PMA No 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren

Peraturan menteri agama republik indonesia nomor 31 tahun 2020 tentang pendidikan pondok pesantren Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau
PMA No 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren


PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2020
TENTANG PENDIDIKAN PESANTREN

DENGAN RAH MAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

 
Menimbang

Mengingat
 
bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  18 ayat  (3),
Pasal 20 ayat (3), Pasal 24, Pasal 28 ayat (2), Pasal 30 ayat
(3), dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesan tren, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama  tentang Pendidikan  Pesantren;

1.    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara · (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3.    Undang-U ndang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia
.  Tahun  2019  Nomor   191, Tambahan  Lembaran  Negara Republik  Indonesia  Nomor  6406) ;
4.    Peraturan  Presiden  Nomor  83 Tahun  2015  tentang
Kementerian    Agama    (Lembaran    Negara    Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor  168);
 



-  2  -


5.    Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun  2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Serita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1495);

 


Menetapkan
 

MEMUTUSKA N:
PERATURAN    MENTER!    AGAMA    TENTANG    PENDI DIKAN PESANTREN.

BAB I
KETENTUAN  UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.    Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain, yang selanjutnya  disebut  Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat  dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, orgamsas1 rnasyarakat Islam, dan/ atau rnasyarakat yang rnenanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak rnulia serta mernegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alami n yang tercermin dari sikap rendah  hati,  toleran,  keseimbangan, rnoderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya rnelalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalarn kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.    Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan rnengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah  dengan pola  pendidikan   rnuallimin.
3.    Kitab Kuning adalah kitab keislarnan berbahasa Arab atau kitab keislarnan berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di Pesantren.
 
 
-  3  -


4.    Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin adalah kumpulan kajian tentang ilmu agama Islam yang terstruktur, sistematis, dan terorganisasi.
5.    Pengkajian Kitab Kuning adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal yang menjadikan Kitab Kuning sebagai rujukan utama dalam pembelajaran.
6.    Pendidikan Muadalah adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin secara berjenjang dan terstruktur.
7.    .   Pendidikan    Diniyah    Formal    adalah      Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur  pendidikan formal  sesuai  dengan   kekhasan     Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara     berjenjang     dan terstruktu r.
8.    Ma'had Aly adalah Pendidikan Pesantren jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada  di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab  Kuning secara berjenjang dan terstruktur .
9.    Santri adalah peserta didik yang menempuh pendidikan dan mendalami ilmu agama Islam di Pesantren.
10.    Kiai, Tuan Guru, Anre Gurutta, Inyiak, Syekh, Ajengan, Buya, Nyai, atau sebutan lain yang selanjutnya disebut Kiai adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan, dan/ atau pengasuh Pesantren.
11.    Dewan Masyayikh atau Sebutan Lain yang selanjutnya disebut Dewan Masyayikh adalah lembaga  yang dibentuk oleh Pesantren yang bertugas melaksanakan sistem  penJ amman  mutu   internal   Pendidikan Pesantren .    f\.\..,
 



- 4 -


12. Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan  sistern penjaminan mutu Pendidikan Pesantren.
13 . . Ahlul Halli Wal Aqdi yang selanjutnya disingkat AHWA adalah tim yang bertugas memilih anggota Majelis Masyayikh.
14. Piagam Statistik Pesantren yang selanjutnya disingkat PSP adalah tanda bukti daftar yang diberikan kepada Pesantren .
15.    Kementerian    adalah    kementerian    yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
16.    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
17. Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana pada Kernenterian    yang    mempunya1    tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan Islam.
18. Direktur Jenderal adalah pem1mpm Direktorat Jenderal.

Pasal 2
(1) Pesantren menyelenggarakan Pendidikan Pesantren sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional.
(2)    Pendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam:
a.    bentuk Pengkajian Kitab Kuning;
b.    bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin ; dan
c.    bentuk  lain yang terintegrasi dengan pendidikan
urnum .


Pasal 3
(1) Pendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal    2    diselenggarakan    berdasarkan    kekhasan,
 



- 5 -


tradisi,    dan    kurikulum    pendidikan    rnasing-masing Pesantren.
(2) Pendidikan Pesantren sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan rnernbentuk Santri yang unggul dalarn rnengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu menghadapi perkembangan zaman.
(3)    Santri    sebagairnana     dimaksud     pada    ayat    (2)
mempunyai:
a.    akhlak mulia;
b.    kedalaman ilmu agama Islam;
c.    keteladanan;
d.    kecintaan terhadap tanah air;
e.    kemandirian;
f.    keterampilan; dan
g.    wawasan global.


BAB II
JALUR, JENJANG, DAN BENTUK PENDIDIKAN PESANTREN

Pasal 4
Pendidikan Pesantren diselenggarakan melalui jalur:
a.    pendidikan formal; dan / atau
b.    pendidikan  nonforrnal.


Pasal S
Pendidikan  formal  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 4 huruf a dilaksanakan dalam jenjang pendidikan:
a.    dasar;
b.    menengah; dan
c.    tinggi.


Pasal 6
Pendidikan Pesantren pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diselenggarakan dalam bentuk:
 
- 6 -


a.    satuan Pendidikan Muadalah;
b.    satuan Pendidikan Diniyah Formal; dan
c.    Ma'had Aly.


Pasal 7
Pendidikan Pesantren pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b diselenggarakan dalam:
a.    bentuk Pengkajian Kitab Kuning; dan
b.    bentuk    lain    yang    terintegrasi    dengan    pendidikan umum.

BAB III PENDIDIKA N MUADALAH

Bagian Kesatu Jenjang dan Bentuk

Pasal 8
Satuan    Pendidikan    Muadalah    sebagaimana    dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas:
a.    satuan Pendidikan Muadalah salafiyah; dan
b.    satuan Pendidikan Muadalah muallimin.


Pasal 9
(1)    Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada jenjang pendidikan dasar diselenggarakan dalam bentuk:
a.    satuan Pendidikan Muadalah ula; dan / atau
b.    satuan Pendidikan Muadalah wustha.
(2)    Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada jenjang pendidikan menengah diselenggarakan dalam bentuk satuan Pendidikan Muadalah ulya.
(3)    Jenjang    satuan    Pendidikan    Muadalah    dapat
diselenggarakan    dalam  waktu  6  (enam)  tahun  atau lebih dengan menggabungkan penyelenggaraan satuan
w
 
- 7 -


Pendidikan  Muadalah  wustha dan satuan Pendidikan Muadalah ulya secara berkesinambungan.

Bagian Kedua Santri

Pasal 10
(1)    Santri pada satuan Pendidikan Muadalah ula paling rendah berusia 6 (enam) tahun .
(2)    Santri pada satuan Pendidikan Muadalah  wustha paling sedikit harus memenuhi persyaratan :
a.    memiliki ijazah satuan Pendidikan Muadalah ula atau sederajat; dan
b.    memenuhi  kompetensi  untuk  mengikuti  satuan Pendidikan Muadalah wustha.
(3)    Santri pada satuan Pendid ikan Muadalah ulya paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a.    memiliki    ijazah    satuan    Pendidikan    Muadalah wustha atau sederajat; dan
b.    memenuhi  kompetensi  untuk  mengikuti  satuan Pendidikan Muadalah ulya.
(4)  Kompetensi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2) huruf b dan ayat (3) huruf b ditetapkan oleh penyelenggara  satuan  Pendidikan  Muadalah.
(5) Santri pada satuan Pendidikan Muadalah yang diselenggarakan dalam waktu 6 (enam) tahun atau lebih dengan menggabungkan satuan Pendidikan Muadalah wustha dan satuan Pendidikan Muadalah ulya secara berkesinambungan dikecualikan dari ketentuan ayat (3) .

Pasal 11
(1)    Santri yang tidak menyelesaikan JenJ ang satuan Pendidikan Muadalah dihargai sesuai kelas pada jenjangnya  dengan  bukti yang cukup.
(2)    Bukti yang  cukup  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat ( 1)  berupa  raport  dan/ atau  surat  keterangan  yang
 



- 8 -


diterbitkan  oleh  satuan  Pendidikan    Muadalah  yang bersangkutan.

Bagian Ketiga Kurikulum

Pasal  12
Kurikulum Pendidikan Muadalah terdiri atas:
a.    kurikulum Pesantren; dan
b.    kurikulum pendidikan umum.


Pasal 13
( 1) Kurikulum Pendidikan Muadalah salafiyah  dan Pendidikan  Muadalah  muallimin   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dikembangkan oleh Pesantren.
(2)    Kurikulum  Pendidikan   Muadalah   salafiyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbasis Kitab Kuning.
(3)    Kurikulum Pendidikan  Muadalah  muallimin sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berbasis Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin.

Pasal 14
(1)    Pengembangan kurikulum Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disusun berdasarkan kerangka dasar dan  struktur  kurikulum  Pesantren yang dirumuskan oleh Majelis Masyayikh.
(2)    Dalam merumuskan kerangka dasar dan struktur kurikulum  Pesantren   sebagaimana   dimaksud   pada ayat ( 1), Majelis Masyayikh memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

Pasal 15
(1)    Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b paling sedikit memuat:
a.    pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan;
 
-  9  -


b.    bahasa Indonesia;
c.    matematika; dan
d.    ilmu  pengetahuan  alam  atau  ilmu  pengetahuan sosial.
(2)    Materi muatan kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk mata pelajaran atau kajian yang terintegrasi dengan kurikulum Pesantren.
(3)    Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) disusun oleh penyelenggara satuan Pendidikan Muadalah dengan berpedoman  pada kerangka  dasar  dan  struktur  kurikulum  Pesantren yang dirumuskan oleh Majelis Masyayikh.

Bagian Keempat
Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Paragraf  1 Pendidik

 


( 1)    Pendidik    dalam Muadalah    harus
 
Pasal 16
penyelenggaraan    Pendidikan memenuhi    kualifikasi    dan
 
kompetensi sebagai pendidik profesional.
(2)    Kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan  berdasarkan:
a.    latar belakang pendidikan;
b.    kemampuan    penguasaan    ilmu    agama    Islam sesuai dengan bidang yang diampu; dan/ atau
c.    sertifikat pendidik.


Pasal  17
(1)    Latar belakang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dapat:
a.    berpendidikan Pesantren; dan / atau b.    pendidikan tinggi.
 



-  10  -


(2)    Berpendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan:
a.    lulusan sarjana dari Ma'had Aly; atau
b.    lulusan Pesantren.
(3)    Pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan lulusan sarjana dari perguruan tinggi yang terakreditasi.

Pasal 18
Pendidik yang berasal dari lulusan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dapat mengajar setelah mendapat persetujuan dari Dewan Masyayikh .

.)

Pasal  19
Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 harus memenuhi kompetensi ilmu agama Islam dan/ atau kompetensi sesua1 dengan bidang yang diampu dan bertanggung jawab .

Paragraf 2 Tenaga Kependidikan

Pasal 20
(1) Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Muadalah dapat berasal dari pendidik yang diberikan tugas tambahan dan tenaga lain sesuai dengan kebutuhan.
(2)    Tenaga lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tenaga kependidikan yang diangkat dari anggota masyarakat untuk menunJ ang kegiatan pendidikan.
(3)    Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a.    pimpinan satuan Pendidikan Muadalah;
b.    tenaga perpustakaan ;
c.    tenaga administrasi; dan
 
-  11  -


d.    tenaga laboratorium.


Bagian Kelima Penilaian  dan Kelulusan

Pasal 21
( 1) Penilaian pada Pendidikan Muadalah dilakukan oleh pendidik  dan  satuan  Pendidikan  Muadalah.
(2)    Penilaian oleh pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkesinambungan yang bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar Santri.
(3)    Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk:
a.    penilaian harian; dan
b.    penilaian berdasarkan tugas terstruktur.
(4)    Penilaian oleh satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi semua mata pelajaran dan kompetensi lulusan Santri di setiap jenjang Pendidikan Muadalah.
(5)    Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam bentuk:
a    penilaian berkala; dan
b.    penila1an akhir.


Pasal 22
(1)    Santri satuan Pendidikan Muadalah yang telah menyelesaikan pendidikan dan dinyatakan  lulus melalui penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, diberikan syahadah atau ijazah sesuai dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan .
(2)    Syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.    lambang negara;
b.    nomor syahadah atau ijazah;
c.    nama satuan pendidikan;
 



-  12  -


d.    nomor statistik satuan pendidikan;
e.    nama Santri;
f.    tempat dan tanggal lahir Santri;
g.    nomor induk Santri; dan
h.    nomor induk siswa nasional.
(3)    Santri yang dinyatakan lulus sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berhak:
a.    melanjutkan ke JenJ ang pendidikan yang lebih tinggi baik yang seJ ems  maupun  tidak  sejenis; dan / atau
b.    mendapatkan kesempatan kerja.
(4)    Format syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 23
Dalam hal syahadah atau ijazah  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 22 ayat ( 1) diterbitkan oleh  Pesantren  induk yang tidak memberikan kewenangan penerbitan  syahadah atau ijazah oleh  Pesantren  cabang,  nomor  statistik Pesantren  menggunakan  nomor  statistik  Pesantren  induk.

Bagian Keenam Sarana dan Prasarana

Pasal 24
(1)    Satuan Pendidikan Muadalah wajib memiliki sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pembelajaran dengan memperhatikan aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan .
(2)    Kriteria  aspek  daya  tampung,  kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh  Majelis Masyayikh .
 
-  13  -


(3)    Menteri dapat memberikan fasilitasi sarana dan prasarana pada satuan Pendidikan Muadalah untuk memenuhi aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan,  dan keamanan.

Pasal 25
Sarana dan prasarana  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 paling sedikit terdiri atas:
a.    ruang kelas;
b.    ruang pimpinan  satuan pendidikan;
c.    ruang pendidik;
d.    ruang tata usaha;
e.    ruang perpustakaan; dan
f.    ruang   laboratorium .


Bagian Ketujuh Pendirian Pendidikan Muadalah

Paragraf 1 Persyaratan

Pasal 26
(1)    Pendirian    satuan    Pendidikan    Muadalah    wajib memperoleh izin dari Menteri.
(2)    Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah memenuhi persyaratan:
a.    berbadan hukum yang dibuktikan dengan akta notaris yang disahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan  pemerintahan  di bidang hukum dan hak asasi manusia;
b.    memiliki  PSP;
 
c    didirikan    di    lingkungan    Pesantren dibuktikan dengan denah lokasi;
 
yang
 
d.    memiliki struktur organisasi pengelola Pesantren; e.    Pesantren  sudah beroperasi  dalam jangka  waktu
paling    singkat    3 (tiga)    tahun    terhitung    sejak
 
didirikan    yang    dibuktikan pernyataan;
 
dengan    surat
 
 



-   14  -


 
f.        merniliki Muadalah;
 
rencana    kurikulum    Pendidikan
 
g.    rnemiliki paling sedikit 5 (lima) orang pendidik dan 2 (dua) orang tenaga kependidikan;
h.    merniliki   sarana   dan    prasarana    kegiatan pem belajaran yang berada di dalarn Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
i.    rencana sumber pendanaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun ajaran berikutnya;
J .    memiliki  sistern  evaluasi  pendidikan;
k.    memiliki rencana kalender pendidikan; dan
1.    memiliki Santri mukim paling sedikit 120 (seratus dua puluh) orang.
(3)    Kalender  penidikan   sebagaimana   dimaksud   pada ayat ( 1) huruf k mernuat:
a.    jadwal  pembelajaran;
b.    evaluasi berkala;
c.    UJ1an;
d.    kegiatan ekstra kurikuler; dan e.    hari libur.

Paragraf 2
Prosedur Pengajuan Permohonan


Pasal 27
(1)    Pirnpinan Pesantren mengajukan permohonan izin pendirian satuan Pendidikan Muadalah secara tertulis kepada Direktur Jenderal.
(2)    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan rnelampirkan dokumen persyaratan sebagairnana dimaksud dalarn Pasal 26 ayat (2) .

Pasal 28
( 1)  Direktur   Jenderal   melakukan   pemeriksaan kelengkapan dokurnen sebagairnana dirnaksud dalam Pasal  27  ayat  (2)  dalarn jangka  waktu  paling  lama  7
 
-  15 -


(tujuh)    hari    kerja    terhitung    sejak    permohonan diterima.
(2)    Dalam hal dokumen tidak lengkap, Direktur Jenderal menyam paikan surat pemberitahuan kepada pimpinan Pesantren untuk melengkapi dokumen dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan  disampaikan.
(3)    Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pimpinan Pesantren tidak melengkapi dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali.

Pasal 29
( 1) Dalam hal  berdasarkan  hasil  pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dokumen permohonan dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal melakukan verifikasi  keabsahan  dokumen dan/ atau visitasi lapangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi keabsahan dokumen dan/ atau visitasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti ketidaksesuaian dengan dokumen yang disampaikan, Direktur Jenderal menolak  permohonan  disertai dengan alasan.

Paragraf 3 Penetapan Izin Pendirian

Pasal 30
( 1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi keabsahan dokumen dan/ atau visitasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) ditemukan bukti kesesuaian dengan  dokumen  yang  disampaikan, Direktur  Jenderal  menetapkan  izin  pendirian.
(2)    Penetapan izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.    nama dan alamat satuan pendidikan;
 



-  16 -


b.    nama dan alamat Pesantren; dan
c.    nomor statistik satuan pendidikan.


Pasal 31
Izin pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 berlaku sepanJ ang satuan Pendidikan Muadalah menyelenggarakan Pendidikan Muadalah sesuai dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan.

BAB IV PENDIDIKAN DINIYAH FORMAL

Bagian Kesatu Jenjang dan Bentuk

Pasal 32
(1)    Satuan Pendidikan Diniyah Formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b diselenggarakan dalam bentuk:
a.    satuan Pendidikan Diniyah Formal ula; dan / atau
b.    satuan Pendidikan Diniyah Formal wustha.
(2)    Satuan Pendidikan Diniyah Formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b diselenggarakan dalam bentuk satuan Pendidikan Diniyah Formal ulya.

Pasal 33
( 1) Satuan Pendidikan Diniyah Formal ula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a diselenggarakan  paling singkat selama 6 (enam) tahun.
(2)    Satuan Pendidikan Diniyah Formal wustha sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 32 ayat (1) huruf b diselenggarakan paling singkat selama 3 (tiga) tahun.
(3)    Satuan Pendidikan Diniyah Formal ulya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) diselenggarakan paling singkat selama 3 (tiga) tahun .
 
-  17 -


Bagian Kedua Santri

Pasal 34
(1) Santri pada satuan Pendidikan Diniyah Formal ula paling rendah berusia 6 (enam) tahun.
(2)    Santri pada satuan Pendidikan Diniyah Formal wustha paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a.    memiliki    ijazah    satuan    Pendidikan    Diniyah Formal ula atau sederajat; dan
b.    memenuhi  kompetensi  untuk  mengikuti  satuan Pendidikan Diniyah Formal wustha.
(3)    Santri pada satuan Pendidikan Diniyah Formal ulya paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a.    memiliki    ijazah    satuan    Pendidikan    Diniyah Formal wustha atau sederajat; dan
b .    memenuhi  kompetensi  untuk  mengikuti  satuan Pendidikan Diniyah Formal ulya.
(4)  Kompetensi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2) huruf b dan ayat  (3) huruf b ditetapkan oleh penyelenggara  satuan Pendidikan  Diniyah  Formal.

Pasal 35
(1)    Santri yang tidak menyelesaikan JenJang satuan Pendidikan Diniyah Formal dihargai sesuai kelas pada jenjangnya dengan bukti yang cukup.
(2)    Bukti yang  cukup  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat ( 1) berupa raport dan / atau surat keterangan yang diterbitkan oleh satuan Pendidikan Diniyah Formal yang bersangkutan.

Bagian Ketiga Kurikulum

Pasal 36
Kurikulu m Pendidikan Diniyah Formal terdiri atas:
a.    kurikulum Pesantren; dan
 



-  18 -


b.    kurikulum pendidikan umum.


Pasal 37
( 1) Majelis Masyayikh  menyusun  rumusan  kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dengan berbasis Kitab Kuning.
(2)    Rumusan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri .

Pasal 38
( 1) Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b pada  satuan  Pendidikan Diniyah Formal ula dan wustha wajib memasukkan materi  muatan:
a.    pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan;
b.    bahasa Indonesia;
c.    matematika ; dan
d.    ilmu  pengetahuan  alam  atau  ilmu  pengetahuan sosial.
(2)    Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b pada satuan Pendidikan Diniyah Formal ulya wajib memasukkan materi muatan:
a.    pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan;
b.    bahasa Indonesia;
c.    matematika;
d.    ilmu  pengetahuan  alam  atau  ilmu  pengetahuan sosial; dan
e.    seni dan budaya.
(3)    Materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berbentuk mata pelajaran atau kajian yang terintegrasi dengan kurikulum Pesantren.
(4)    Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) disusun oleh penyelenggara satuan Pendidikan  Diniyah  Formal  dengan  berpedoman  pada
 



-  19  -


kerangka    dasar   dan    struktur   kurikulum    Pesantren yang dirumuskan oleh Majelis Masyayikh.

Bagian Keempat
Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Paragraf  1 Pendidik

Pasal 39
(1)    Pendidik dalam penyelenggaraan satuan Pendidikan Diniyah Formal harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik profesional.
(2)    Kualifikasi  dan  kompetensi  sebagai  pendidik profesional sebagaimana dimaksud  pada ayat ( 1) ditentukan    berdasarkan:
a.    latar belakang pendidikan;
b.    kemampuan    penguasaan    ilmu    agama    Islam sesuai dengan bidang yang diampu; dan / atau
c.    sertifikat pendidik.


Pasal 40
( 1) Latar belakang  pendidikan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a dapat:
a.    berpendidikan Pesantren; dan / atau
b.    pendidikan tinggi.
(2)    Berpendidikan Pesantren  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  ( 1) huruf  a merupakan:
a.    lulusan sarjana dari Ma'had Aly; atau
b.    lulusan Pesantren .
(3)    Pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan lulusan sarjana  dari  perguruan tinggi yang  terakreditasi.

Pasal 41
Pendidik yang berasal dari lulusan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b dapat mengajar
w
 



- 20 -


setelah mendapat persetujuan dari Dewan Masyayikh.


Pasal 42
Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) harus memenuhi kompetensi ilmu agama Islam dan / atau kompetensi sesuai dengan bidang yang diampu dan bertanggung jawab.

Paragraf 2 Tenaga Kependidikan

Pasal 43
( 1) Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Diniyah Formal dapat berasal dari  pendidik  yang  diberikan tugas tambahan dan tenaga lain sesuai dengan kebutuhan.
(2)    Tenaga lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tenaga kependidikan yang diangkat dari anggota masyarakat untuk menunJ ang kegiatan pendidikan .
(3)    Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Diniyah Formal sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) paling sedikit terdiri  atas:
a.    pimpinan  satuan Pendidikan  Diniyah Formal;
b.    tenaga perpustakaan;
c.    tenaga administrasi; dan
d.    tenaga laboratorium.


Bagian Kelima Penilaian dan Kelulusan

Pasal 44
( 1) Penilaian Pendidikan Diniyah Formal dilakukan oleh pendidik, satuan  Pendidikan  Diniyah  Formal,  dan Menteri .
(2)    Penilaian oleh pendidik  sebagaimana dimaksud pada
ayat    (1)    dilakukan    secara    berkesinambungan    yang
 



-  21  -


bertujuan    untuk    memantau    proses    dan    kemajuan belajar Santri.
(3)    Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk:
a.    penilaian harian; dan
b.    penilaian berdasarkan tugas terstruktur.
(4)    Penilaian oleh satuan Pendidikan Diniyah Formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi semua mata pelajaran dan kompetensi lulusan Santri di  setiap  jenjang satuan Pendidikan Diniyah Formal.
(5)    Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam bentuk:
a    penilaian tengah semester; dan
b.    penilaian akhir semester.
(6)    Penilaian oleh Menteri dilakukan dalam bentuk ujian akhir  Pendidikan  Diniyah  Formal  berstandar  nasional ( imtihan wathanz).
(7)    Ujian akhir Pendidikan Diniyah Formal berstandar nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh satuan Pendidikan Diniyah Formal.
(8)    Hasil UJ lan akhir Pendidikan Diniyah Formal sebagaimana dimaksud pada ayat (7) digunakan oleh Menteri untuk  mengukur  capaian  kompetensi  Santri.

Pasal 45
( 1) Santri pada satuan Pendidikan Diniyah Formal yang telah menyelesaikan pendidikan dan dinyatakan lulus melalui penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 diberikan syahadah atau ijazah.
(2)    Syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.    lambang negara;
b.    nomor syahadah atau ijazah;
c.    nama satuan pendidikan ;
d.    nomor statistik satuan pendidikan;
e.    nama Santri;
 



-  22  -


f.    tempat dan tanggal lahir Santri;
g.    nomor induk Santri:
h.    nomor induk siswa nasional; dan
L    nomor    ujian    akhir Pendidikan    Diniyah    Formal berstandar nasional.
(3)    Santri yang dinyatakan lulus sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berhak:
a.    melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik yang sejenis maupun tidak sejenis; dan/ atau
b.    mendapatkan kesempatan kerja.
(4)    Format syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Pasal 46
Dalam hal syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) diterbitkan oleh Pesantren induk yang tidak memberikan kewenangan penerbitan syahadah atau ijazah  oleh Pesantren cabang, nomor statistik Pesantren menggunakan nomor statistik Pesantren induk.


Bagian Keenam Sarana dan Prasarana


Pasal 47
(1)    Satuan Pendidikan Diniyah Formal wajib memiliki sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pembelajaran dengan memperhatikan aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
(2)    Majelis Masyayikh menyusun kriteria aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Menteri   dapat   mem berikan   fasilitasi   sarana   dan
prasarana    pada   satuan  Pendidikan    Diniyah    Formal
 
-  23  -


untuk  memenuhi  aspek daya tampung,  kenyamanan, kebersihan,  kesehatan, dan keamanan.

Pasal 48
Sarana dan prasarana  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 47 paling sedikit terdiri atas:
a.    ruang kelas;
b.    ruang pimpinan satuan pendidikan;
c.    ruang pendidik;
d.    ruang tata usaha;
e.    ruang perpustakaan; dan
f.    ruang laboratoraium.


Bagian Ketujuh
Pendirian Satuan Pendidikan Diniyah Formal


Paragraf 1 Persyaratan

Pasal 49
(1)    Pendirian    Satuan    Pendidikan    Diniyah    Formal  wajib memperoleh izin dari Menteri.
(2)    Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah mernenuhi persyaratan:
a.    berbadan hukum yang dibuktikan dengan akta notaris yang disahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan  pemerintahan  di bidang hukum dan hak asasi manusia;
b.    rnemiliki PSP;
 
c    didirikan    di    lingkungan    Pesan tren dibuktikan dengan denah lokasi;
 
yang
 
d.    merniliki struktur organisasi pengelola Pesantren;
e.    Pesantren  sudah beroperasi  dalam jangka  waktu paling    singkat    5 (lima)    tahun    terhitung    sejak
 
didirikan    yang    dibuktikan pernyataan;
 
dengan    surat
 








 
 



- 24 -


f. memiliki rencana kurikulum Pendidikan Diniyah Formal;
g. memiliki paling sedikit  5 (lima)  orang  pendidik dan 2 (dua) orang tenaga kependidikan;
h . memiliki sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran yang berada di dalam Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48;
i. rencana sumber pendanaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun ajaran berikutnya;
J .    memiliki   sistem  evaluasi  pendidikan;
k.    rencana kalender pendidikan ;
l.    memiliki Santri mukim paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) orang; dan
m. Santri yang terdaftar sebagai calon Santri satuan Pendidikan Diniyah Formal harus memenuhi 1 (satu) rombongan belajar.
(3)    Kalender pendidikan sebagaimana  dimaksud  pada ayat (2) huruf k memuat:
a.    jadwal  pembelajaran;
b.    evaluasi berkala ;
c.    UJ1an;
d.    kegiatan ekstra kurikuler; dan
e.    hari libur.


Paragraf 2
Prosedur Pengajuan Permohonan


Pasal 50
(1)    Pimpinan Pesantren mengajukan permohonan izin pendirian satuan Pendidikan Diniyah Formal secara tertulis kepada Direktur Jenderal.
(2) Permohonan izin pendirian sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2).
 



-  25  -


Pasal 51
( 1)    Direktur    Jenderal    melakukan    pemeriksaan kelengkapan  dokumen  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 50 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)  hari  kerja    terhitung   sejak   permohonan diterima.
(2)    Dalam hal dokumen tidak lengkap, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan kepada pimpinan Pesantren un tuk melengkapi dokumen dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan  disampaikan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pimpinan Pesantren tidak melengkapi dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali.

Pasal 52
( 1) Dalam  hal  berdasarkan  hasil  pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dokumen permohonan dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal melakukan verifikasi  keabsahan  dokumen dan / atau visitasi lapangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi keabsahan dokumen dan/ atau visitasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti ketidaksesuaian dengan dokumen yang disampaikan, Direktur Jenderal menolak  permohonan  disertai dengan alasan.

Paragraf 3 Penetapan Izin Pendirian

Pasal 53
(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi keabsahan dokumen dan/ atau visitasi lapangan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  52  ayat  ( 1)  ditemukan  bukti
 
-  26  -


kesesuaian    dengan    dokumen    yang    disampaikan, Direktur Jenderal menetapkan izin pendirian.
(2)    Penetapan izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) memuat:
a.    nama dan alamat satuan pendidikan;
b.    nama dan alamat Pesantren; dan
c.    nomor statistik satuan pendidikan .

Pasal 54
Izin pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 berlaku sepanjang satuan Pendidikan Diniyah Formal menyelenggarakan Pendidikan Diniyah Formal sesuai dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan.

BAB V
MA 'HAD ALY

Pasal SS
(1)    Ma'had Aly  merupakan  pendidikan  formal  pada jenjang  pendidikan  tinggi.
(2)    Ma'had Aly sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan pendidikan akademik pada program:
a.    sarjana  ( marhalah ula) ;
b.    magister  ( marhalah tsaniy ah);  dan
c.    doktor  ( marhalah tsalisah).

Pasal 56
(1)    Ma'had Aly mengembangkan rumpun ilmu agama Islam berbasis Kitab Kuning dengan  pendalaman bidang ilmu keislaman tertentu .
(2)    Pendalaman bidang ilmu keislaman yang diselenggarakan oleh Ma'had Aly yang dikembangkan berdasarkan tradisi akademik Pesantren dalam bentuk konsentrasi kajian .
(3)    Ma'had Aly dapat menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) konsentrasi kajian pada 1 (satu) rumpun ilmu agama Islam.    kt
 



-  27  -


(4)    Kurikulum Ma'had Aly wajib memasukkan materi muatan Pancasila, kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
(5)    Ma'had Aly memiliki otonomi untuk mengelola lembaganya  sebagaimana  tertuang  dalam   statuta Ma'had Aly .
(6)    Santri Ma'had Aly yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus berhak menggunakan gelar dan mendapatkan ijazah serta berhak melanjutkan pendidikan pada program yang lebih tinggi dan kesempatan kerja .

Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ma'had Aly diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB VI
PENGKAJIAN KITAB KUNI NG DAN PENDIDIKAN PESANTREN DALAM BENTUK LAIN YANG TERINTEGRASI DENGAN PENDIDIKAN UMUM

Pasal 58
Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan secara:
a.    berjenjang; atau
b.    tidak berjenjang.


Pasal 59
( 1) Dalam hal Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum dilakukan secara berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a dilaksanakan pada jenjang:
a.    dasar (ula dan wustha) ; dan
b.    menengah   (ulya) .
 
-  28  -


(2) Pengkajian Kitab Kuning dan  Pendidikan  Pesantren dalam  bentuk  lain  yang  terintegrasi   dengan pendidikan   umum   sebagaimana   dimaksud   pada  ayat ( 1) dilaksanakan  dengan  menggunakan  metode klasikal.

Pasal 60
Dalam hal Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum dilakukan secara tidak berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b dilaksanakan dengan menggunakan metode sorogan, bandongan, dan/ atau metode pembelajaran lain.

Pasal 61
(1)    Dalam pelaksanaan Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60, Pesantren menetapkan Kitab Kuning tertentu dalam pembelajaran.
(2)    Kitab Kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan  berdasarkan:
a.    rumpun ilmu;
b.    konsentrasi  kajian; dan/ atau c.    tema kajian .

Pasal 62
(1)    Selain melakukan Pengkajian Kitab Kuning sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pesantren dapat melaksanakan pembelajaran berdasarkan kurikulum pendidikan umum.
(2)    Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) paling sedikit memuat:
a.    pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan;
b.    bahasa Indonesia;
c.    matematika;  clan
 
- 29 -


d.    ilmu  pengetahuan  alam  atau  ilmu  pengetahuan sosial.

 


(1)    Pesantren    yang
 

Pasal 63
menyelenggarakan    pendidikan
 
nonformal dalam bentuk Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum dapat menerbitkan syahadah atau ijazah sebagai tanda kelulusan.
(2)    Syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) paling sedikit memuat:
a.    lambang negara;
b.    nomor syahadah atau ijazah;
c.     nama Pesantren;
d.    nomor statistik Pesantren;
e.    nama Santri;
f.    tempat dan tanggal lahir Santri; dan
g.    nomor induk santri nasional.
(3)    Format syahadah atau ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 64
(1)    Lulusan Pesantren  yang  menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam bentuk Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum diakui sama dengan lulusan pendidikan formal setelah dinyatakan lulus ujian kompetensi.
(2)    Ujian kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pesantren.
(3)    Ujian kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara mandiri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh  Pesantren  setelah memperhatikan kriteria  lulusan  Pesantren  yang ditetapkan oleh Majelis Masyayikh .
 
- 30 -


Pasal 65
Ujian kompetensi  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 64 dapat diikuti oleh Santri yang memenuhi persyaratan:
a.    mukim yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pesantren;
b.    memiliki nomor induk siswa nasional; dan
c.    aktif mengikuti pembelajaran yang dibuktikan dengan daftar hadir.

Pasal 66
( 1) Penyelenggaraan pendidikan nonformal dalam bentuk Pengkajian Kitab Kuning dan Pendidikan Pesantren dalam  bentuk  lain  yang  terintegrasi   dengan pendidikan  umum  wajib  memiliki  sarana   dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pembelajaran dengan memperhatikan aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
(2)    Majelis Masyayikh menyusun kriteria aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat ( 1) .
(3)    Menteri dapat memberikan fasilitasi sarana dan prasarana pada pendidikan nonformal dalam bentuk Pengkajian Kitab Kuning untuk memenuhi aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan.

BAB VII
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PESANTREN

Bagian Kesatu Umum

Pasal 67
(1)    Majelis    Masyayikh    menyelenggarakan    penjaminan
mutu Pendidikan Pesantren.
 



-  31  -


(2)    Untuk  rnenyelenggarakan  penjarninan   rnutu Pendidikan Pesantren sebagairnana dirnaksud ayat (1), Majelis Masyayikh rnenyusun sistern penjarninan rnutu pendidikan   Pesantren.
(3)    Sistem penJ arnman mutu Pendidikan Pesantren sebagairnana dimaksud pada ayat (2) rnemuat standar:
a.    kurikulu m; b.    lembaga;
c.    pendidik dan tenaga kependidikan; dan
d.    lulusan .
(4) Sistem penJ arnman mutu Pendidikan Pesantren sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 68
(1)    Sistem penJ amman rnutu Pendidikan Pesantren berfungsi:
a.    rnelindungi    kernandirian    dan    kekhasan Pendidikan Pesantren;
b.    mewujudkan pendidikan yang berrnutu; dan
c.    rnernajukan    penyelenggaraan    Pendidikan Pesantren  .
(2)    Sistem penjarninan mutu sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) diarahkan pada aspek:
a.    peningkatan kualitas dan daya saing surnber daya Pesantren;
b.    penguatan pengelolaan Pesantren; dan
c.    peningkatan    dukungan    sarana    dan    prasarana Pesantren .
 
- 32 -


Bagian Kedua Pembentukan  Majelis Masyayikh
dan Dewan Masyayikh


Paragraf  1 Majelis Masyayikh

Pasal 69
(1)    Menteri menetapkan Majelis Masyayikh.
(2)    Majelis   Masyayikh   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat ( 1) beranggotakan  perwakilan  dari Dewan  Masyayikh .
(3)    Majelis Masyayikh berjumlah ganjil  paling sedikit 9 (sembilan) orang dan paling banyak berjumlah 17 (tujuh belas) orang dengan merepresentasikan rumpun ilmu agama Islam.
(4)    Majelis Masyayikh  sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)    paling sedikit terdiri atas:
a.    ketua merangkap anggota;
b.    sekretaris merangkap anggota; dan
c.    anggota.
(5)    Ketua dan sekretaris  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (3) huruf a dan huruf b dipilih dari dan oleh anggota.
(6)    Ketentuan mengenai pemilihan ketua dan sekretaris Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) ditetapkan oleh Majelis Masyayikh.


Pasal 70
(1)    Masa khidmat Majelis Masyayikh selama  5  (lima) tahun.
(2)    Majelis Masyayikh  sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat dipilih kembali untuk masa khidmat berikutnya dengan ketentuan tidak melebihi 2  (dua) kali masa khidmat  berturut-turut.

Pasal 71
(1)    Majelis Masyayikh dipilih oleh AHWA.
 
-  33  -


(2)    AHWA  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bersifat
ad -hoc.
(3)    AHWA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi   persyaratan:
a.    memiliki  komitmen  kebangsaan;
b.    memiliki  integritas;
c.    sehat jasmani dan rohani;
d.    memiliki    pengetahuan    dan/ atau    pengalaman terkait Pendidikan Pesantren;
e.    memiliki keahlian dalam bidang keilmuan agama Islam;
f.    berusia  paling  rendah  40  (empat  puluh)  tahun pada saat dipilih; dan
g.    bukan pengurus partai politik.
(4)    AHWA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  terdiri atas  unsur:
a.    pemerintah; dan
b.    asosiasi Pesantren yang beranggotakan Pesantren yang menyelenggarakan kajian Kitab Kuning, Dirasah lslamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin , dan bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
(5)    Unsur AHWA sebagaimana dimaksud pada  ayat (4) huruf a ditunjuk oleh Menteri dan berjumlah 1 (satu) orang.
(6)    Unsur AHWA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b:
a.    berasal dari Dewan Masyayikh;
b.    berasal dari asosiasi Pesantren berskala nasional; dan
c.    memperhatikan    jumlah    keanggotaan    Pesantren secara proporsional.
(7)    AHWA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 9 (sembilan) orang.
(8)    AHWA sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (7) ditetapkan  oleh Menteri.
 
- 34 -


Pasal 72
(1) Direktur Jenderal  menetapkan  9  (sembilan)  orang bakal calon anggota AHWA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (7) berdasarkan prms1p proporsional.
(2)    Direktur Jenderal menyampaikan surat permintaan bakal calon anggota AHWA kepada pimpinan asosiasi Pesan tren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .
(3)    Pimpinan asosiasi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengajukan usulan bakal calon AHWA secara tertulis kepada Direktur Jenderal disertai dengan daftar riwayat hidup calon AHWA.
(4)    Daftar riwayat hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat keterangan mengenai:
a.    nama lengkap bakal calon AHWA;
b.    tempat, tanggal, bulan , dan tahun kelahiran; c.    alamat kantor dan rumah;
d.    riwayat pendidikan;
e.    riwayat pekerjaan; dan
f.    pengalaman mengelola Pesantren.


Pasal 73
(1) Direktur Jenderal mengusulkan calon anggota AHWA kepada Menteri .
(2)  Menteri   menetapkan   calon   anggota   AHWA sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) menjadi anggota AHWA dengan  Keputusan  Menteri .

Pasal 74
(1)    Majelis Masyayikh dipilih oleh AHWA.
(2)    Majelis  Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)    harus memenuhi persyaratan paling sedikit:

a.
b.    memiliki  komitmen  kebangsaan;
memiliki  integritas;    
c.    sehat jasmani dan rohani;    
d.    memiliki    pengetahuan    dan / atau    pengalaman
    terkait Pendidikan Pesantren;    
.t,\.t
 
-  35  -


e.    memiliki  keahlian  dalam  bidang  keilmuan  agama I slam;
f.    berusia  paling  rendah  40  (empat  puluh)  tahun pada saat dipilih;
g.    bukan pengurus partai politik; dan
h.    bukan anggota AHWA.


Pasal 75
( 1) AHWA menetapkan bakal calon anggota Majelis Masyayikh  berdasarkan  prinsip:
a.    proporsionalitas; dan
b.    representasi rumpun ilmu agama Islam.
(2)    Penetapan bakal calon anggota Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud  pada  ayat  ( 1)  dilakukan melalui  musyawarah  mufakat.
(3)    AHWA menyampaikan surat permohonan kesediaan kepada bakal calon anggota Majelis Masyayikh yang telah ditetapkan  sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) .
(4)    AHWA menetapkan bakal calon anggota Majelis Masyayikh menjadi calon anggota Majelis Masyayikh berdasarkan surat kesediaan sebagaimana  dimaksud pada ayat (3) .
(5)    AHWA menyampaikan calon anggota Majelis Masyayikh sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4) kepada Menteri .
(6)    Menteri menetapkan calon anggota Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi anggota Majelis Masyayikh dengan Keputusan Menteri.

Pasal 76
(1)    Keanggotaan  Majelis Masyayikh berakhir apabila:
a.    meninggal dunia;
b.    mengundurkan diri;
c.    dipidana berdasarkan kekuatan hukum tetap;
d.    terlibat secara langsung dan/ atau tidak langsung dalam organisasi yang dilarang; dan / atau
e.    melanggar kode etik Majelis Masyayikh.
 
-  36  -


(2)    Penetapan berakhirnya  keanggotaan  Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e ditetapkan melalui sidang Majelis Masyayikh.
(3)    Dalam hal anggota Majelis Masyayikh berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Ketua Majelis Masyayikh dapat mengusulkan pengganti  kepada Menteri .
(4)    Pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada hasil musyawarah yang disepakati paling sedikit 2 / 3 (dua pertiga) jumlah anggota Majelis Masyayikh.
(5)    Menteri menetapkan pengganti anggota Majelis Masyayikh.

Pasa 77
( 1)  Dalam   melaksanakan   tugas,   Majelis   Masyayikh dibantu   oleh   sekretariat.
(2)    Sekretariat sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) dipimpin oleh kepala sekretariat yang dijabat secara ex-officio oleh pejabat tinggi pratama yang membidangi Pesantren .
(3)    Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a.    mengoordinasikan    penyusunan    program    dan kegiatan;
b.    menyiapkan    bahan    penyusunan    program    dan kegiatan;
c.    menyiapkan bahan penyusunan laporan;
d.    menyusun pertanggungjawaban  keuangan; dan
e.    melaksanakan tugas lain sesuai dengan kebijakan Majelis Masyayikh.
 



-  37  -


Paragraf 2 Dewan Masyayikh

Pasal 78
( 1)    Pesantren   membentuk   Dewan  Masyayikh.
(2)    Dewan  Masyayikh  sebagaimana  dimaksud pada ayat
(1)    ditetapkan oleh Kiai.
(3)    Dewan Masayayikh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)    terdiri atas:
a.    ketua; dan
b.    anggota.
(4)    Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dijabat oleh Kiai.
(5)    Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang.

Bagian Ketiga
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren


Paragraf 1
Umurn


Pasal 79
(1)    Sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren terdiri atas:
a.    penjaminan mutu eksternal; dan
b.    penjaminan mutu internal.
(2)    Penjaminan mutu Pendidikan Pesantren secara eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Majelis Masyayikh.
(3)    Penjaminan  mutu  Pendidikan  Pesantren   secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Dewan Masyayikh .
 
-  38  -


Paragraf 2 Penjaminan Mutu Eksternal

Pasal 80
Penjaminan mutu eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf a direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi, dan dikembangkan oleh Majelis Masyayikh.

Pasal 81
Untuk melakukan penJ amman mutu  eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Majelis Masyayikh mempunyai tugas:
a.    menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren;
b.    memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan  kurikulum  Pesantren;
c.    merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren;
d.    merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
e.    melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu; dan
f.    memeriksa keabsahan setiap syahadah atau ijazah Santri yang dikeluarkan oleh Pesantren.

Paragaraf 3 Penjaminan Mutu Internal

Pasal 82
(1)    Penjaminan mutu internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi, dan dikembangkan oleh Dewan Masyayikh.
(2)    Penjaminan  mutu  internal   sebagaimana   dimaksud pada   ayat  ( 1)  berpedoman   pada   sistem  penjaminan
mutu eksternal.
w
 



- 39 -


Bagian Keempat
Pemetaan, Perencanaan, serta Afirmasi dan Fasilitasi


Pasal 83
(1)    Penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf e dilakukan paling sedikit melalui:
a.    asesmen; dan / atau
b.    survei.
(2)    Hasil penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) disampaikan kepada  Direktur  Jenderal.

Pasal 84
Berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, Direktur Jenderal  melakukan:
a.    pemetaan mutu;
b.    perencanaan target pemenuhan mutu berdasarkan pemetaan mutu; dan
c.    pemberian fasilitasi dan afirmasi dalam pencapaian target pemenuhan mutu.

Pasal 85
(1)    Pemetaan mutu sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 84 huruf a diwujudkan dalam bentuk laporan.
(2)    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan melalui sistem informasi dan manajemen data Pesantren.

Pasal 86
(1)    Perencanaan target pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf b  disusun berdasarkan  laporan atas hasil pemetaan mutu.
(2)    Perencanaan  target sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)    meliputi perencanaan  target tahunan dan 5 (lima) tahunan.
 
- 40 -


(3)    Perencanaan  target sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menjadi bagian dari rencana strategis kementerian yang menyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang agama.

Pasal 87
Afirmasi dan fasilitasi dalam pencapaian target pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf c dilakukan paling sedikit dalam bentuk:
a.    pengembangan  kajian  tafaqquhfid d in;
b .    penguatan  kelembagaan  Pesantren;
c.    peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; dan
d.    pengakuan  lulusan  Pesantren .


BAB VIII
PENDANAAN


Pasal 88
(1)    Majelis    Masyayikh    didanai    dengan    menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara .
(2)    Pendanaan    sebagaimana    dimaksud    pada    ayat    (1) digunakan untuk:
a.    operasional Majelis Masyayikh; dan/ atau b.    penyelenggaraan kegiatan.
(3)    Pendanaan    penyelenggaraan    kegiatan    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berasal dari:
a.    anggaran    pendapatan    dan    belanja    daerah; dan/ atau
b.    sumber lain yang sah dan tidak mengikat.


BAB IX
PENGELOLAAN  DATA DANINFORMASI


Pasal 89
(1)    Direktur  Jenderal  mengembangkan  sistem  informasi dan manajemen data Pesantren.
 
-  41  -


(2)    Sistem informasi dan manaJ emen data Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) paling sedikit memuat data mengenai:
a.    kurikulum;
b.    kelembagaan;
c.    sarana dan prasarana;
d.    jenis layanan pendidikan Pesantren;
e.    pendidik dan tenaga kependidikan;
f.    santri;
g.    lulusan;
h.    kekhasan  Pesantren;
i.    peran dakwah Pesantren; dan J .    potensi ekonomi Pesantren .
(3)    Sistem informasi dan  manajemen  data  Pesantren dapat diintegrasikan dengan sistem informasi dan manaJ emen kementerian / lembaga sesua1 dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan.

Pasal 90
( 1) Pengelolaan data dan informasi Pendidikan Muadalah, Pendidikan Diniyah Formal, dan Pendidikan Pesantren berbentuk Pengkajian Kitab Kuning diselenggarakan secara terintegrasi dengan sistem informasi dan manaJemen untuk mengelola data dan informasi Pesantren.
(2)    Sistem informasi dan manaJ emen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal.
(3)    Pengelolaan data dan informasi Pendidikan Muadalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diintegrasikan dengan pengelolaan data dan informasi kependudukan, pendidikan, serta pengelolaan  data dan informasi lain berdasarkan  kebijakan  dari Menteri.
(4)    Ketentuan mengenai pengelolaan data dan informasi Pendidikan Muadalah ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
 
- 42 -


BAB X
KETENTUAN  PERALIHAN


Pasal 91
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.    status dan peringkat akreditasi satuan Pendidikan Pesantren yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dinyatakan tetap berlaku sampai masa akreditasi berakhir;
b.    semua ketentuan  yang  mengatur  mengenai penjaminan mutu Pendidikan  Pesantren dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan  atau belum diganti dengan peraturan dan ketentuan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
c.    semua ketentuan yang mengatur mengenai Pendidikan Diniyah Formal dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti  dengan peraturan dan ketentuan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 92
Majelis Masyayikh wajib dibentuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 93
Sistem informasi dan manaJemen data Pesantren wajib tersedia dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan

Pasal 94
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.    Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2014 tentang  Satuan  Pendidikan  Muadalah  pada  Pondok
w
 



- 43 -


Pesantren    (Berita  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 2014 Nomor 972) ; dan
b.    pengaturan mengenai penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal dalam Peraturan  Menteri  Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 822),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 95
Peraturan    Menteri    im    mulai    berlaku    pada    tanggal diundangkan.
 
44


Agar setiap orang rnengetahuinya, rnemerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penernpatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 November 2020


MENTER! AGAMA REPUBLIK INDO NESIA,


ttd


FACHRUL RAZI


Diundangkan  di Jakarta
pada tanggal 30 November 2020


DIREKTUR  JENDERAL
PERATURAN  PERUNDA NG-U NDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd


WIDODO EKATJAHJANA


BERITA NEGARA REPUBLI K INDO NESIA TAHUN 2020 NOMOR  1405
Salinan  sesuai dengan  aslinya Kernenterian Agarna RI
Ke  g:).a Biro Hukum dan Kerja Sarna Luar Negeri,
,, .. \'u-

LihatTutupKomentar