allah yang telah menciptakan langit dan bumi [QS. al-An’am: 1], lantas kenapa harus mengkhususkan hanya pada langit dan bumi, bukankah Allah yang telah menciptakan semua yang ada di dunia ini? Tak perlu diragukan lagi bahwa semua mangkuk berjalan di atas permukaan air adalah karena kuasa dan kehendak Allah, tapi pantaskah menisbahkan sesuatu yang rendah pada Yang Maha Tinggi? Ini seperti mengatakan: “Wahai pencipta kotoran, kentut dan angin kecil.” Justru yang pantas adalah: “Wahai pencipta langit dan pencipta kecerdasan.” Dengan demikian, pengkhususan ini memiliki faedah. Meskipun keterangannya umum, tapi pengkhususan terhadap sesuatu menjadi bukti atas pemilihan sesuatu tersebut. Kesimpulannya adalah: mangkuk berjalan di atas permukaan air, dan air membawa mangkuk tersebut ke tempat di mana mangku- mangkuk yang lain akan melihatnya. Air juga membawa mangkuk lain ke tempat di mana mangkuk-mangkuk yang lainnya lagi akan menjauh darinya dan malu padanya. Air akan memberikan ilham dan kemampuan pada mangkuk-mangkuk itu untuk lari darinya, mereka berdoa: “Ya Allah, jauhkanlah kami darinya,” tapi untuk mangkuk yang pertama mereka berdoa: “Ya Allah, dekatkanlah kami padanya.”
Orang yang menganggap bahwa semua ini adalah pernyataan umum berkata: “Dilihat dari kacamata ketundukan, kedua mangkuk itu dikendalikan oleh air.” Untuk menjawabnya bisa saja dikatakan: “Jika kamu bisa melihat kelembutan, kemegahan dan keindahan yang mengapungkan mangkuk di atas air itu, maka tidak mungkin kamu punya keinginan untuk menyebutnya sebagai pernyataan umum.” Seperti sosok orang yang dirindukan menyatu dengan bermacam

346
 
Fihi Ma Fihi

kotoran dalam eksistensinya, namun seorang kekasih tidak mungkin untuk berkata: “Aku dan kekasihku adalah pasangan dalam kerja dan kotoran yang dihasilkan dari dua orang yang berbagi tempat yang sama dengan tubuh-tubuh yang membusuk.” Tapi berbagai istilah ini tidak bisa disematkan untuk orang yang sedang jatuh cinta. Bahkan setiap orang yang menyebutnya sebagai pernyataan umum, akan dimusuhi oleh si perindu dan akan menganggapnya sebagai setan.
Tetapi karena kamu lebih memerhatikan sifat-sifat umum dan mengabaikan keindahannya yang khusus, tidak baik bila aku berdiskusi denganmu, karena kata-kata kita berkelindan dengan keindahan. Sementara menampakkan keindahan kepada selain ahlinya adalah perbuatan zalim. Maka tidak baik bagiku untuk menampakkannya kepada selain ahlinya. “Jangan berikan hikmah selain kepada ahlinya agar kamu tidak berlaku zalim padanya (ahli hikmah) dan jangan pula kamu mencegah hikmah dari selain ahlinya agar kamu tidak berlaku zalim pada mereka.”
Ini adalah ilmu perenungan, dan bukan ilmu argumentasi. Mawar-mawar dan bunga-bunga lainnya tidak akan mekar di musim gugur karena hal itu jelas melanggar dan bertentangan dengan karakter musim gugur. Padahal bunga mawar tidak memiliki karakter untuk melawan musim gugur. Jika sang surya sudah melakukan tugasnya, maka sang mawar akan bermekaran di cuaca yang stabil dan cerah. Jika tidak, maka dia akan menyembunyikan kepalanya dan kembali ke akarnya. Musim gugur akan berkata pada mawar: “Kalau kamu memang jantan dan bukanlah ranting yang kering, menghadaplah padaku.”

347
 
Fihi Ma Fihi

Sang mawar menjawab: “Di hadapanmu aku hanyalah sebatang kayu kering dan bukanlah pejantan. Katakan apa pun yang kamu mau.”
Wahai penguasa kebenaran, bagaimana bisa Engkau menganggapku muna k?
Aku hidup bersama orang-orang yang hidup, dan aku mati bersama mereka yang mati!


Wahai kamu yang menjadi sinaran agama, seandainya ada seorang nenek renta yang sudah tidak punya gigi dan wajahnya keriput seperti punggung sekor kadal datang dan berkata padamu: “Jika kamu pemuda yang jantan, lihatlah, aku sudah berada di depanmu, lihatlah kuda dan gadis-gadis cantik itu, lihatlah medan itu, tunjukkan kejantananmu kalau kamu seorang laki-laki.” Pasti kau akan berkata: “Aku berlindung kepada Allah, demi Allah aku bukan laki-laki. Apa yang mereka katakan  kepadamu  tentang aku adalah omong kosong. Kalau kamu sekutu kehidupan, maka ketidakjantanan adalah lebih baik bagiku.”
Seekor kalajengking datang dan mengangkat penyengatnya di depan salah satu anggota tubuhmu, seraya berkata: “Aku dengar kamu adalah lelaki yang banyak tertawa dan selalu bahagia. Sekarang tertawalah agar aku bisa mendengar tawamu.” Dalam keadaan seperti ini, manusia akan berkata: “Sekarang, setelah kamu datang, aku tidak bisa tertawa lagi dan aku tidak punya humor yang menggembirakan. Apa yang mereka katakan padamu tentang aku hanya sebuah


348
 
Fihi Ma Fihi

kebohongan. Seluruh hasrat tawa yang kumiliki sedang disibukkan untuk mendorongku agar menjauhkanmu dariku.”
Seseorang berkata pada Rumi: “Engkau merintih sampai nuranimu hilang. Janganlah engkau merintih agar nuranimu tidak hilang.”
Maulana Rumi menjawab: “Terkadang nurani akan hilang meskipun kamu tidak merintih, karena ia mengikuti perbedaan keadaan. Kalau tidak demikian, Allah tidak akan ber rman:

 
“Sesungguhnya Ibrahim adalah orang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. al-Taubah: 114)


Jika memang  merintih  bisa  menghilangkan  nurani,  maka menampakkan kepatuhan pada Allah bukanlah suatu kewajiban, sebab tidak ada penampakan selain dari hati.
Apa yang kamu ucapkan ini sejatinya adalah untuk menghasilkan nurani. Jadi, jika ada seseorang sedang mengasah nuraninya, maka kamu harus membesarkan hatinya agar ia mampu mencapai nuraninya itu. Ini seperti memanggil orang yang sedang tidur: “Bangun, siang sudah tiba, dan ka lah sudah berlalu.” Yang lain berkata: “Jangan berteriak, dia sedang bersambung dengan nuraninya. Gangguanmu hanya akan membuat nuraninya hilang.” Si lelaki menjawab: “Nuraninya sudah musnah, sementara nurani yang ini bebas dari kerusakan.” Mereka berkata: “Jangan mengacau,

349
 
Fihi Ma Fihi

karena teriakan hanya akan menghalangi pikirannya.” Si lelaki menimpali: “Teriakanku akan menggerakkan orang yang tidur ini untuk berpikir. Dalam keadaan tidur memang itu tidak bisa dia lakukan, tapi setelah bangun ia akan mulai berpikir.”
Jeritan itu ada dua macam: Jika pengetahuan si penjerit lebih besar dari orang yang sedang tidur, maka jeritannya akan membuat daya pikir orang itu meningkat. Sebab selagi yang mengingatkan adalah pemilik ilmu dan kesadaran—maka jika dia membangunkan seseorang dari tidur kelalaiannya—maka ia akan memberitahukan pada orang tersebut akan alam itu dan berusaha menariknya ke sana, sehingga pikirannya akan terus meningkat, karena dia telah dipanggil dari tempat yang tinggi. Sebaliknya, jika pengetahuan si penjerit lebih rendah dari orang yang sedang tidur, maka ketika ia membangunkan orang itu, pandangannya akan menjadi rendah. Sebab ketika si pemberi peringatan memiliki martabat yang rendah, pandangannya pun rendah dan pikirannya akan tersungkur ke alam kenistaan.

Pasal 42. Para Tamu Cinta

KETIKA datang ke sini, orang-orang yang belajar dan mengajar menyangka bahwa mereka akan melupakan dan meninggalkan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, ilmu-ilmu mereka akan mendapatkan roh. Ini dikarenakan semua ilmu itu seperti materi. Ketika jasad tidak mendapatkan roh, maka ia menjadi tidak bernyawa, maka ditiupkanlah roh ke dalam jasad itu.
Semua ilmu-ilmu ini berasal dari alam yang tidak berhuruf dan bersuara, kemudian bergerak menuju alam yang berhuruf dan bersuara. Di alam sana, ucapan tidak berhuruf dan bersuara.

 
“Dan Allah telah berbincang-bincang dengan Musa dengan langsung.”
(QS. al-Nisa’: 164)
 
Fihi Ma Fihi

Allah berbicara dengan Musa as. Tetapi Dia tidak berbicara dengan huruf dan suara serta dengan tenggorokan dan lisan, sebab huruf-huruf harus keluar melalui tenggorokan dan bibir agar dapat terucap. Maha suci Allah dari memiliki bibir, mulut dan tenggorokan. Di alam sana, para Nabi dianugerahi keistimewaan berupa kemampuan berbincang-bincang dan mendengar kalam Allah, yang tidak bisa dijangkau dan dipahami oleh kecerdasan- kecerdasan parsial. Para Nabi kemudian turun ke alam yang berhuruf dan bersuara ini dan menjadi anak-anak demi anak-anak itu: “Aku diutus sebagai guru.” Meskipun orang-orang di alam yang berhuruf dan bersuara ini tidak bisa sampai pada posisi Nabi, namun mereka menyandarkan kekuatan padanya. Sehingga dengan kekuatan itulah ia bisa menjadi besar, tumbuh dan bahagia. Seperti seorang bayi, meski ia belum mengenal ibunya secara terperinci, ia senang dan menjadi kuat dengan adanya sang ibu. Juga seperti buah-buahan, meskipun ia tidak tahu apa-apa tentang pohon itu, namun ia senang berada di atas dahan pohon itu hingga menjadi manis dan matang. Demikian halnya dengan para wali agung dengan huruf dan suara mereka, meski banyak orang yang tidak mengenal dan tidak mampu menggapainya, tetapi mereka menyandarkan kekuatan pada mereka dan makan dari meja makan mereka.
Terdapat sebuah makrokosmos di dalam jiwa dan berada dibalik akal, huruf dan suara. Tidakkah kamu lihat bagaimana orang-orang lebih cenderung kepada orang-orang gila dan pegi mengunjungi mereka? Mereka berkata: “Dia benar, barangkali inilah wali yang dimaksud. Hal-hal semacam ini mungkin saja ada, sekalipun mereka salah dalam kasus ini. Ini dikarenakan tidak semua hal bisa diketahui

352
 
Fihi Ma Fihi

oleh akal.” Tetapi ini tidak berarti bahwa semua hal yang tidak bisa diketahui oleh akal itu tidak ada: ”Setiap biji itu bundar, tapi tidak semua yang bundar itu biji,” adalah bukti dari pernyataan tersebut.
Kami berkata: Meski seorang wali memiliki sebuah keadaan yang tidak bisa diungkapkan melalui ucapan dan tulisan, namun akal dan roh menyandarkan kekuatan dan tumbuh berkembang dengannya. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh  orang-orang gila yang keadaannya berputar-putar itu. Meskipun mereka mengunjungi orang gila itu, tapi jika tidak diikuti dengan berusaha untuk mengubah keadaan mereka, maka mereka tidak akan bisa menemukan kesenangan pada jiwa orang gila ini. Meskipun mereka menyangka telah menemukannya, namun kita tidak menganggap penemuan mereka itu sebagai sebuah kesenangan. Seperti anak-anak yang terpisah dari ibunya dan mendapatkan kesenangan sesaat dari orang lain, kami tidak menyebut kesenangan itu sebagai sebuah kesenangan, sebab persepsi anak itu sudah salah.
Para dokter berkata bahwa apa pun yang sesuai dengan tabiat dan keinginan manusia, maka hal itu akan memberinya kekuatan dan membersihkan darahnya. Apa yang dikatakan dokter ini adalah benar jika ditujukan bagi orang-orang yang sehat. Misalnya, jika segumpal tanah cocok dengan tanah yang lainnya, jangan anggap bahwa tanah itu bisa memperbaiki kualitas tanah yang satunya, meski ia sesuai dengannya. Makanan yang asin hanya cocok untuk orang yang tertimpa penyakit kuning, tapi tidak untuk orang yang mengidap kencing manis. Kecocokan itu tidak ada harganya, karena ia berdasarkan penyakit. Sesuatu yang cocok sejatinya adalah apa yang

353
 
Fihi Ma Fihi

sesuai dengan keadaan manusia yang pertama kali sebelum ia sakit. Misalnya, tangan seseorang di-gips karena menderita patah tangan. Kemudian seorang ahli bedah datang untuk meluruskan tangannya yang bengkok dan mengembalikannya seperti semula, tetapi orang yang sakit itu menolaknya. Ahli bedah pun berkata: “Sebelumnya tanganmu lurus dan kamu menemukan kenyamanan darinya. Sementara saat tanganmu patah, kamu merasa sakit dan menderita. Meski sekarang kamu lebih nyaman dengan kondisi tanganmu yang patah ini, tapi kenyamanan itu adalah palsu dan tidak ada artinya.”
Seperti halnya malaikat, orang yang senantiasa berzikir dan tenggelam di dalam-Nya, maka roh-roh mereka akan mendapatkan kebanggaan di alam yang Suci. Ketika dia sakit karena menyatu dengan tubuh dan berobat dengan memakan makanan yang masam, para Nabi dan wali—yang menjadi dokter—berkata: “Sebenarnya cara ini tidak cocok untukmu. Kecocokan dan pengobatan ini hanyalah omong kosong. Ada sesuatu yang lain yang cocok untukmu tapi kamu lupakan, yaitu apa yang sesuai dengan tabiat aslimu dan yang benar adalah apa yang sejak awal cocok denganmu. Kamu menyangka bahwa penyakit yang sedang menjangkitimu ini adalah cocok untukmu dan kamu tidak mengenali kebenarannya.
Seorang bijak duduk dengan seorang ahli nhwu. Ahli nahwu berkata: “Sebuah kata tidak akan terlepas dari tiga pola: Isim, Fi’il dan Huruf.” Tiba-tiba si bijak merobek bajunya dan berteriak: “Aduh celaka, dua puluh tahun aku berusaha untuk pergi ke seluruh penjuru mata angin, kukerahkan seluruh kesungguhan untuk satu cita-cita mencari satu kata selain tiga kata tersebut, tapi kini kamu

354
 
Fihi Ma Fihi

telah meghancurkan cita-citaku.” Sebenarnya orang bijak itu sudah menemukan kata yang dia maksud, ia berkata demikian untuk memperingatkan ahli nahwu itu.
Diriwayatkan ketika Hasan dan Husain masih kecil, mereka melihat seorang kakek yang berwudu dengan cara yang tidak sesuai tuntunan syariat. Mereka berniat ingin mengajarinya cara berwudu yang benar. Mereka berdua mendatangi si kakek kemudian salah satu dari mereka berkata: “Dia mengatakan padaku bahwa kamu berwudu dengan cara yang tidak benar. Kami berdua ingin berwudu di depanmu dan lihatlah cara wudu kami, begitulah yang benar dan sesuai dengan syariat.” Mereka pun mulai mengambil wudu di depan si kakek. Namun si kakek berkata: “Anak-anak, cara wudu kalian sesuai dengan syariat, sementara cara wuduku, karena aku hanya orang miskin, adalah salah.”
Semakin banyak jumlah tamu, semakin besar seseorang membuat rumah, perabotan dan makanannya pun akan semakin banyak. Tidakkah kamu lihat bahwa postur tubuh seorang anak kecil adalah kecil, dan pikirannya juga kecil? Pikiran itu adalah tamu yang menyesuaikan diri dengan kapasitas rumah tubuhnya. Tak ada yang diketahui anak kecil itu selain air susu dan perempuan yang menyusuinya. Ketika tubuhnya besar, tamunya juga akan semakin banyak. Rumah akal yang ia tempati menjadi semakin luas, demikian juga dengan wawasan dan daya pembedanya. Tapi ketika para tamu cinta datang, rumah itu tidak lagi bisa menampung mereka, sehingga mereka akan merobohkan rumah itu dan membangun rumah yang baru.

355
 
Fihi Ma Fihi

Sesungguhnya tirai-tirai, para pelayan, tentara dan para budak sang raja sudah tidak tertampung di rumahnya. Tirai-tirai itu juga tidak pantas untuk pintu ini, Sedang para budak yang tidak terbatas harus memiliki kedudukan yang tak terbatas juga. Namun ketika tirai-tirai alam sang raja terangkat, bersinarlah setiap cahaya seiring hilangnya hijab dan tampak segala yang tersembunyi. Berbeda dengan tirai-tirai alam ini yang semakin bertambah hijabnya, tirai- tirai ini berbeda dengan tirai-tirai itu.
Aku tidak mengeluh atas segala kemalangan yang tak terperikan ini, Agar manusia menyadari dengan alibi dan celaanku
Seperti lilin yang menangis dan tidak tahu apa yang harus aku ungkapkan
Apakah karena ia bertemu dengan api atau karena berpisah dari madu.1


Maulana Rumi berkata: “Sesungguhnya al-Qadhi Manshur berbicara dengan perumpamaan yang absurd, berputar-putar dan berwarna-warni. Manshur tidak bisa menguasai dirinya sendiri sehingga dia berbicara dengan jujur. Seluruh alam adalah tawanan takdir, seluruh takdir adalah tawanan keindahan. Keindahan itu tampak dan tidak bersembunyi.”
Sebagian dari mereka berkata: “Bacalah satu lembar dari ucapan al-Qadhi.”


 
1  Ada yang mengatakan bahwa dua bait ini diucapkan oleh al-Qadhi Abu Manshur al-Harwi.

356
 
Fihi Ma Fihi

Maulana Rumi membacanya apa yang mereka minta dan setelah itu beliau berkata: Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang setiap kali mereka melihat perempuan di dalam kemah, mereka memerintahnya: “Angkatlah tudungmu agar aku bisa melihat wajahmu, bagaimana kepribadianmu, dan siapa dirimu? Ketika kami melintasi perempuan bertudung dan kami tak dapat melihatmu, akan timbul hasrat untuk mengganggumu dalam diri kami: ‘Siapa orang ini dan seperti apa kepribadiannya.’ Aku bukanlah orang yang kala memandang wajahmu akan tertimpa tnah dan akan menjadi budakmu. Sudah lama sekali Allah telah membuatku tanpa dosa dan bebas dari pesona-pesona serupa. Aku aman dari kekhawatiran semacam itu, jadi janganlah kamu mengganggu dan mem tnahku. Namun ketika aku tidak bisa melihat kalian, aku menjadi penasaran dan bertanya-tanya, ‘Siapakah dia?’”
Orang-orang ini sangatlah berbeda dengan golongan lain yang didorong oleh hawa nafsu mereka (ahlu nafs). Jika golongan ini melihat wajah-wajah jelita, mereka akan ter tnah dan terganggu. Melihat keadaan mereka yang demikian, akan lebih baik jika para para pemilik paras jelita itu tidak menampakkan wajahnya sehingga tidak akan mengakibatkan tnah bagi mereka. Namun berbeda dengan keadaan golongan ahli hati (ahlu qalb), akan lebih baik jika mereka menampakkan wajahnya agar terhindar dari tnah.
Seseorang berkata: “Di kota Khawarizm tidak ada satu pun orang yang jatuh cinta karena di sana ada banyak gadis-gadis cantik. Ketika para lelaki melihat gadis-gadis tersebut dan hati mereka terpaut, hal itu tidak akan berselang lama. Sebab setelah itu mereka akan melihat

357
 
Fihi Ma Fihi

gadis lain yang lebih cantik sehingga jatuhlah kecantikan para gadis sebelumnya di mata mereka.”
Maulana Rumi menjawab: “Jika tidak ada yang mencintai para gadis cantik di Khawarizm, maka sebaiknya ada orang-orang yang mencintai Khawarizm itu sendiri, sebab keindahan di sana tak terhitung jumlahnya. Khawarizm yang dimaksud di sini adalah kefakiran, yang menyimpan berbagai keindahan makna, materi dan rohani. Setiap kali kamu menghampiri satu keindahan dan menetap di sisinya, akan datang keindahan lain yang menampakkan wajahnya hingga kamu lupa dengan keindahan yang pertama. Demikian seterusnya, hendaknya kita merindukan kefakiran, karena di dalamnya ada banyak keindahan yang semacam ini.

Pasal 43. Bisa Melihat Karena Ada Yang Memperlihatkan

SAIF AL-BUKHARI pergi ke negeri Mesir. Setiap orang menyukai sebuah cermin dan mencintai bayangan sifat dan segala potensi mereka, sementara dia tidak mengetahui wajah aslinya. Dia menganggap bahwa bayangan adalah sebuah wajah dan cermin selubung ini adalah cermin wajahnya. Bukalah wajahmu agar kamu tahu bahwa aku adalah cermin bagi wajahmu, dan yakinkan dirimu bahwa aku adalah sebuah cermin.
Seseorang berkata: “Aku sadar bahwa para Nabi dan wali adalah korban dari kesalahan prasangkaku. Tidak ada apa-apa di sana selain pretensiku saja.”
Maulana Rumi berkata: “Apakah kamu mengatakan ini karena bualanmu saja atau kamu sudah melihat dan mengatakan sebelumnya? Kalau memang sebelumnya kamu sudah melihat dan
 
Fihi Ma Fihi
mengatakannya, maka itulah pandangan yang sebenarnya dan itu adalah sesuatu yang amat agung dan mulia. Sebuah pembenaran terhadap para Nabi karena tidak ada yang mereka akui selain sebuah penglihatan, dan kamu sudah mengakuinya. Sebuah penglihatan tidak akan tampak jika tidak ada yang memperlihatkan, sebab penglihatan adalah aktivitas produktif yang meniscayakan adanya dua unsur: yang memperlihatkan dan yang melihat. Jadi, yang memperlihatkan adalah sebuah tuntutan dan yang melihat adalah penuntut, atau sebaliknya. Pengingkaranmu terhadapnya justru akan semakin mengukuhkan eksistensi penuntut, yang dituntut dan penglihatan itu sendiri. Sehingga aspek ketuhanan dan penghambaan menjadi satu kasus dalam pena an atau penetapannya, dan akhirnya semua menjadi wajib.”
Seseorang berkata: “Kelompok manusia itu adalah murid- murid dari orang yang lalai yang mereka agungkan.” Aku berkata, “Kelalaian seorang guru tidak lebih rendah dari batu dan berhala. Para penyembah berhala mengagungkan, membanggakan, mengharap, merindukan, membutuhkan, dan menangis padanya, sementara batu tidak memiliki apa-apa dan tidak merasakan apa-apa. Allah SWT menjadikannya—yang sama sekali tidak dipahami oleh batu dan berhala itu —sebagai alat pengabdian mereka.
Seorang ahli Fiqih memukul seorang bocah. Dikatakan kepadanya: “Apa kesalahannya sehingga kamu memukulnya?” Ahli Fiqih menjawab: “Kalian tidak tahu, anak ini berzina dengan sengaja.” Kemudian ditanyakan lagi: “Apa yang dia lakukan dan apa kesalahannya?” Ahli Fiqih menjawab: “Ketika dia ejakulasi,


360
 
Fihi Ma Fihi

khayalannya kabur sehingga aku menganggap ejakulasinya itu batal.” Tak diragukan lagi bahwa kecintaan ahli qih ada bersama khayalan bocah itu, tapi bocah itu tidak mengetahuinya. Seperti itulah kecintaan mereka pada khayalan guru yang bodoh itu, mereka lupa akan keterkungkungan, keberhasilan dan keadaan mereka. Sekalipun kecintaan yang salah bisa menciptakan khayalan perasaan pada wujud seseorang, tapi ini berbeda dengan seseorang yang bercumbu dengan orang yang dirindukan dan nyata keberadaannya, ia mengetahui dan melihat keadaan orang yang dirindukannya itu. Mereka seperti orang yang memeluk sebuah tiang di tempat gelap dan mengira itu kekasihnya. Meski mereka menangis dan merintih, namun kenikamatannya tidaklah sama dengan orang yang memeluk kekasihnya yang hidup dan mengetahuinya.

Pasal 44. Al-Qur'an: Sutera Yang Memiliki Dua Sisi

SETIAP orang yang hendak bepergian ke suatu tempat, akalnya akan berpikir: “Setelah aku sampai di sana, aku akan mudah mendapatkan segala kemaslahatan dan pekerjaan, keadaanku akan teratur, teman-temanku akan senang dan aku akan mampu mengalahkan musuh-musuhku.” Pikiran semacam inilah yang menyita perhatiannya, meski tujuan sejatinya adalah sesuatu yang lain. Sudah banyak pikiran dan upaya yang dia kerahkan, tapi tidak ada satu pun yang berjalan sesuai dengan keinginannya. Meski demikian, ia tetap berpegang teguh pada upaya dan pilihannya itu.
Seorang hamba yang berusaha, namun mengabaikan takdir, Maka usahanya akan sia-sia, dan yang tersisa hanyalah takdir Tuhan.
 
Fihi Ma Fihi

Ini seperti seseorang yang bermimpi tinggal di sebuah kota yang asing. Tak ada yang mengenal dan dia kenali di kota tersebut. Kebingungan menimpa dirinya dan ia pun menyesal. Hambatan dan kerugian menimpanya, dan dia berkata: “Mengapa aku datang ke kota yang tidak aku kenal ini tanpa kehadiran sang kekasih di sini?” Namun ia sadar bahwa segala penyesalan dan kerugian itu tidak ada gunanya. Ia menyesali keadaan yang menimpa dirinya dan melihatnya sebagai kesia-siaan. Pada waktu yang lain, ketika ia tertidur, ia melihat dirinya telah berpindah ke kota itu dan mulai diterpa kegelisahan, hambatan dan berbagai kerugian. Ia menyesali kedatangannya ke kota itu. Ia tidak mampu berpikir dan mengingat- ingat: “Sungguh dalam keadaan sadar aku telah menyesali kesedihan ini dan aku mendapati bahwa perbuatanku ini hanyalah kesia-siaan dan sebatas bunga tidur yang tidak bermanfaat apa-apa.”
Seperti inilah keadaan seluruh manusia. Ratusan ribu kali mereka melihat niat dan usahanya gagal dan tak ada satu pun yang berjalan sesuai dengan keinginannya. Namun Allah mengendalikan kealpaan mereka sehingga mereka melupakan semua yang sudah terjadi, dan mereka tetap saja mengikuti jalan pikiran dan kehendak mereka sendiri.

 
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. al-Anfal: 24)





364
 
Fihi Ma Fihi

Konon, ketika Ibrahim bin Adham menjadi raja, dia pergi berburu. Ia mengejar seekor kijang hingga terpisah jauh dari bala tentaranya. Karena letih, kudanya sampai berkeringat, namun dia masih terus mengejar. Pada saat ia melewati batas di gurun itu, tiba- tiba kijang buruannya menoleh ke arahnya dan berkata: “Aku tidak diciptakan untuk hal ini. Wujud ini tidak dibentuk dari ketiadaan agar kamu memburuku. Sekalipun kamu bisa menangkapku, apa yang akan kamu peroleh?”
Mendengar ucapan ini, Ibrahim menjerit, dan seketika itu ia terpelanting dari punggung kudanya. Tak ada seorang pun di padang itu selain seorang penggembala. Ibrahim menunduk di hadapannya seraya berkata: “Ambillah pakaian kerajaanku yang berhiaskan intan permata ini, ambillah senjataku, kudaku dan berikanlah pakaian kasarmu itu. Jangan ceritakan kepada siapapun tentang apa yang telah menimpaku ini.” Ibrahim kemudian memakai pakaian kasar itu dan pergi melanjutkan perjalanannya.
Sekarang, lihatlah apa keinginan dan tujuan hakikinya. Ia hendak menangkap kijang, tapi justru Allah yang menangkap dirinya lewat kijang itu. Sadarilah bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini bisa terjadi atas kehendak Allah. Keinginan-Nyalah yang berlaku dan semua tujuan akan mengikuti-Nya.
Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab memasuki rumah saudarinya yang sedang membaca al-Qur’an dengan suara nyaring: “ aha, Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah [QS. aha: 1-2].” Ketika melihat saudaranya masuk, ia  menyembunyikan  al-Qur’an  dan  memelankan  suara.  Umar

365
 
Fihi Ma Fihi

menghunus pedangnya dan berkata: “Katakan padaku apa yang sedang kamu baca dan mengapa kamu menyembunyikannya dariku, kalau tidak akan memenggal kepalamu tanpa belas kasihan saat ini juga.”
Saudarinya yang mengenal tabiat Umar jika sedang marah itu takut bukan kepalang. Dalam kondisi ketakutan ia pun mengaku: “Aku membaca kalam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad Saw.” Umar berkata: “Baca lagi agar aku bisa mendengarnya.” Ia pun membaca surat aha. Mendengar al-Qur’an dibacakan, Umar semakin marah dan berkata: “Jika aku membunuhmu sekarang, maka aku hanya akan membunuh orang yang lemah. Aku akan pergi dan memenggal kepala Muhammad terlebih dahulu, baru kemudian aku akan mendatangimu lagi.” Dalam balutan amarah yang membara, Umar kemudian bergegas menuju masjid Nabawi dengan pedang terhunus. Di tengah perjalanan, para pemuka Quraisy melihatnya dan berkata: “Hai, Umar hendak  menemui  Muhammad.  Jika ada yang bisa menghentikan agama Muhammad, pasti Umarlah orangnya.” Hal itu dikarenakan Umar adalah sosok yang kuat dan perkasa. Pasukan mana pun yang pernah menghadapinya selalu dia kalahkan dan kemenangannya itu dibuktikan dengan memenggal kepala lawan-lawannya. Karena itulah Rasulullah sering berdoa: “Ya Allah, tolonglah Islam lewat salah satu dari dua Umar (Umar bin al- Khatthab dan Amr bin Hisyam atau Abu Jahal).” Pada masa itu, kedua orang ini memang terkenal dengan kekuatan dan keperkasaannya.
Ketika Umar sudah masuk Islam, ia sering menangis dan berkata: “Ya Rasulullah, celaka aku jika seandainya engkau mendahulukan

366
 
Fihi Ma Fihi

Abu Jahal dengan berdoa: ‘Ya Allah, tolonglah Islam lewat Abu Jahal atau Umar,” lantas akan menjadi apa diriku ini, aku akan tetap berada dalam kesesatan.”
Singkat cerita, Umar menghampiri masjid Nabawi dengan pedang terhunus. Namun pada saat itu, Jibril turun mengabarkan pada Rasulullah Saw.: “Ya Rasulullah, Umar akan datang untuk masuk Islam, peluklah dia.” Pada saat Umar masuk dari pintu masjid, tiba-tiba ia melihat dengan jelas sebuah panah cahaya yang melesat dari sisi Rasulullah Saw. dan menancap ke dalam hatinya. Umar pun menjerit dan jatuh pingsan. Setelah kejadian itu, cinta dan kerinduan memenuhi relung jiwa Umar. Dia berharap bisa melebur dalam diri Rasulullah karena dalamnya rasa cinta Umar pada beliau sampai tak tersisa apa-apa lagi dari dirinya. Umar berkata: “Wahai Nabi Allah, sekarang tunjukkan padaku keimanan itu dan katakanlah kalimat yang penuh berkah itu agar aku bisa mendengarnya.”
Setelah masuk Islam, Umar berkata: “Sekarang, sebagai ganti dari kedatanganku ke sini dengan pedang terhunus dengan maksud hendak membunuhmu, setiap orang yang kudengar menentangmu setelah ini, tak akan kuberi rasa aman. Dengan pedang ini, akan aku penggal kepalanya.”
Ketika Umar keluar dari masjid, tanpa diduga Umar bertemu dengan ayahnya. Ayahnya bertanya: “Apa kamu sudah mengalirkan (darahnya)?” Pada saat itu juga Umar memenggal kepala ayahnya dan terus berjalan dengan menggengam pedangnya yang berlumuran darah. Ketika  para pemuka  Quraisy melihat  pedang yang berlumuran darah itu, mereka bertanya: “Kamu sudah berjanji akan

367
 
Fihi Ma Fihi

membawa kepala Muhammad, mana kepalanya?” Umar menjawab: “Ini kepalanya.” Mereka bertanya lagi: “Kau membawa kepala Muhammad?” Umar menjawab: “Bukan. Ini bukan kepalanya, tapi kepala orang lain.”
Sekarang lihatlah apa yang sudah direncanakan oleh Umar dan apa yang dikehendaki oleh Allah dari rencananya itu, agar kamu mengetahui bahwa semua rencana akan berjalan sesuai dengan keinginan-Nya.
Umar bermaksud untuk mendatangi Rasulullah dengan hunusan pedang di tangannya.
Namun dia tersungkur dalam jaring Allah, dan karena nasibnya yang mujur itu, ia mendapat pandangan yang benar.1


Sekarang, jika mereka bertanya pada kalian: “Kau datang dengan membawa apa?” Jawablah: “Aku datang dengan membawa kepala.” Jika mereka berkata “Kami sudah melihat kepala ini?,” maka katakanlah: “Bukan, ini bukan kepala yang kamu lihat, ini kepala yang lain.” Kepala adalah tempatnya rahasia. Jika tidak demikian, maka seribu kepala pun tidak akan terbeli oleh satu keping dirham. Bacalah ayat berikut:




 
1 Bait ini adalah potongan puisi dari kumpulan ghazal (puisi cinta)-nya Maulana Jalaluddin Rumi.



368
 
Fihi Ma Fihi

 
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat salat.” (QS. al-Baqarah: 125)


Ibrahim berkata: “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memuliakan diriku dengan jubah kerelaan-Mu dan telah memilihku, karuniakan pula kekeramatan ini pada keturunanku.” Allah kemudian menjawab dalam rman-Nya:

 
“Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.” (QS. al- Baqarah: 124)


Maksud dari ayat di atas adalah bahwa orang-orang zalim itu bukanlah orang yang pantas menyandang jubah dan karamah Allah. Ketika Ibrahim menyadari bahwa Allah tidak peduli dengan orang- orang zalim dan tiran, ia membatasi keinginannya seraya berucap: “Ya Allah, mereka orang-orang beriman dan tidak berbuat zalim, limpahkanlah rezeki-Mu dan jangan Engkau cegah mereka darinya.” Alllah menjawab: “Sesungguhnya rezeki-Ku berlaku umum, siapa saja memiliki bagian darinya. Setiap makhluk mempunyai bagian dari rumah perjamuan ini. Sedangkan jubah kerelaan, penerimaan, pemuliaan dan keagungan-Ku hanya menjadi bagian orang-orang khusus dan terpilih.”


369
 
Fihi Ma Fihi

Kaum literalis berkata: “Yang dimaksud dengan rumah ini adalah Ka’bah, di mana setiap orang yang berlindung di dalamnya akan memperoleh rasa aman dari berbagai rintangan. Di dalamnya diharamkan berburu dan menyakiti sesama manusia. Allah telah memilih Ka’bah sebagai rumah bagi-Nya.” Perkataan ini benar dan baik, tapi itu hanyalah pemahaman dari sisi lahiriah al-Qur’an saja. Sedangkan menurut pandangan para ahli tahkik, yang dimaksud dengan rumah di sini adalah batin manusia. Jadi, maksudnya adalah: “Ya Allah, kosongkanlah batinku dari keraguan dan kesibukan hawa nafsu. Sucikanlah ia dari berbagai syahwat dan pikiran kotor agar tidak ada jalan bagi setan dan keraguan, sehingga tak tersisa lagi ketakutan di dalamnya dan seluruhnya menjadi tempat bagi wahyu- Mu.”
Allah telah memerintahkan bintang untuk naik ke langit dan menghalangi setan-setan mendengarkan rahasia-rahasia malaikat; agar tak seorang pun yang mengetahui rahasia-rahasia-Nya dan aman dari berbagai macam bahaya. Dengan kata lain: “Ya Allah, perintahkanlah para penjaga perhatian-Mu untuk mengawasi batinku juga, agar gangguan setan-setan dan tipu daya hawa nafsu bisa menjauh dariku.” Ini adalah ucapan ahli batin dan para pemilik mata hati.
Setiap orang bergerak dari tempat mereka sendiri. Al-Qur’an itu laksana sutera yang memiliki dua sisi; sebagian mengambil intisari dari sisi ini, dan sebagian lagi dari sisi yang lain. Keduanya sama-sama benar, sebab Allah SWT menghendaki agar setiap orang bisa mengambil manfaat dari al-Qur’an. Seperti seorang istri yang

370
 
Fihi Ma Fihi

memiliki suami dan bayi, baik suami maupun sang bayi memiliki bagiannya masing-masing. Si bayi akan menemukan kenikmatan dari puting susu dan air susu ibunya, sementara suami akan mendapatkan kenikmatan ketika ia bercumbu rayu dengan istrinya. Sebagian manusia adalah anak-anak di jalan ini, mereka menemukan kenikmatan di wilayah makna tekstual al-Qur’an, mereka meminum air susunya. Namun bagi orang-orang yang telah mencapai derajat kesempurnaan, mereka akan merasakan kenikmatan dan pemahaman lain dari makna-makna al-Qur’an.
Maqam Ibrahim dan tempat shalatnya adalah tempat di dekat Ka’bah. Kaum literalis berkata bahwa setiap Muslim wajib mendirikan salat dua rakaat di sana. Demi Allah ini adalah pekerjaan yang bagus. Sementara bagi para ahli tahkik, maqam Ibrahim bermakna bahwa hendaknya kamu lempar dirimu ke dalam api sebagaimana yang dilakukan Ibrahim demi kebenaran. Hendaknya jiwamu mendatangi maqam ini dengan sungguh-sungguh dan berusaha di jalan Allah atau yang dekat dengan maqam ini sehingga saat itu manusia telah mengorbankan jiwanya demi kebenaran. Maksudnya tak tersisa lagi bahaya bagi jiwa dan tak akan bergoncang lagi karena hawa nafsu. Salat dua rakaat di maqam Ibrahim itu bagus, tapi biarkan salat itu ditegakkan di dunia ini, sementara rukuknya di dunia sana.
Ka’bah yang sejati adalah hati para Nabi dan wali yang menjadi tempat turunnya wahyu Allah. Adapun Ka’bah yang kita kenal hanyalah cabang darinya. Jika yang sejati bukan di hati, lantas apa gunanya Ka’bah? Para Nabi dan wali mengorbankan segala kehendak mereka dan mengikuti kehendak Allah. Semua yang

371
 
Fihi Ma Fihi

diperintahkan-Nya akan dilaksanakan oleh mereka. Setiap orang tidak akan mengalihkan perhatian mereka, bahkan kepada ayah dan ibu mereka sekalipun. Mereka juga tidak akan menyisakan takaran bagi keduanya. Sebab dalam pandangan mereka, (terkadang) orang tua tampak sebagai musuh.
Kuletakkan tali kendali hatiku di tangan-Mu, Apa pun yang Kau katakan untuk dimasak, kami nyatakan untuk dibakar.


Semua yang aku katakan adalah perbandingan (mitsal), bukan persamaan (matsal). Kedua istilah ini berbeda. Allah menggunakan istilah mitsal ketika menyerupakan Cahaya-Nya dengan lampu. Para wali yang diserupakan dengan kaca lampu itu juga menggunakan istilah mitsal. Cahaya Allah tidak dapat ditampung oleh semesta dan tempat. Bagaimana mungkin keadaan bisa ditampung oleh sebuah kaca dan lampu? Bagaimana mungkin hati bisa menampung tempat- tempat terbitnya Cahaya Allah? Tetapi ketika kamu mencari Cahaya Allah itu, kamu akan mendapatkannya di dalam hati. Bukan seperti sebuah kotak di mana Cahaya itu bersemayam, melainkan kamu akan mendapati Cahaya itu bersinar dari hatimu. Seperti halnya ketika kamu menemukan gambaran ragamu di dalam cermin. Ragamu tidak berada di dalam cermin itu, tapi kamu akan melihat dirimu sendiri ketika kamu melihat ke dalam cermin.
Ketika diungkapkan dengan perbandingan, segala sesuatu yang awalnya tidak bisa dicerna akal akan menjadi logis dan kemudian akan bisa dilihat. Seperti ucapanmu: “Ketika manusia memejamkan

372
 
Fihi Ma Fihi

matanya, ia akan melihat berbagai macam hal yang mengagumkan, ia akan menyaksikan berbagai materi dan bentuk yang tampak. Akan tetapi ketika ia membuka kedua matanya, tak ada satu pun yang terlihat.” Tak ada seorang pun yang akan membenarkan dan menganggapnya logis, namun saat kamu kemukakan satu perbandingan, ia akan segera bisa dipahami. Bagaimana ini bisa terjadi? Ini seperti seseorang yang melihat ratusan ribu orang dalam tidurnya, tapi tak ada satu pun yang ia lihat di dunia nyata. Atau seperti seorang arsitek yang mengkhayalkan sketsa rumah yang lebar, panjang dan gaya yang sempurna. Siapa pun akan menganggap hal itu tidak logis, namun saat ia melukis desain rumah tersebut di atas kertas, gambar rumah pun menjadi nampak. Ketika ia memberikan gambaran yang telah dirancang, wujud rumah dengan berbagai perinciannya itu akan menjadi logis bagi siapa pun yang melihatnya. Setelah ia menjadi logis, sang arsitek mulai membangun rumah sesuai dengan rancangan yang dibuatnya. Akhirnya, tampaklah bangunan sebuah rumah.
Dari sini kita bisa tahu bahwa sebenarnya segala sesuatu yang tidak logis akan bisa dicerna dan dipahami dengan menggunakan perbandingan. Ini seperti yang dikatakan bahwa kitab-kitab beterbangan di dunia sana, sebagian ke kanan dan sebagian lagi ke kiri. Di sana juga terdapat malaikat, arasy, neraka, surga, mizan, hisab dan kitab; yang mana semuanya tidak akan bisa kita cerna kecuali dengan perbandingan. Meskipun semuanya tidak ada di dunia ini, tapi ia akan tampak nyata dengan perbandingan. Contohnya adalah ketika semua makhluk tertidur di malam hari, entah itu seorang pandai besi, raja, hakim, pejahit, dan lain sebagainya. Ketika tidur,

373
 
Fihi Ma Fihi

pikiran-pikiran mereka terbang dan tak ada satu pun yang masih melekat pada mereka. Hingga saat fajar tiba, terompet Isra l seperti membawa kehidupan mereka kembali lagi ke dalam sel-sel tubuh mereka. Pikiran-pikiran kembali menghampiri mereka bagaikan kitab yang beterbangan di hari pembalasan tanpa kesalahan apa pun. Pikiran penjahit akan kembali kepada dirinya, pikiran hakim akan kembali kepada dirinya, pikiran pandai besi akan kembali kepada dirinya, pikiran orang zalim akan kembali kepada dirinya, dan pikiran orang yang adil juga akan kembali kepada dirinya. Adakah orang yang tidur sebagai penjahit kemudian ia bangun di siang hari sebagai tukang sepatu? Tidak mungkin, sebab menjahit adalah pekerjaan dan kesibukan yang sudah dijalani sebelumnya, jadi dia akan kembali sibuk dengan pekerjaan itu di keadaan yang kedua. Dari sini kita mengerti bahwa di dunia sana, hal yang semacam ini terjadi dan bukan sebuah kemustahilan, dan itu juga sering terjadi di dunia sini.
Jadi ketika manusia menggunakan perbandingan ini sampai ke ujung rangkaian ini, di dunia sekarang dia akan menyaksikan segala keadaan yang ada di dunia sana. Semua akan tersingkap olehnya sehingga ia akan mengerti bahwa segala sesuatu ada dalam genggaman Allah. Ada banyak tulang belulang yang mungkin pernah kamu lihat membusuk di dalam kubur, sejatinya ia menikmati manisnya kebahagaan dan tertidur di sana seperti orang mabuk. Mereka menangkap kenikmatan dan kelenaan itu dengan sempurna. Ini bukan bualan, dan karena itulah manusia sering berdoa: “Semoga Allah mengharumkan tanah pusaranya.” Jika debu tidak tahu soal wewangian, bagaimana mungkin mereka akan berdoa seperti itu?

374
 
Fihi Ma Fihi

Semoga Allah melanggengkan usia berhala bak rembulan itu sampai seratus tahun lagi,
Dan kujadikan hatiku sebagai tempat bagi anak panah air matanya.
Di atas pintu pusaranya, hatiku mati dalam keadaan bahagia dan penuh suka cita,
Sambil aku berdoa: “Ya Tuhan, harumkanlah pusaranya.”


Hal semacam ini terjadi di alam indrawi. Seperti sepasang suami istri yang tidur di atas satu ranjang. Sang istri melihat dirinya berada di tengah-tengah penjamuan makan di sebuah taman mawar yang dipenuhi para biduan, sementara sang suami melihat dirinya berada di antara lilitan ular-ular, para penjaga Jahannam, dan kalajengking. Jika kamu amati keduanya, kamu tidak akan melihat semua itu. Lantas kenapa harus  terkejut  jika  sebagian  manusia—bahkan di dalam kuburnya—bersukacita, merasakan kenyamanan, dan kemabukan, sementara sebagian yang lainnya sengsara, menderita, dan tersiksa? Dari sini bisa diketahui bahwa sesuatu yang tidak logis bisa dicerna dengan menggunakan perbandingan.
Sekali lagi, mitsal tidak identik dengan matsal. Seorang bijak meminjam istilah ‘musim semi’ untuk menggambarkan keadaan yang menunjukkan kondisi kenyamanan, kebahagiaan dan kelapangan, dan menyebut ‘musim gugur’ untuk menggambarkan cengkraman dan kegelisahan. Lantas apa persamaan antara kesenangan dengan musim semi dan kegelisahan dengan musim gugur, apakah dari sisi bentuknya? Tanpa perbandingan ini, akal tidak akan mampu menangkap gambaran maknanya. Allah ber rman:

375
 
Fihi Ma Fihi

 

“Dan tidaklah sama antara orang buta dengan orang yang melihat. Tidak pula sama antara gelap gulita dengan cahaya. Tidak pula sama antara yang teduh dengan yang panas.” (QS. Fathir: 19-21)


Allah membandingkan keimanan dengan cahaya dan keka ran dengan kegelapan, atau membandingkan keimanan dengan naungan keteduhan dan keka ran dengan matahari yang membara, yang tidak mengandung rahmat sedikit pun di dalamnya dan hanya membuat otak mendidih. Lantas apa persamaan antara sinar keimanan dengan kelembutannya, antara cahaya alam kita atau antara kotoran kekufuran yang gelap dengan kegelapan alam ini?
Jika ada seseorang yang tertidur di tengah-tengah sebuah perbincangan, maka tidur itu bukan disebabkan karena keterlenaannya, melainkan karena ia merasa aman. Bandingkan dengan yang terjadi pada sebuah ka lah yang menyusuri jalanan terjal dan menakutkan di malam yang gelap, tentu mereka akan terjaga karena ketakutan dan kekhawatiran akan adanya bahaya musuh yang menimpa mereka. Namun ketika telinga mereka mendengar suara anjing dan ayam jantan setibanya di suatu desa, mereka akan menjadi tenang dan bisa tidur dengan nyenyak. Padahal saat berada di jalan tanpa adanya suara dan senandung tadi, rasa kantuk itu tidak menghampiri mereka lantaran rasa takut yang mendera. Sementara ketika mereka sudah memasuki

376
 
Fihi Ma Fihi

desa, rasa aman itu menyelubungi mereka meski gonggongan anjing dan kokok ayam jantan terus mengganggu mereka. Hati mereka tetap tenang, aman, dan bisa tidur dengan pulas.
Perkataan kita juga berasal dari rasa aman dan ketenangan, sebab kata-kata itu adalah ucapan para Nabi dan wali. Ketika jiwa kita mendengar percakapan para kekasih yang mereka kenal, kita akan merasa aman dan terbebas dari rasa takut, karena dari percakapan itu terhampar semerbak harapan dan kebahagiaan. Ini seperti seseorang yang berjalan bersama rombongannya di malam gelap. Setiap saat mereka menyangka—karena rasa takut mereka yang begitu dalam—bahwa para pencuri telah menyusup ke dalam rombongan itu. Mereka selalu ingin mendengar perbincangan para penunjuk jalan dan mengetahui suara mereka, dan ketika keinginan mereka terwujud, mereka merasa aman. “Katakanlah: Wahai Muhammad, bacalah,” karena esensimu begitu subtil dan pandangan-pandangan tidak akan mampu menyentuhmu. Tetapi di saat kau berbicara, tersingkaplah bahwa kau adalah seorang yang jujur dan sangat dikenal oleh jiwa-jiwa mereka sehingga mereka merasa aman dan tenang. Jadi, bicaralah!
Cukuplah tubuhku yang kurus ini menunjukkan bahwa aku seorang lelaki
Andai saja tak ada omonganku padamu, kau tidak akan melihatku


Di sebuah kebun, ada seekor binatang yang sangat kecil dan tak kasatmata, tetapi ketika ia bersuara, manusia akan bisa mengetahuinya lewat suaranya. Semua makhluk di kebun dunia ini tenggelam, dan

377
 
Fihi Ma Fihi

begitu juga dengan esensimu yang sangat subtil dan tak kasatmata. Maka bicaralah agar aku bisa melihatmu. Ketika kamu ingin pergi ke suatu  tempat,  pertama  kali  hatimu yang  akan  pergi  untuk menyaksikan dan meneliti keadaan di tempat itu, lalu ia akan kembali untuk mendorong tubuhmu. Jika dibandingkan dengan para Nabi dan wali, maka sekumpulan manusia itu seperti tubuh-tubuh, dan para Nabi dan wali adalah hatinya semesta alam. Pertama, hati akan pergi ke dunia sana, keluar dari karakter kemanusiaan, daging dan kulit mereka. Mereka mengamati tingkat kerendahan dan ketinggian kedua alam, dan melewati beberapa tempat tinggal sampai mereka mengenali jalan yang seharusnya dilalui manusia ini. Setelah itu mereka kembali untuk mengundang para makhluk seraya berkata: “Datanglah ke dunia yang asli di sana, karena dunia ini hanyalah rumah ketiadaan yang akan rusak. Kami sudah menemukan tempat yang bagus dan sekarang kami beritahukan pada kalian.”
Ketahuilah bahwa hati, dalam setiap keadaan, akan senantiasa menyertai orang yang dicintainya. Hati tidak akan merobohkan rumah, tidak akan takut kepada para penyamun, dan tidak membutuhkan pelana kuda. Tubuh yang buruklah yang terikat pada pada semua itu.
Aku berkata pada hatiku: “Wahai hati, karena kebodohanmu, kamu dilarang melayani orang yang kamu anggap sebagai raja.”
Hati menjawab: “Kamu salah membacaku dengan cara ini, aku akan terus melayani-Nya. Kamulah orang yang tersesat dan kebingungan.


378
 
Fihi Ma Fihi

Di mana pun kamu berada dan apa pun yang terjadi, berusahalah untuk selalu menjadi seorang pecinta dan perindu. Ketika cinta sudah menjadi milikmu, maka selamanya kamu akan menjadi seorang pecinta di mana pun kamu berada; di dalam kubur, di padang mahsyar, di surga, dan di segala tempat. Ketika benih gandum kamu tanam, maka benih itu akan tumbuh sebagai gandum, di gudang tetap menjadi gandum, dan di tungku perapian juga tetap menjadi gandum.
Majnun hendak menulis surat pada Laila. Ia memegang pena lalu menulis bait berikut:
Khayalanmu di mataku, namamu di mulutku Ingatanmu di hatiku, lalu di mana lagi aku bisa menulis?”


Khayalanmu bersemayam di hatiku, namamu tak pernah lepas dari lidahku, dan ingatanmu memenuhi lubuk jiwaku, lalu ke mana harus kukirimkan surat ini padahal kau selalu berputar-putar di segala tempat? Majnun kemudian mematahkan pena dan merobek kertasnya.
Ada banyak manusia yang hatinya dipenuhi oleh kalimat- kalimat semacam ini, tapi mereka tidak bisa mengungkapkannya dengan ungkapan dan rangkaian lafal-lafal, meski mereka adalah para pecinta yang mencari dan condong padanya. Hal ini tidak mengherankan dan tidak akan mencegah mereka untuk terus mencinta. Sebaliknya, akar materinya adalah hati,  kerinduan dan cinta. Seperti bocah yang merindukan air susu ibunya, yang

379
 
Fihi Ma Fihi

mana dari susu itu mereka mendapat kemampuan serta kekuatan darinya. Tetapi bocah itu tidak bisa mendeskripsikan air susu atau menjabarkan pengertiannya. Dia tidak bisa berkata dengan bahasa ungkapan: “Kenikmatan yang kudapatkan dari air susu ini seperti ini. Andai aku tidak meminumnya, niscaya aku akan menjadi lemah dan menderita,” meskipun rohnya merindukan air susu dan bergantung padanya. Berbeda dengan orang dewasa, meskipun mereka bisa menjabarkan susu dengan ribuan cara, tetapi mereka tidak menemukan kenikmatan dan sudah tidak membutuhkan air susu ibu.

Pasal 45. Mintalah Kepada Allah

“Siapa nama pemuda itu? Saifuddin (pedang agama).”

MAULANA Rumi berkata: “Sesungguhnya pedang yang masih ada dalam sarungnya tidak mungkin terlihat. Pedang agama adalah ia yang berperang untuk agama dan mempersembahkan segala usaha mereka kepada Allah semata. Dia yang mengungkap kebenaran dari kesalahan serta membedakan antara yang hak dan yang batil. Tapi sebelum itu, mereka akan mengoreksi diri dan memperbaiki etika mereka sendiri: “Mulailah dari dirimu sendiri.” Semua nasihat akan mereka arahkan pada diri mereka sendiri seraya berkata dalam hati: “Pada akhirnya, kamu juga seorang manusia yang memiliki dua tangan dan kaki, dua telinga dan pemahaman, dua mata dan mulut. Para Nabi dan wali yang sudah meraih kebahagiaan dan telah sampai pada tujuan mereka juga manusia seperti aku yang memiliki dua
 
Fihi Ma Fihi

telinga, akal, lisan, dua tangan dan dua kaki, tapi kenapa mereka ditunjukkan pada jalan itu? Kenapa pintu itu dibukakan untuk mereka, tapi tertutup untukku?”
Manusia semacam ini terus mengoreksi dirinya siang malam seraya berkata dalam hati: “Apa yang kamu kerjakan, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan sehingga kamu tidak diterima?” itulah yang terus mereka lakukan sampai mereka menjadi Pedang Allah dan Lisan Kebenaran.
Misalnya, sepuluh orang hendak memasuki satu rumah. Sembilan orang dari mereka menemukan jalan, sementara yang satu tertinggal di luar dan tidak menemukan jalan. Tak ayal orang ini akan berpikir dalam hatinya dan berkata: “Aneh, apa yang telah aku perbuat sehingga aku tidak diizinkan masuk, apakah karena aku kurang sopan?” Lelaki itu seharusnya menimpakan kesalahan pada dirinya sendiri dan mengakui kecerobohan dan keburukan sikapnya. Tidak seharusnya dia berkata: “Allah telah melakukannya kepadaku, apa yang bisa aku lakukan? Ini semua adalah kehendak-Nya. Jika Allah berkehendak, Dia akan menunjukkan jalan kepadaku.” Pernyataan semacam ini merupakan sindiran untuk mencela Allah dan menghunus pedang di hadapan-Nya. Dengan ucapannya seperti itu, dia akan menjadi pedang yang melawan Allah, bukan menjadi pedang Allah.
Allah berada jauh dari memiliki kerabat; “Dia tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan [QS. al-Ikhlas: 3].” Tidak ada seorang pun yang akan menemukan jalan kepada-Nya selain dengan cara menghambakan diri; “Dan Allah-lah yang Maha Kaya dan kamulah

382
 
Fihi Ma Fihi

orang-orang yang berkehendak kepada-Nya [QS. Muhammad: 38].” Tidak mungkin kamu mengomentari seseorang yang menemukan jalan kepada-Nya dengan mengatakan: “Ia lebih dekat kepada Allah, lebih banyak pengetahuannya, dan lebih banyak ikatannya dengan Tuhan daripada aku.”
Demikianlah, kedekatan dengan Allah tidak akan menjadi mudah kecuali dengan jalan menghambakan diri. Dia adalah Maha Pemberi. Dia yang memenuhi dasar lautan dengan mutiara, yang membungkus duri dengan mawar dan memberikan roh pada segenggam tanah. Semuanya dilakukan tanpa ada pretensi dan tanpa pendahulu. Setiap komponen alam memiliki kedudukan di sisi- Nya. Ketika seseorang mendengar kabar bahwa di sebuah kota ada seorang yang mulia yang memberi hadiah dan donasi yang besar, maka dia akan terdorong untuk mengunjungi orang tersebut dengan harapan bisa mendapatkan bagian dari pemberian itu. Demikianlah Allah mengaruniakan ketenaran pada orang seperti itu. Jika reputasi dan seluruh alam lahir dari kelembutan-kelembutan-Nya, mengapa kamu tidak mencari manfaat dari-Nya, tidak meminta jubah-jubah kehormatan dan memohon kepada-Nya? Kamu justru malah duduk menganggur seraya berkata: “Jika Allah menghendaki, Dia akan memberikan semua itu padaku.” Kamu tidak pernah meminta apa pun dari-Nya.
Seekor anjing yang tidak punya akal dan pengetahuan, ketika lapar dan tidak menemukan roti, ia akan mendatangimu dengan menggerak-gerakkan ekornya. Seakan-akan dia berkata: “Beri aku roti, karena aku tidak punya roti dan kamu memiliki apa yang aku

383
 
Fihi Ma Fihi

cari.” Anjing bisa membedakan hal itu. Akhirnya, kamu tidak lebih rendah dari anjing yang tidak rela tidur di atas abu dan berkata: “Jika Allah menghendaki, Dia akan memberiku roti,” tapi dia akan mencari dan mengibaskan ekornya. Jadi, kibaskan juga ekormu, mintalah kepada Allah dan memohonlah, karena permohonan kepada Sang Pemberi seperti ini adalah tuntutan yang agung. Ketika kamu sedang kekurangan, mintalah bagianmu kepada Pemilik kedermawanan dan kekayaan.
Allah sangat dekat denganmu. Setiap pikiran dan gagasan yang kamu yakini, Allah akan selalu berada di dalamnya. Karena Dia yang memberikan eksistensi bagi gagasan dan pikiran itu dan membuatnya berada di pangkuanmu. Tetapi karena begitu dekatnya Dia denganmu, kamu tidak bisa melihat-Nya.
Apa yang aneh dari semua itu? Dalam setiap amal yang kamu kerjakan, akalmu akan selalu menyertaimu dan mengawal pekerjaanmu, tapi kamu tidak bisa melihat wujud akal itu dan hanya bisa melihat pengaruhnya. Misalnya, seseorang pergi ke tempat pemandian lalu ia merasakan panas yang hebat. Ke mana pun dia pergi ke tempat pemandian, panas api selalu bersamanya. Dia merasakan panasnya api itu tapi tidak melihat apinya. Ketika dia keluar dari tempat pemandian, dia baru bisa melihat api dan menyadari bahwa panas yang hebat tadi disebabkan oleh api itu.
Eksistensi manusia juga seperti tempat pemandian raksasa, di mana di dalamnya bersemayam panasnya akal, roh dan hawa nafsu. Hanya saat kamu keluar dari tempat pemandian itu dan berjalan menuju akhirat, kamu akan melihat dengan mata telanjang wujud

384
 
Fihi Ma Fihi

dari akal, nafsu dan roh. Saat itu kamu akan meyakini bahwa kecerdasan berasal dari panasnya akal, sementara makar dan tipu daya berasal dari hawa nafsu, dan adanya kehidupan itu karena pengaruh roh. Demikianlah, kamu akan melihat ketiga unsur itu dengan jelas, namun selagi kamu masih berada di tempat pemandian, kamu tidak akan bisa melihat api dengan mata telanjang, kamu hanya bisa menangkap pengaruhnya saja.
Keadaan semacam ini seperti keadaan seseorang yang tidak melihat air mengalir. Dia dilemparkan ke dalam air itu dengan kedua mata tertutup kain, lalu tubuhnya merasakan sesuatu yang basah dan halus. Saat penutup itu tersingkap dari kedua matanya, ia baru bisa mengerti bahwa itu adalah air. Ia mengetahui pengaruhnya terlebih dahulu sebelum melihat wujudnya.
Karenanya, mintalah kepada Allah dan carilah kebutuhanmu di sisi-Nya, sebab tuntutanmu tidak akan disia-siakan:

 
“Berdoalah kamu sekalian kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (QS. al-Mu’min: 60)


Ketika kami berada di kota Samarkand, Khwarizm Syah beserta bala tentaranya mengepung kota itu dan bersiap-siap untuk berperang. Di kota itu ada seorang perempuan bangsawan yang amat cantik dan tak ada seorang pun yang bisa menandingi kecantikannya. Setiap saat aku mendengarnya berdoa: “Ya Tuhan, bagaimana mungkin Engkau akan mengizinkanku jatuh ke tangan

385
 
Fihi Ma Fihi

orang-orang zalim? Aku tahu Kau tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku pasrah kepadamu.” Ketika pasukan Khwarizm Syah sudah menguasai kota, semua orang dijadikan tawanan, bahkan para gadis pun ditangkap. Tetapi anehnya, perempuan bangsawan itu dibiarkan begitu saja dan tidak ditangkap. Meskipun ia begitu cantik, tapi tidak ada satu lelaki pun yang tahan melihatnya. Dari sini, kamu jadi tahu bahwa setiap orang yang menyerahkan dirinya pada Allah, maka orang itu akan aman dari berbagai malapetaka dan selamat dari bencana. Tidak ada satu pun tuntutan manusia yang diabaikan oleh-Nya.
Seorang darwis mengajari anaknya saat meminta sesuatu padanya, ia berkata: “Mintalah kepada Allah.” Ketika dia menangis seraya meminta sesuatu dari Allah, apa yang dipintanya selalu hadir di hadapannya. Beberapa tahun sudah berlalu. Suatu saat, ketika anak darwis itu sedang sendirian di dalam rumah, ia menginginkan bubur. Seperti biasanya, dia pun meminta: “Aku ingin bubur.” Saat itu juga, semangkuk bubur dari alam ghaib terhidang di hadapannya. Anak itu pun menyantapnya sampai kenyang. Ketika orangtuanya datang, mereka bertanya: “Kamu tidak menginginkan sesuatu?” Anak itu menjawab: “Aku sudah meminta bubur dan sudah menyantapnya.” Ayahnya berkata: “Alhamdulillah, kamu telah mencapai tingkatan ini, kepasrahan dan keimananmu kepada Allah sudah tumbuh kuat.”
Ketika Maryam dilahirkan, ibunya bernazar akan menjadikan Maryam sebagai pelayan di Rumah Allah dan tidak akan memerintahnya melakukan pekerjaan yang lain. Sang ibu kemudian meninggalkan Maryam di pojok masjid. Zakaria ingin mengasuhnya,

386
 
Fihi Ma Fihi

tapi semua orang memiliki hasrat yang sama dengannya sehingga terjadilah perseteruan di antara mereka. Pada masa itu—jika ada sesuatu yang diperebutkan—berlaku satu kebiasaan bahwa setiap orang yang terkait dengan perebutan itu harus melemparkan sepotong kayu ke dalam air. Kayu siapa yang mengambang paling lama di atas permukaan air, maka apa yang diperebutkan itu akan menjadi miliknya. Tanpa disangka, yang memenangkan persaingan itu adalah keluarga Zakaria. Mereka pun berkata: “Dialah pemilik kebenaran.” Setiap hari Zakaria mendatangi Maryam dengan membawa makanan. Tapi ia selalu saja melihat ada makanan yang sama seperti yang di bawanya di pojok masjid. Zakaria pun bertanya: “Maryam, akulah yang mengurusi (keperluan)mu. Dari mana kamu dapatkan makanan ini?”
Maryam menjawab: “Jika Allah sudah mengirimkan semua yang aku inginkan padaku, bagaimana aku bisa butuh makanan darimu? Sungguh keagungan Allah dan kasih sayang-Nya tak terbatas hingga setiap orang yang bersandar kepada-Nya, sandarannya itu tidak akan sia-sia.” Zakaria kemudian berdoa: “Ya Tuhan, karena Engkau telah memudahkan kebutuhan semua makhluk, mudahkan juga harapanku. Karuniakan seorang anak dari sisi-Mu padaku yang kelak akan menjadi kekasih-Mu, yang akan dengan senang hati berada di sisi-Mu dan sibuk mematuhi-Mu tanpa aku perintah.” Akhirnya Allah mendatangkan Yahya ke dunia pada saat punggung Zakaria telah membungkuk dan raganya telah melemah. Sementara ibunya yang sudah menjadi tua renta dan tidak bisa melahirkan seorang anak pun di masa mudanya, tiba-tiba ia mengalami haid dan kemudian mengandung.

387
 
Fihi Ma Fihi

Dari sini, yakinlah bahwa segala sesuatu begitu mudah di hadapan Allah, sebab semuanya berasal dari-Nya. Dia adalah hakim mutlak bagi segala sesuatu. Orang beriman adalah orang yang mengetahui jika di balik dinding ini terdapat satu Wujud yang melihat semua keadaan kita, satu-persatu. Dia melihat kita meskipun kita tidak bisa melihat-Nya. Inilah keyakinan orang beriman. Sementara orang yang tidak beriman selalu berkata: “Tidak, semua ini hanyalah sebuah hikayat.” Ia tidak mempercayainya, sehingga ia akan datang di hari penghisaban, di mana Tuhan akan menggosok telinganya dan ia akan menyesal seraya berkata: “Ah, aku telah mengucapkan sesuatu yang buruk dan keliru. Sejatinya Dia-lah (pengatur) segala sesuatu, namun selama ini aku mengingkari-Nya.”
Misalnya kamu tahu bahwa aku berada di balik dinding, sementara kamu sedang bermain di atas loteng. Kamu pasti akan tetap berada di atas loteng dan tidak memedulikanku sebab kamu sedang asyik bermain di atas sana. Diperintahkannya salat kepadamu bukan dimaksudkan agar kamu terus berdiri, rukuk dan sujud sepanjang hari, tapi tujuannya adalah agar kamu menjadikan setiap keadaan yang kamu rasakan dalam shalat terus berkesinambungan dalam hidupmu; baik dalam keadaan tidur ataupun terjaga, saat menulis maupun membaca. Sehingga dalam segala situasi, kamu akan terus berzikir (mengingat) Allah. Dengan begitu, kamu akan menjadi; “Orang-orang yang selalu memelihara salatnya [QS. al-Ma’arij: 23].”
Jadi, semua pekerjaan seperti ucapan, diam, makan, tidur, marah dan memaafkan, semua sifat itu hendaknya seperti perputaran kincir air. Tentu saja kincir itu berputar karena ada air, sebab sejatinya

388
 
Fihi Ma Fihi

kincir itu sudah mencoba untuk berputar tanpa air. Tapi ketika kamu memandang bahwa kincir itu akan berputar tanpa bantuan air, maka pandangan itu adalah sebuah kebodohan dan kejumudan.
Sesungguhnya perputaran itu terjadi di medan yang sempit karena memang demikianlah karakter alam. Maka berlindunglah kepada Allah seraya berdoa: “Ya Allah, mudahkanlah untukku perputaran lain yang bersifat spiritual, bukan perputaran dan jalur ini, karena semua kebutuhan akan terkabulkan di sisi-Mu, dan kemuliaan serta rahmat- Mu mencakup segala hal.” Utarakan semua kebutuhanmu setiap saat dan jangan lengah sedetik pun dari-Nya, karena dengan menyebut-Nya akan memberimu kekuatan dan semangat, dan menjadi sayap bagi burung rohanimu. Jika kebutuhanmu telah menjadi nyata, maka itulah “cahaya di atas cahaya.”
Dengan mengingat Allah, sedikit demi sedikit jiwamu akan menyinari segala sesuatu, hingga akan tiba saatnya kamu melepaskan diri dari alam fana ini. Sebagaimana seekor burung yang mencoba untuk terbang ke langit, meskipun dia tidak pernah berhasil sampai ke langit, tapi setiap saat ia terbang menjauh dari bumi dan berada lebih tinggi dari burung-burung lainnya. Atau misalnya, minyak kasturi yang ada dalam sebuah botol kecil. Saat kamu memasukkan jarimu ke dalamnya, kamu tidak akan bisa mengeluarkan minyak kasturi itu. Meski demikian, tanganmu akan tetap harum dan penciumanmu akan merasakannya. Demikian juga dengan mengingat Allah, meski kamu tidak akan sampai pada Wujud-Nya, tapi penyebutan nama-Nya Yang Maha Luhur akan membekas dijiwamu dan akan menghasilkan berbagai macam manfaat yang besar.


Pasal 46. Alam Adalah Media Trans gurasi Allah


SYEKH Ibrahim adalah seorang darwis yang mulia. Setiap kami melihatnya, kami teringat pada kekasih kami. Maulana Syamsuddin yang memiliki pertolongan besar dari sisi Allah, selalu berkata kepada para darwis: “Syaikhuna Ibrahim,” seraya menisbatkannya pada Syekh Ibrahim.
Pertolongan dari sisi Allah adalah satu hal, dan ijtihad adalah hal lain. Para Nabi tidak sampai pada derajat kenabian hanya sebatas dengan ijtihad mereka, melainkan juga karena pertolongan dari Allah. Allah juga masih mensyaratkan para Nabi untuk hidup dalam ijtihad dan kebajikan pribadinya. Semua itu dilakukan demi orang-orang awam, agar mereka bisa berpegang teguh padanya dan mengikuti ucapannya. Karena pandangan orang awam tidak bisa menembus ruang batin. Mereka hanya bisa melihat bentuk luar saja. Sehingga dengan perantaraan dan karunia bentuk luar lahir itu, mereka akan menemukan jalan menuju relung batin.
 
Fihi Ma Fihi

Bagaimanapun juga, sesungguhnya Fir’aun pun bersungguh- sungguh dalam berusaha, ia berbuat baik dan menyebarkan kebaikan, tapi sayangnya dia tidak mampu meraih pertolongan-Nya sehingga kepatuhan dan kebaikannya tidak tampak dan terkubur. Seperti seorang menteri yang mengunjungi sebuah benteng dan berbuat baik pada penguninya dengan maksud agar mereka keluar untuk menentang raja dan menjadi pemberontak, tidak diragukan lagi bahwa kebaikannya itu sama sekali hilang dan tidak berharga.
Meski demikian, kita tidak mungkin sepenuhnya menyangkal pertolongan Allah kepada Fir’aun. Karena bisa saja Allah memiliki pertolongan yang samar yang diberikan kepadanya demi kemaslahatan semua. Karena seorang raja harus kejam sekaligus dan ramah, memiliki jubah kehormatan sekaligus penjara, dan keduanya harus bersama-sama. Para ahli batin tidak mena kan seluruh pertolongan Allah kepada Fir’aun. Namun kaum literalis menganggap Fir’aun sepenuhnya ditolak, dan itu bermanfaat demi menjaga ajaran eksternal mereka.
Seorang raja menempatkan seseorang di atas tiang gantungan. Dia menggantung orang itu di tempat yang tinggi di hadapan seluruh rakyatnya. Raja itu bisa saja menggantungnya di sebuah rumah yang jauh dari pandangan manusia dengan sebuah paku, namun manusia harus menyaksikannya dan mengambil pelajaran dari kejadian itu. Pelaksanaan hukuman dan perintah sang raja hendaknya bisa dilihat. Tetapi tidak setiap tiang gantungan terbuat dari bambu. Dan sebenarnya kedudukan, pangkat, dan kewibawaan dalam semua urusan dunia ini juga merupakan gantungan yang tinggi. Ketika Allah

392
 
Fihi Ma Fihi

hendak menghukum seseorang, Dia akan memberinya kedudukan yang tinggi dan kerajaan yang besar di dunia ini, seperti Fir’aun, Namrud dan pemimpin tiran lainnya. Setiap pangkat yang tinggi ini ibarat tiang gantungan, yang mana Allah meletakkan mereka di atasnya sehingga semua manusia bisa melihatnya. Allah ber rman: “Aku adalah harta yang terpendam, dan Aku ingin dikenal.” Maksud dari rman ini adalah: “Aku menciptakan alam ini dengan maksud untuk menampakkan Wujud-Ku, terkadang dengan kelembutan dan terkadang dengan kekuatan. Allah tidak seperti seorang raja yang hanya membutuhkan satu pengenal saja untuk mengenalkan kerajaannya. Andai setiap atom di alam ini jadi tanda pengenal Allah, tentu itu masih sedikit dan tidak akan mampu memperkenalkan- Nya.
Sesungguhnya seluruh manusia, siang dan malam, selalu menampakkan Allah. Namun sebagian mereka mengetahui penampakan ini dan menyaksikannya, dan sebagian yang lain melalaikannya. Bagaimanapun kejadiannya, penampakan Allah adalah sebuah kepastian. Seperti seorang menteri yang memerintah sang eksekutor untuk memukul seseorang, dan sang korban menjerit histeris. Pada saat itu, kedua orang tersebut sebenarnya sedang menampakkanhukumsangmenteri. Meskipunsikorbantadimenjerit kesakitan, seluruh manusia mengetahui bahwa yang mengeksekusi maupun yang dieksekusi berada di bawah titah sang menteri, dan dengan adanya mereka berdua, hukuman bisa diperlihatkan. Orang yang meyakini keberadaan Allah sebenarnya sedang menampakkan Allah secara terus-menerus, dan demikian juga dengan orang yang mengingkari Allah. Karena bagaimana mungkin bisa membuktikan

393
 
Fihi Ma Fihi

keberadaan sesuatu tanpa ada yang mena kannya, tentu itu tidak menyenangkan sama sekali.
Bisa dikatakan, misalnya: Seorang pendebat mengomentari sebuah permasalahan dalam sebuah forum. Jika di sana tidak ada seorang penentang yang berkata: “Aku tidak terima,” lalu apa yang bisa diputuskan dan apa yang menyenangkan dalam forum tersebut? Hal itu karena pembuktian dalam sebuah forum akan menjadi kurang bermakna tanpa ada penentangnya. Demikian juga dengan alam ini, ia juga merupakan media trans gurasi bagi Allah. Tanpa adanya yang pro dan kontra, trans gurasi ini tidak akan menjadi indah. Baik yang pro maupun yang kontra itulah yang menampakkan Allah.
Beberapa sahabat menemui seorang menteri. Tiba-tiba sang menteri marah kepada mereka dan berkata: “Apa yang kalian lakukan di sini?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kegaduhan dari perkumpulan kami ini bukan untuk saling menzalimi, tapi agar kita saling tolong menolong atas beban yang dipikul serta mendorong kesabaran dan saling bahu membahu.” Sebagaimana dalam hal takziah, ketika manusia berkumpul bukan bertujuan untuk mencegah kematian, namun untuk menentramkan keluarga yang tertimpa musibah dan menghilangkan kegelisahan dari hatinya karena “Orang-orang yang beriman bagai satu tubuh.”
Para darwis ibarat satu jasad, ketika satu anggota badan menderita, yang lain juga akan menderita. Mata meninggalkan pandangannya, telinga mengabaikan pendengarannya, lisan menjauhi ucapannya, dan semua berkumpul di tempat organ tubuh yang menderita itu. Syarat dari mahabah adalah kesediaan

394
 
Fihi Ma Fihi

manusia untuk menjadikan dirinya sebagai tebusan bagi kekasih dan kerelaannya jatuh dalam kebinasaan demi sang kekasih. Karena keduanya menuju satu tujuan, dan akhirnya akan tenggelam di satu lautan. Itulah pengaruh Iman dan persyaratan Islam. Lantas apakah kandungan yang ada di jasad Iman dan Islam sama dengan janin yang dikandung oleh roh keduanya?

 
“Mereka berkata: Tidak ada kemudaratan bagi kami; sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. (QS. al-Syu’ara: 50)


Ketika seorang Mukmin memasrahkan diri mereka pada Allah, mengapa dia masih berpikir akan malapetaka dan rintangan, dengan tangan dan kakinya? Ketika ia berjalan menuju Allah, masihkah ia butuh pada tangan dan kaki? Allah memberimu kedua tangan dan kaki agar kamu bisa berjalan di dunia ini. Tetapi ketika kamu berjalan menuju Sang Pencipta kaki dan tangan, kosonglah ketergantunganmu pada kedua tanganmu dan kamu akan jatuh di atas kedua kakimu. Seperti para penyihir Fir’aun, dirimu akan terus berjalan dengan kedua tangan dan kaki. Lalu apa penyebab kegundahanmu ini?
Mungkin saja meneguk racun dari tangan sang kekasih yang molek, Mungkin saja menelan kata-katanya yang pahit, seperti gula.
Betapa banyak garam sang kekasih, betapa banyak garamnya! Sekiranya ia bisa ditemukan, maka hati bisa memakannya.
Wallahu a’lam.

Pasal 47. Kehendak Dan Keridaan

ALLAH SWT menghendaki kebaikan dan keburukan, tetapi hanya  meridai  kebaikan.  Itulah  mengapa  Dia  ber rman:  “Aku adalah harta yang terpendam, dan Aku ingin dikenal.” Allah juga menghendaki perintah dan larangan, tetapi perintah hanya akan cocok jika yang diperintahkan itu adalah hal yang dibenci. Jika seseorang berkata: “Wahai orang yang lapar, makanlah manisan dan gula ini,” maka perkataan itu bukan merupakan perintah, tapi penghormatan. Demikian juga tidak mungkin melarang sesuatu yang disukai manusia. Tidak bisa dikatakan: “Jangan kamu makan batu, jangan kamu makan duri,” maka itu bukanlah sebuah larangan.
Jadi,  demi  keabsahan  menjalankan  perintah  kebaikan dan menjauhi larangan keburukan, maka harus ada orang yang menginginkan keburukan. Menghendaki terjadinya nafsu semacam
 
Fihi Ma Fihi

ini adalah sebuah kehendak atas keburukan. Tapi Allah tidak rela dengan keburukan, karena jika yang terjadi sebaliknya, Dia tidak mungkin memerintahkan kebaikan. Ini sama seperti seorang guru yang ingin mengajar. Sebelum mulai mengajar, ia tentu berharap akan mengajari para murid yang bodoh, sebab pengajaran tak akan berhasil tanpa kebodohan si murid. Keinginan terhadap sesuatu adalah keinginan pada semua yang melekat pada sesuatu itu. Tapi tidak ada satu guru pun yang rela dengan kebodohan murid-muridnya. Jika mereka memang mengharapkannya, lantas untuk apa mereka mengajar para murid? Demikian juga dengan seorang dokter. Jika dia ingin mengobati pasien, maka ia pasti menghendaki pasiennya sakit. Kalau tidak begitu, tentu si dokter tidak bisa mengobati dan merawat mereka. Tukang roti pun demikian, ia menghendaki laparnya manusia demi lancarnya pekerjaan dan penghidupannya. Tetapi di balik kehendaknya itu, dia tidak rela dengan rasa lapar yang diderita oleh mereka. Sebab kalau dia rela dengan kelaparan, tentu dia tidak akan menjual roti.
Demikian juga dengan para menteri dan pasukan berkuda, yang berharap adanya penentang yang memusuhi raja mereka. Kalau tidak begitu, maka kejantanan dan kecintaan mereka pada raja tidak akan tampak, dan mustahil raja akan mengumpulkan mereka sebab ia tidak butuh pada mereka. Meski demikian, para menteri dan pasukan berkuda itu tidak rela dengan keberadaan para penentang, tetapi kalau mereka tidak berharap seperti itu, mereka tidak akan berperang.




398
 
Fihi Ma Fihi

Manusia hendaknya menghormati hasrat-hasrat jahat yang ada dalam diri mereka, sebab Allah mencintai manusia yang bersyukur, dermawan dan bertakwa. Semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya hasrat-hasrat dalam diri itu. Keinginan terhadap sesuatu adalah keinginan pada semua yang melekat pada sesuatu itu. Tapi manusia hendaknya tidak mendukung hasrat-hasrat yang jahat itu, melainkan berjuang keras untuk mengatasi pengaruhnya.
Dari sini bisa diketahui bahwa sebenarnya Allah menghendaki keburukan di satu sisi, dan tidak menghendakinya di sisi yang lain.
Seorang musuh berkata: “Allah tidak menghendaki keburukan dari sisi mana pun.” Adalah hal yang mustahil jika menghendaki sesuatu tapi tidak menghendaki aksesori yang melekat pada sesuatu itu. Termasuk ke dalam aksesori perintah dan larangan adalah hawa nafsu yang pasti menyukai keburukan dan dari kebaikan, dan termasuk ke dalam aksesori hawa nafsu ini adalah segala keburukan di dunia. Seandainya Allah tidak menghendaki keburukan, maka Dia tidak akan menghendaki hawa nafsu. Jika Dia tidak menghendaki hawa nafsu, maka Dia tidak akan menghendaki adanya perintah dan larangan yang melekat pada nafsu. Andai Dia rela akan hawa nafsu, tidak mungkin Dia memerintah dan melarangnya. Kesimpulannya: segala keburukan dikehendaki karena adanya kebaikan yang merupakan perkara selain keburukan tersebut.
Kemudian si musuh berkata: “Jika Allah menghendaki semua kebaikan, termasuk di antaranya adalah mencegah keburukan, maka Dia menghendaki tercegahnya keburukan. Sementara mencegah keburukan tidak  mungkin  terjadi tanpa  ada  keburukan.” Atau

399
 
Fihi Ma Fihi

dikatakan: “Allah menghendaki keimanan,” tetapi tidak mungkin ada keimanan tanpa didahului oleh  keka ran,  sehingga  dalam hal ini keka ran adalah aksesori dari keimanan. Kesimpulannya: Menghendaki keburukan demi keburukan itu sendiri adalah sebuah keburukan. Tetapi menghendaki keburukan demi sebuah kebaikan, maka itu adalah sebuah kebaikan. Allah SWT ber rman:

 
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.”
(QS. al-Baqarah: 179)


Tak diragukan lagi bahwa qisas adalah sebuah keburukan dan upaya perusakan bangunan Allah SWT. Tetapi itu hanya keburukan parsial, sementara membimbing makhluk agar tidak membunuh adalah sebuah kebaikan universal. Menghendaki keburukan parsial demi sebuah kebaikan universal bukanlah termasuk keburukan. Yang buruk adalah meninggalkan kehendak Allah secara parsial sambil membiarkan terjadinya keburukan universal. Ini seperti seorang ibu yang tidak mau menghukum anaknya karena melakukan keburukan parsial. Sementara sang ayah merasa harus menghukum anaknya itu karena ia khawatir akan terjadi keburukan universal. Sang ayah itu memangkas keburukan parsial untuk menghindari keburukan universal.
Allah itu Maha Pemaaf, Maha Pengampun dan Maha Pedih Pembalasan-Nya. Apakah Allah mengendaki nama-nama ini untuk- Nya atau tidak? Jawabannya pasti ya. Dia tidak mungkin bisa

400
 
Fihi Ma Fihi

menjadi Maha Pemaaf dan Maha Pengampun tanpa adanya berbagai dosa, sebab menginginkan sesuatu berarti menginginkan semua yang melekat pada sesuatu itu. Itulah mengapa kita diperintah untuk saling memaafkan, berdamai dan berbuat baik, dan perintah itu tidak akan bermanfaat tanpa adanya permusuhan. Sebagaimana pernyataan Shadr al-Islam: “Allah SWT memerintah kita untuk bekerja dan mengumpulkan kekayaan, sebab Allah sudah ber rman: “Belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah [QS. al-Baqarah: 195].” Seseorang tidak mungkin membelanjakan harta kecuali dengan harta yang mereka miliki. Dengan demikian, maka usaha untuk mengumpulkan harta adalah sebuah perintah. Siapa yang berkata pada orang lain: “Berdiri dan salatlah.” Itu berarti bahwa ia sedang menyuruh orang itu untuk berwudu serta menyuruhnya untuk menghampiri air dan semua yang melekat pada air itu.

Pasal 48. Syukur Adalah Buruan Segala Kenikmatan

SYUKUR adalah buruan segala kenikmatan. Jika kamu sudah mendengar suara syukur, berarti kamu sudah siap untuk menerima tambahan. Ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menguji hamba tersebut. Bila ia bersabar dan bersyukur, maka Allah juga akan memilihnya. Sebagian dari mereka bersyukur pada Allah karena kemurkaan-Nya, dan sebagian lagi bersyukur karena kelembutan-Nya. Keduanya adalah baik, sebab ungkapan syukur adalah penangkal racun yang menyulap kemurkaan menjadi sebuah kelembutan. Seorang hamba yang berakal sempurna adalah dia yang bersyukur atas kekerasan yang nampak maupun yang samar, sebab semua itu adalah pilihan yang diberikan Allah kepadanya. Meskipun Allah mengirim mereka ke dasar neraka, melalui syukur itulah tujuan Allah didahulukan. Keluhan raga adalah re eksi dari keluhan jiwa. Rasulullah Saw. bersabda: “Aku tertawa ketika aku membunuh.”
 
Fihi Ma Fihi

Maksud hadis ini adalah: “Tawaku di hadapan penyerang akan membunuh kemarahan dan kebenciannya.” Yang dimaksud dengan tawa ini adalah syukur yang menggantikan keluhan.
Dikisahkan ada seorang Yahudi yang hidup berdampingan dengan seorang sahabat Nabi. Orang Yahudi itu tinggal di ruang atas, di mana semua limbah, kotoran, air kencing bayi dan air cucian jatuh ke ruangan keluarga sahabat tadi. Tetapi sahabat itu selalu berterima kasih pada si Yahudi dan memerintahkan keluarganya untuk selalu bersyukur. Keadaan ini terus berlanjut selama delapan tahun sampai sahabat itu wafat dan orang Yahudi itu membesuk keluarganya. Ketika dia melihat segala kotoran mengotori bagian dalam rumah tetangganya itu, ia bergegas melihat jendela di kamarnya. Seketika itu ia menyadari apa yang terjadi sekian lama dan sangat menyesali perbuatannya. Ia berkata pada keluarga sahabat yang meninggal: “Kenapa kalian tidak pernah memberitahuku tentang  hal  ini dan malah selalu berterima kasih padaku?” Keluarga sahabat itu menjawab: “Ayah kami selalu memerintahkan kami untuk berbuat demikian dan mengancam jika kami berhenti melakukannya.” Orang Yahudi itu pun kemudian beriman.
Menyebut orang-orang yang utama bisa membangkitkan keutamaan.
Seperti seorang penyanyi yang dengan lantunan lagunya bisa menguatkan pengaruh minuman.


Karena itulah Allah menyebut para Nabi dan hamba-hamba- Nya yang saleh di dalam al-Qur’an dan berterima kasih pada mereka semua atas apa yang telah mereka lakukan terhadap seorang pemaaf.

404
 
Fihi Ma Fihi

Syukur itu seperti mengisap puting kenikmatan; meski payudara itu dipenuhi dengan air susu, selama kamu tidak mengisapnya maka susu itu tidak akan mengalir.
Seseorang bertanya: “Apa penyebab tidak adanya rasa syukur dan apa yang menghalangi rasa syukur?”
Seorang syekh menjawab: Yang menghalangi rasa syukur adalah ketamakan yang tanpa batas, karena sebarapa pun banyaknya orang memiliki benda, ketamakan akan menginginkan lebih dari itu. Jadi, ketika ia medapatkan lebih sedikit dari apa yang dibayangkan hatinya, hal itu akan menghalanginya untuk bersyukur. Membuatnya melupakan aibnya, melupakan kritikan yang ia utarakan dengan penuh kepalsuan. Ketamakan yang tanpa batas seperti memakan buah mentah, roti tengik dan daging busuk, yang bisa menimbulkan penyakit dan menyebabkan tidak adanya rasa syukur. Bila manusia memakan sesuatu yang membahayakannya, maka seharusnya ia berhenti. Allah menguji seseorang dengan hikmah agar ia bersyukur, terbebas dari prasangka yang keliru, dan agar satu penyakit itu tidak berkembang menjadi banyak:

 
“Dan Kami uji mereka dengan nikmat yang baik dan bencana yang buruk, agar mereka kembali kepada kebenaran.” (QS. al-Baqarah: 179)


Maksudnya adalah: “Kami limpahkan kepada mereka rezeki yang tidak bisa diduga-duga karena itu termasuk hal gaib. Pandangan mereka menolak untuk melihat penyebab-penyebab itu sebagai

405
 
Fihi Ma Fihi

pasangan-pasangan Allah.” Seperti yang pernah dikatakan oleh Abu Yazid: “Tuhan, aku tidak menyekutukanmu.” Allah SWT menjawab: “Wahai Aba Yazid, kamu sudah syirik sejak malam itu ketika kamu meminum susu, kamu berkata: ‘Susu itu membahayakanku,” padahal Akulah yang memberi kemudaratan dan kemanfaatan.” Allah melihat padasebabdanseakan-akanmenganggap Abu Yazidyangmenyekutui- Nya. Allah SWT ber rman: “Aku yang bisa membahayakanmu, setelah dan sebelum susu itu. Aku membuat susu agar kamu berdosa, dan Aku membuat bahaya itu sebagai koreksi untuk mengajarimu, pelajaran dari seorang guru.”
Ketika seorang guru berkata: “Jangan kamu makan buah- buahan ini,” tapi si murid masih tetap memakannya sehingga sang guru memukul kakinya, maka anak itu tidak bisa berkata: “Aku memakan buah-buahan dan buah itu menyakitiku.” Dari sini, maka barangsiapa yang menjaga lisannya dari syirik, Allah akan menjamin untuk menyucikannya dari bermacam kesyirikan yang tersisip di hati. Yang sedikit akan menjadi banyak bagi Allah. Perbedaan antara mengucapkan pujian dan bersyukur adalah bahwa syukur hanya terbatas pada berbagai kenikmatan yang kita dapatkan. Tidak ada seorang pun yang mengatakan: “Aku bersyukur atas keindahan dan keberanian orang itu.” Sementara pujian cakupannya lebih universal.

Pasal 49. Aku Duduk Bersama Mereka Yang Mengingat-Ku

ADA seorang laki-laki yang menjadi imam dalam salat, dan membaca ayat: “Orang-orang Arab Badui itu lebih banyak keka ran dan kemuna kannya [QS. at-Taubah: 97].” Kebetulan di situ hadir seorang kepala suku Badui, dengan sera merta ia menampar sang imam dengan cukup keras. Pada rakaat kedua, sang imam membaca ayat: “Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir [QS. at-Taubah: 99].” Kepala suku Arab Badui itu kemudian berkata: “Tamparan itu bisa mengubahmu menjadi lebih baik.”
Setiap saat kita mendapatkan tamparan dari alam ghaib, terkadang kita meninggalkan semua yang sudah kita rencanakan hanya karena sebuah tamparan, dan kemudian mendahulukan hal yang lain. Seperti sebuah pernyataan: “Tidak ada kekuatan yang kita
 
Fihi Ma Fihi

miliki, kekuatan yang ada pada diri kita hanya sebatas menampakkan (al-khasaf) dan memalingkan (al-qadzaf).” Juga dikatakan: “Memutus tali persaudaraan lebih mudah dari pada memutus tali wisal (hubungan dengan Allah).” Yang dimaksud dengan al-khasaf adalah turun ke dunia dan menjadi ahli dunia. Adapun al-qadzaf adalah mengeluarkan dunia dari dalam hati. Seperti seseorang yang meyantap makanan yang diasamkan dan membuat perutnya mual lalu memuntahkannya. Namun jika makanan yang diasamkan itu tidak ia muntahkan, maka itulah hukuman bagi manusia.
Demikian juga yang dilakukan oleh seorang murid yang mengabdi dan berkhidmat karena ingin mendapat tempat di hati sang guru. Semua yang dilakukan murid yang bisa mengusik si guru berasal dari hati guru, seperti makanan yang dimakan oleh seseorang lalu ia muntahkan. Sebagaimana makanan asam yang diberikan oleh seseorang lalu ia muntahkan, seiring dengan berjalannya waktu, murid itu akan menjadi seorang guru dan karena perilaku yang tak diridai itu, ia juga akan mengeluarkan sesuatu yang asam dari dalam hatinya.
Cinta Allah disebarkan ke seluruh alam,
Maka semua hati pun tunduk pada tnah dan keburukan.
Kecintaan akan membakar segala sesuatu dan menjadikannya debu, Lalu mempersembahkannya pada angin topan.


Dalam angin topan itu, atom-atom hati yang telah menjadi debu bergoyang dan berduka. Bila tidak demikian, siapa yang akan membawa berita-berita ini, siapa yang setiap saat akan rela

408
 
Fihi Ma Fihi

mengemban kabar-kabar baru ini? Seandainya semua hati itu tidak melihat kehidupannya kala ia terbakar dan berserakan di mana-mana, bagaimana mungkin ia ingin terbakar? Hati yang terbakar dengan api syahwat duniawi dan menjadi debu, apakah dia akan mendengar suara atau melihat kilauannya?
Aku sudah tahu bahwa berlebih-lebihan bukanlah akhlakku, Apa yang menjadi rezekiku akan menghampiriku.
Aku berusaha mendapatkannya, namun mencarinya hanya membuatku derita,
Andai aku duduk, ia akan mendatangiku dan tidak akan menyakitiku.


Yang benar adalah: Aku sudah mengetahui aturan rezeki. Berjalan ke sana kemari tanpa tujuan dan penolongku selain dalam kondisi darurat bukanlah termasuk akhlakku. Sungguh apa yang sudah menjadi bagianku akan menghampiriku meskipun aku duduk sambil berkhayal mendapatkan emas, makanan, pakaian dan api syahwat. Namun ketika aku berusaha mencarinya, usaha itu hanya akan menyakitiku, membuatku tegang dan terganggu. Seandainya aku bersabar dan tetap diam di tempatku, rezeki itu akan mendatangiku tanpa lara dan gangguan. Karena rezeki itu juga mencari dan menarikku. Saat dia tidak mampu menarikku, ia akan mendatangiku seperti halnya saat aku tidak mampu menariknya, aku akan mendatanginya.




409
 
Fihi Ma Fihi

Ringkasan dari pembahasan ini adalah: “Sibukkan dirimu dengan urusan agama, sehingga dunia mengalir di belakangmu. Maksud dari dudukmu ini adalah duduk demi mengerjakan amalan- amalan agama dan mengabdikan diri untuk agama. Meskipun manusia bekerja demi agama, hakikatnya ia duduk, dan meskipun dia duduk demi agama, hakikatnya ia bekerja. Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan semua keinginannya menjadi satu keinginan saja (yaitu akhirat), maka Allah akan mencukupkan seluruh keinginannya yang lain.” Barangsiapa yang memiliki sepuluh cita-cita namun dia menyibukkan diri dengan satu cita-cita agama, maka Allah akan mencukupkan persediaan sembilan cita-cita yang tersisa tanpa bersusah payah. Para Nabi tidak terkungkung oleh kemasyhuran dan makanan, tetapi mereka terkungkung oleh usaha mencari kerelaan Allah, sehingga dengan sendirinya mereka mendapatkan makanan dan kemasyhuran. Siapa saja yang mencari kerelaan Allah, maka ia akan bersama para Nabi dan menjadi teman mereka saat tertidur, di dunia ini dan di akhirat kelak:

                                              

 
“Mereka itu bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi kenikmatan oleh Allah, yaitu para Nabi, orang-orang yang benar (shiddiqin), para syahid, dan orang-orang saleh.” (QS. al-Baqarah: 179)





410
 
Fihi Ma Fihi

Tempat apakah ini? Mereka adalah orang-orang yang duduk bersama Allah: “Aku duduk bersama mereka yang mengingat-Ku.” Jika Allah tidak duduk bersama mereka, maka kerinduan kepada-Nya tidak akan merasuk ke dalam hatinya. Tidak mungkin ada aroma mawar jika tidak ada mawar di sana, dan tidak mungkin ada aroma kasturi jika tidak ada kasturi di sana.
Pembahasan ini tidak akan pernah berakhir. Seandainya ia memiliki batas, maka tentulah pembahasan ini tidak akan sama seperti pembahasan yang lainnya.
Malam telah berlalu, wahai kekasihku Tapi perbincangan kita belumlah berakhir.


Malam dan kegelapan alam ini telah berlalu, tapi cahaya perbincangan ini akan semakin bersinar setiap saat. Seperti halnya malam kehidupan para Nabi yang telah berakhir, namun cahaya ucapannya tidak akan hilang dan terputus,  tidak  akan  pernah terputus.
Mereka mengomentari keadaan Majnun: “Jika Majnun mencintai Laila, maka hal itu tidak patut diherankan, sebab sejak kecil mereka selalu bersama dan tinggal di satu tempat.” Majnun berkata: “Mereka adalah orang-orang bodoh, perempuan cantik mana yang tidak diinginkan?” Adakah laki-laki yang hatinya tidak condong pada perempuan cantik, atau sebaliknya? Kecintaan adalah sesuatu yang membuat manusia mencari makanan dan menemukan kenikmatan rasa. Ada kenikmatan tatkala melihat ibu, ayah dan

411
 
Fihi Ma Fihi

saudaranya; ada kenikmatan ketika bersama anak; ada kenikmatan syahwat; dan berbagai macam kenikmatan lainnya. Majnun telah menjadi contoh bagi para pecinta seperti halnya Zaid dan Umar yang menjadi contoh dalam pembahasan ilmu Nahwu.
Jika kamu memakan kebab dan meneguk anggur, Maka rasa apa yang dicecap oleh kedua bibirmu? Itulah air yang diminum oleh sang pemimpi.
Kelak saat kamu terbangun dari tidurmu, dirimu akan merasa haus,
sedang air yang kamu minum dalam mimpi tidak akan memberimu manfaat apa pun.
“Dunia ini seperti mimpi-mimpi orang yang tidur.”


Dunia ini beserta semua kenikmatannya seperti seseorang yang memakan sesuatu dalam tidurnya. Jadi, menuntut kebutuhan duniawi sama dengan orang yang meminta sesuatu dalam mimpinya. Meski ia memperoleh apa yang diminta, tapi ketika tersadar, ia tidak akan mendapat manfaat dari apa yang dimakannya dalam mimpi. Meski demikian, seseorang yang meminta sesuatu saat ia tidur akan mendapatkan apa yang dimintanya, sebab apa yang didapat itu sesuai apa yang dipintanya.

Pasal 50. Tanda-tanda Mereka Tampak Di Wajahnya

SESEORANG berkata: Kami sudah tahu beberapa keadaan manusia, satu demi satu. Tak ada sehelai rambut pun dari tabiat, panas, dan dinginnya, yang terlewati dari pandangan kami. Tetapi kami belum mengetahui mana keadaan yang mampu bertahan dari semua itu.
Maulana Rumi berkata: “Seandainya pengetahuan tentang hal itu bisa diperoleh hanya dengan bertanya pada orang lain, maka manusia tidak perlu berusaha, bekerja keras yang banyak dan melakukan bermacam-macam perbuatan. Seseorang juga tidak akan mau menyusahkan jiwanya dan mengorbankan diri untuk mengkajinya dengan sungguh-sungguh.”
 
Fihi Ma Fihi

Biar kujelaskan dengan perumpamaan: Seseorang pergi ke laut, tapi tidak ada yang dia lihat selain air garam, buaya dan ikan-ikan. Orang itu pun berkata: “Di mana mutiara yang dibicarakan orang- orang itu? Mungkin di sana tidak ada mutiara apa pun.” Bagaimana mungkin orang itu bisa mendapatkan mutiara hanya dengan memandangi lautan saja? Meskipun ia diberi kemampuan untuk menakar air laut, mangkok demi mangkok hingga seratus ribu kali, ia tetap tidak akan menemukan mutiara itu. Untuk bisa mendapatkan mutiara itu, dibutuhkan seorang penyelam. Meskipun penyelam sudah ada, tapi hanya penyelam yang beruntung dan mahir saja yang bisa mendapatkannya.
Semua ilmu dan seni manusia seperti menakar air laut dengan mangkok. Sementara cara mendapatkan mutiara adalah hal yang lain. Ada banyak orang yang dikaruniai berbagai kemahiran, kekayaan, dan juga wajah rupawan. Akan tetapi makna itu tidak disediakan untuk mereka. Sebaliknya, ada banyak orang yang raganya rusak dan tidak punya keindahan bentuk, kefasihan lisan dan kecakapan berbicara, namun makna itu ada pada diri mereka. Makna itu adalah sebuah unsur yang dengannya manusia akan dimuliakan, diagungkan, dan mengungguli makhluk lainnya.
Macan, buaya, singa dan makhluk-makhluk lainnya memiliki kemahiran, kepandaian dan keistimewaan, namun tidak memiliki makna yang tersisa itu. Seandainya manusia menyingkap unsur itu, pastilah ia akan mendapatkan rahasia atas keutamaan dan daya pembeda mereka sendiri. Jika tidak, maka tidak mungkin ia akan mendapat bagian dari keutamaan itu. Keahlian dan keistimewaan

414
 
Fihi Ma Fihi

manusia ini seperti meletakkan mutiara di atas punggung cermin. Jelas wajah cermin tak akan mampu memantulkan bentuk mutiara. Oleh karenanya, wajah cermin haruslah bersih dan mengkilap. Barangsiapa memiliki wajah yang buruk, ia lebih suka dengan punggung cermin, karena wajahnya akan menyiarkan aib-aibnya. Sementara orang tampan dengan ratusan roh, ia akan memandang wajahnya di kaca, karena wajah kaca menampilkan keindahannya.
Yusuf al-Misry dikunjungi salah satu sahabatnya yang baru tiba dari sebuah perjalanan. Yusuf bertanya padanya: “Hadiah apa yang kamu bawa untukku?” Sahabatnya menjawab: “Apalagi yang belum kamu miliki dan kamu butuhkan? Namun karena tidak ada orang yang lebih tampan darimu, maka aku membawakan sebuah cermin agar setiap saat kamu bisa menatap wajahmu ke cermin itu.” Apalagi yang belum dimiliki Allah dan Dia butuhkan? Seharusnya manusia mempersembahkan hati mereka yang bersih dan mengkilau kepada Allah agar Dia bisa melihat diri-Nya dalam hati itu. “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk dan amal kalian, namun Ia melihat hati kalian.”1
Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan di beberapa negeri,  Tak ada yang tiada selain kemuliaan. 2



 
1    Dalam Shahih Muslim, redaksi hadis ini berbunyi: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk jasmani dan harta duniawimu, namun Dia melihat hati dan amal-amalmu.”
2    Potongan dari kasidah terkenal milik Abu   ayyib al-Mutanabbi.


415
 
Fihi Ma Fihi

“Ada sebuah kota di mana kamu bisa mendapatkan segala sesuatu yang kamu inginkan; wajah-wajah yang rupawan, berbagai kenikmatan, makanan yang mencandukan, dan berbagai macam perhiasan, akan tetapi di kota itu tidak kamu temukan seorang yang berakal. Maka sesuatu yang berlawanan dari semua ini adalah lebih baik.”
Kota itu adalah umat manusia. Walaupun di dalamnya terdapat seratus ribu keahlian tetapi tidak ada makna tersebut, maka akan lebih baik jika kota itu hancur. Sebaliknya, jika makna itu ada di dalam kota tersebut namun ia tidak dihiasi dengan berbagai perhiasan lahiriah, maka tak perlu ada rasa takut atasnya. Rahasia seseorang itu seharusnya terpendam. Di setiap keadaannya, manusia harus selalu menjadikan rahasianya sibuk dengan Allah.
Kesibukan ragawi manusia tak akan menjadi penghalang bagi kesibukan batinnya. Seperti seorang perempuan yang sedang mengandung, terlepas dari setiap keadaannya—berdamai, berperang, makan, dan tidur—janin dalam rahimnya akan tetap terus berkembang, merangkai kekuatan dan kemampuan indera, tanpa diketahui oleh perempuan itu. Begitu juga dengan rahasia yang dibawa oleh manusia:

      
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah

416
 
Fihi Ma Fihi

amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. al-Ahzab: 72)


Namun Allah tidak akan meninggalkan manusia dalam kezaliman dan kebodohan. Dari kehidupan ragawi kita muncullah persahabatan, kesepakatan, ribuan pemberian dan pengetahuan. Jika kepercayaan yang dibawa manusia ini juga menghasilkan persahabatan dan pengetahuan, apa yang aneh darinya? Apa yang muncul dari manusia setelah kematiannya?
Rahasia itu seharusnya tetap terpendam, sebab ia seperti akar pohon. Meski ia tersembunyi di bawah tanah, namun buahnya akan tampak di ranting-rantingnya yang tinggi. Seandainya satu atau dua ranting dipotong ketika akarnya masih kuat menancap di bumi, niscaya ranting-ranting itu akan tumbuh lagi. Tetapi jika akarnya terkena penyakit, maka tidak akan tersisa lagi ranting-ranting dan dedaunan di pohon itu.
Maksud dari rman Allah: “Assalamu’alaika ayyuha an-nabiyyu (Semoga keselamatan tercurah padamu, wahai Nabi yang mulia),” adalah: “Salam sejahtera bagimu dan bagi setiap orang yang sejenis denganmu.” Jika bukan ini yang dimaksud oleh Allah, maka tidak mungkin Rasulullah menambahkan: “‘Alaina wa ‘ala ‘Ibadillah al- shalihin (Semoga keselamatan juga dilimpahkan kepada kami dan kepada para hamba Allah yang salih).” Sebab jika salam itu hanya untuk Rasulullah semata, beliau tidak akan menyandarkannya pula pada para hamba yang saleh. Dengan kata lain: “Sesungguhunya salam yang kamu berikan untukku akan sampai padaku dan pada hamba-

417
 
Fihi Ma Fihi

hamba-Nya yang saleh dari jenisku.” Demikian juga ketika Rasulullah bersabda tentang wudu: “Tidak sah salat seseorang kecuali dengan wudu ini.” Yang dimaksud di situ bukanlah pengkhususan. Sebab jika yang dimaksud adalah pengkhususan, maka salat manusia pasti salah, sebab syarat sahnya salat hanyalah wudunya Rasulullah saja. Makna yang benar dari hadis ini adalah bahwa orang yang wudunya tidak mengikuti cara wudu Rasulullah, maka salatnya batal. Sebagaimana ucapan: “Ini adalah sepiring buah delima.” Maksud dari ucapan ini tentu bukan “Ini hanya satu buah delima,” melainkan “Ini adalah buah delima.”
Seorang dari desa datang untuk bertamu ke rumah seseorang di kota. Orang kota itu menghidangkan manisan dan dimakan dengan lahap oleh orang desa, dak kemudian berkata: “Wahai orang kota, siang dan malam aku selalu makan wortel. Sekarang aku bisa merasakan nikmatnya makan manisan ini, sampai kenikmatan wortel pun hilang. Setelah ini, aku tidak akan bisa menikmati manisan lagi setiap kali aku menginginkannya, dan apa yang aku miliki sudah tidak aku sukai lagi. Apa yang harus aku lakukan?”
Ketika seseorang dari desa mencicipi manisan dari sebuah kota, ia akan segera berhijrah ke kota itu. Orang kota telah menarik hati orang desa itu sehingga mau tidak mau orang desa itu akan mengejar hatinya di kota.
Ketika sebagian orang memberi salam, tercium bau rokok dari ucapan salam mereka, sementara dari sebagian lagi tercium bau kesturi. Orang yang bisa membedakan bau keduanya adalah orang yang memiliki penciuman yang kuat.

418
 
Fihi Ma Fihi

Setiap orang harus menguji temannya sehingga pada akhirnya ia tidak akan merugi. Ini adalah ketentuan Allah: “Mulailah dari dirimu sendiri.” Jika nafsu mengajak untuk beribadah, maka jangan diterima sebelum kamu mengujinya terlebih dahulu. Saat wudu, manusia terbiasa mencium air dengan hidungnya lalu mencicipinya terlebih dahulu sebab mereka tidak puas jika sekedar melihat saja. Terkadang air itu kelihatan bersih, tapi rasa dan baunya sudah berubah. Ini adalah ujian untuk memastikan kesucian air. Setelah mengujinya, baru mereka akan memakainya untuk membasuh muka. Apa pun yang kamu sembunyikan di hatimu, yang baik dan yang buruk, akan ditampakkan oleh Allah di ragamu. Apa pun rahasia yang dimakan oleh akar pohon di dalam tanah, hasilnya akan tampak di ranting dan dedaunan.

 

“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka.” (QS. al-Fath: 29)


Dalam ayat yang lain, Allah juga ber rman:

 
“Kelak akan Kami beri tanda di belalainya.” (QS. al-Qalam: 16)


Jika setiap orang tidak ingin melihat hati nuranimu, lantas dengan warna apa kamu akan mewarnai wajahmu?[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar