Bab Kalam I'rab Mabni Nakira Marifah

Bab Kalam I'rab Mabni Nakira Marifah entang Maengenal Tanda-Tanda I’rab Fasal Tentang Kalimat-kalimat Yang Di I’rab Fasal Tentang Kalimat Yang Di I’ra

Bab Kalam I'rab Mabni Nakira Marifah

Nama kitab:  Terjemah Kawakib Mutammimah
Judul kitab asal: Al-Kawakib al-Durriyyah Syarah Mutammimah al-Ajurrumiyah ( الكواكب الدرية شرح متممة الآجرومية)
Ejaan lain: Al-Kawakibud Duriyah Syarh Mutamimah al-Ajurumiyah
Pengarang Kawakib: Muhammad ibn Ahmad bin Abdul Bari Al-Ahdal (محمد بن أحمد بن عبد الباري)
Lahir: Tihamah, Yaman. 1241 Hijriah atau 1826 Masehi
Wafat: 1298 H, atau 1880 Masehi
Pengarang Kitab Mutammimah: Muhammad bin Muhammad bin ‘Abdirrahman ar-Ra’iniy, yang terkenal dengan sebutan al-Hatthab.
Kelahiran: Mekkah, pada tahun 902 H/1491 M,
Meninggal: Makkah, tahun 945H/1547 M
Penerjemah:
Bidang studi: Gramatika tata bahasa Arab, nahwu dan sharaf tingkat menengah.

Daftar isi 

  1. Bab Tentang Pembahasan Kalam
  2. Bab tentang i’rab dan bina
  3. Bab Tentang Maengenal Tanda-Tanda I’rab
    1. Fasal Tentang Kalimat-kalimat Yang Di I’rab
    2. Fasal Tentang Kalimat Yang Di I’rab Dengan Harkat yang Ditakdirkan
    3. Fasal tentang isim cegah sharaf
  4. Bab Tentang Nakirah Dan Ma’rifah
    1. Fasal Tentang Isim Dzamir
    2. Fasal Tentang Isim ‘Alam
    3. Fasal Tentang Isim Isyarah
    4. Fasal Tentang Isim Maushul
    5. Fasal Tentang Isim Yang Ma’rifah Dengan Alif dan Lam
    6. Fasal Lafaz Yang di Idhafahkan Kepada Isim Ma’rifah
  5. Kembali ke: Kawakib Syarah Mutammimah 

Bab Tentang Pembahasan Kalam

Pengertian Kalam

Kalam dalam istilah1 ulama nahwu adalah ucapan yang disusunkan yang menghasilkan faedah dengan adanya qasad (niat).
Untuk sah suatu ucapan dikatakan sebagai kalam harus terpenuhi empat ketentuan, yaitu:
1.    Lafaz

Lafaz adalah suara yang melengkapi secara hakikat atau secara hukum atas sebagian huruf hijaiyah yang dimulai dengan alif dan diakhiri dengan huruf ya.

Murakab yang dimaksudkan disini adalah murakab isnadi. Murakab isnadi adalah murakab yang tersusun daripada musnad dan musnad ilaih. Murakab ini dinamakan juga dengan jumlah.
3.    Berfaidah
   
Al-mufid adalah ucapan yang dapat dipahami maknanya yang bagus diam si pembicara diatas ucapan tersebut sehingga
 
sipendengar tidak perlu menunggunya. 
,اللفظ bagi bukan المركب lafaz bagi disifatkan اَ ْل ُ ِف ْي ُد Lafaz
karena berdasarkan sebuah kaidah2 :
  
“Apabila berhimpun beberapa fashal dalam satu definisi maka tiap-tiap fashal darinya merupakan qayid pada barang sebelumnya
karena keadaan barang sebelumnya lebih umum darinya”.
4.    Wadha’

Al-wadh‘u artinya qasad, yaitu: Sipembicara bermaksud dengan perkataan yang diucapkannya untuk memberi faedah
 
sipendengar.3
مفرد .
Kalimat adalah perkataan yang mufrad.
 Al-qaul adalah lafaz yang menunjukkkan atas makna.Mufrad adalah lafaz yang juzuknya tidak menunjukkan atas juzuk maknanya.

2 Hasyiah abi Naja hal 8.
3 Sedangkan menurut kitab hasyiah allamah abi naja al-wadh’i yang dimaksudkan dengan al-wadha’ adalah wadha’ arabi, yaitu menjadikan lafaz sebagai dalil atas suatu makna.
 Murakab adalah barang yang menunjukkan oleh setiap juzuknya atas juzuk maknanya.
Kalimat terbagi atas tiga macam :
A.    Isim

Isim adalah kalimat yang yang menunjukkan atas makna pada dirinya dan tidak menyertai dengan salah satu zaman yang tiga, yakni zaman hal (sekarang), dan zaman madhi (lampau) dan zaman mustaqbal (yang akan datang).
Isim dapat dikenal dengan beberapa tanda, yaitu :
•    Isnad ilaih, artinya meng_isnad sesuatu kepadanya.
Ibnu Hisyam dalam kitab syarah syuzhur mengatakan :
 Isnad    adalah    menisbatkan    sesuatu    yang    dapat
menyempurnakanَ faedah kepadanya, baik yangٌ dinisbatkan berupa
fi’il, sepertiْ :ُ َيد َز قام , atau berupa isim, seperti : قائِم زيد ,atau jumlah,
 
. أنا قمت: seperti
•    Khafadh (jar berdasarkan istilah ulama Basharah).Jar adalah barang yang didatangkan oleh amil khafadh pada akhir kalimat berupa kasrah atau yang menggantikannya.
•    Masuk alif dan lam.
 

•    Masuk huruf khafaz.
•    Tanwin .
Tanwin adalah nun zaidah yang sukun yang mengiringi akhir suatu isim nampak pada pengucapan dan diceraikan/dipisahkan pada penulisan.
Tanwin ada sepuluh macam :
1.    Tanwin tamkin (tanwin sharaf), yaitu yang terletak pada isim yang diikrabkan dan menerima saraf.
2.    Tanwin tankir, yaitu tanwin yang terletak pada sebagian isim yang dibinakan untuk membedakan diantara isim makrifah dengan isim nakirah.
3.    Tanwin ‘iwadh, yaitu tanwin yang terletak pada akhir isim yang di_idhafah_kan karena mengganti mudhaf ilaih, baik
mudhaf ilaih_nya berupa huruf, seperti : َوارٍ َج    , ْغواش aُ ْtaَ u
berupaَ isimَ ْ seperti : ك , بعض, atau jumlah seperti : وأنتم
. ِحينئِ ٍذ تنظرون
4.    Tanwin muqabalah.
5.    Tanwin dharurah.
6.    Tanwin ziyadah.
7.    Tanwin taksir (tanwin hamzah ).
8.    Tanwin hikayah.
9.    Tanwin tarnim.
10.    Tanwin ghulw.
 
B.    Fi’il

Fi’il adalah kalimat yang yang menunjukkan atas makna pada dirinya dan menyertai dengan salah satu zaman yang tiga.
 

Fi’il dapat dikenal dengan beberapa cara :
 
1.    Masuk
َ
 
. قَ ْد
 
“قد” adalah sebuah tanda yang bersyarikat yang kadang-
kadang masuk padaُ َ fi’il madhi ْ untuk berfaedah taqribiyahُ bْagi
ونعلم : seperti tahqiqiyah, atau قد قام ِت الصلاة: seperti hal, َan َzam
صدقتنا قد أن dan juga mَ asukْ َ pada fi’il mudhari’ yang berfaedah
bagi tahqiq, seperti : الله يعلم قد atau bagi taqlil, seperti : الكذوب إِن
.قد يصدق
2.    Masuk “ِسين ” .
3.    Masuk “سوف”.
Faedah keduanya adalah untuk mengkhususkan fi’il mudhari’ bagi zaman mustaqbal. Kedua huruf tersebut dinamakan dengan huruf tanfis.
4.    Masuk ta taknist yang sakin.
Faedahnya untuk menunjukkan kepada taknist fa’il.
Pembagian Fi’il
Fi’il terbagi atas tiga macam :
1.    Fi’il madhi
الماض ُه َو : َما َد َّل َ َعلى  َح ْد ٍث ُو ِج َد ِف الز َم ِن ال ْ َماض َو ْض ًعا .
Fi’il madhi adalah fi’il yang menunjukkan atas suatu kejadian yang diperdapatkan pada zaman madhi secara wadha’.
Fi’il mَ adhiْ dapat dikenal deَnganَ aَdanya taَ taknis yang sakin,
termasuk juga ”نِعم , بِئس ,ليس , عس:“ Lafaz . قامت , قعدت seperti
kedalam fi’il madhi.
 
2.    Fi’il mudhari’
َ        ْFi’il mudhari’ adalah fi’il yang menunjukkan atas makna yang menyertai dengan salah satu dari zaman hal dan istiqbal.
 
Fi’il mudhari’ yang berzaman istiqbal dapat diketahui dengan masuk “سين” , “سوف”, “ النافية لا”, adat syarat, adat nasab, adat tarajji dan “َلوْ ” mashdariah. Sedangkan fi’il mudhari’ yang berzaman
hal dapat diketahui dengan menyertai lafaz “َلآن ا” ْ atau َ “ْ الساعة”
atau “ آنِفا” atau lam ibtida’, atau nafi dengan “ ما , إِن , ََيس ل”. Fi’il
mudَ hari’ juga bisa berzaman madhi dengan sebab masuk “لم” atau
“ لولا” imtina’iyah.    ْ َ
Fi’il mudhari’ dapat dikenal dengan masuknya “ لم ” jazam dan dengan adanya salah satu dari huruf ziadah yang empat pada permulaannya. Huruf ziyadah yang emَ pat yaitu; hamzah, nun, ya dan ta, atau biasa disebut dengan “ نأيت ” .
Fi’il mudhari’ di_dhammah_kan ُ awalnyaَ    jika ْ mُ adhi_nyaَ
دحرج –يدحرِج , أكرم- يكرِم seperti:“, huruf, empat َberjumlah
.يقاتِل-قاتل”, dan difatah_kan awalnya pada barang selain demikian.

3.    Fi’il amar.

Fi’il amar adalah fi’il yang selalu menyertai dengan zaman mustaqbal, karena yang dituntut dengannya adalah menghasilkan sesuatu yang belum tercapai.
Fi’il amar dapat dikenal dengan menunjukkannya atas perintah secara wadha’ dan menerima ya mukhathabah. Termasuk kedalam fi’il amar adalah lafaz “هات” dan “َ تعال”.
C.    Huruf.

Huruf adalah kalimat yang tidak menunjukkan atas makna pada dirinya dan juga tidak menyertai dengan satu zaman pun.
 

Huruf terbagi tiga macam :
•    Huruf yang terkhusus dengan isim, seperti huruf jar.
•    Huruf yang terkhusus dengan fi’il, seperti huruf jazam.    ْ  َ
•    Huruf yang tidak terkhusus dengan isim dan fi’il, seperti “ هل”.

Bab Tentang I’rab dan Bina’

I’rab adalah perubahan akhir kalimat karena berbedanya
amil-amil yang masuk atasnya, baik berubahnya pada lafaz atau
 
pada takdir.
ْ            َ‘Awamil adalah sesuatu yang menghendaki akan keadaan akhir kalimat atas wajh tertentu yakni dirafa’ atau nasab atau jar
 
atau jazam.
Perubahan disegi lafaz adalah perubahan yang nampak
bekasan pada akhir kalimat.
 
Perubahan secara takdir adalah perubahan yang tidak nampak bekasannya pada akhir kalimat tetapi diniatkan atau ditakdirkan.
I’rab terbagi atas empat macam : Rafak, nasab,khafadh dan jazam.
Pada isim ada tiga macam, yaitu: rafak, nasab, khafadh dan tidak ada jazam. Dan pada fi’il juga ada tiga macam, yaitu: rafa’, nasab, jazam dan tidak ada khafadh.
 
2.    Bina’ 
Bina’ adalah senantiasa tetap (tidak berubah) akhir suatu kalimat dalam keadaan berharkat atau sukun.
Isim sesudah dimurakabkan beserta amil-amil terbagi dua :
1.    Mu’rab .
Mu’rab adalah kalimat yang berubah akhirnya dengan sebab amil-amil yang masuk atasnya baik berubahnya pada lafaz atau pada takdir.
2.    Mabni .
Mabni adalah kalimat yang tidak berubah akhirnya dengan sebab amil-amil yang masuk atasnya.
Mabni merupakan furu’, artinya tidak biasa terjadi pada isim. Maka oleh karena demikian tidak dibinakan sebuah isim kecuali apabila memiliki keserupaan yang kuat dengan huruf.
 

Serupanya isim dengan huruf ada tiga sudut pandang :
•    Serupa pada wadha’, seperti ta’ pada lafaz    ُت ْم َُق , maka ta’
tersebut serupa dengan ba’ huruf jar, dan seperti نا pada lafaz
قمناmaka نَا tersebut serupa dengan huruf قد.
•    Serupa pada makna, seperti lafaz هنا yang dipakai untuk meng_ isyarah bagi tempat. Lafaz هنا tersebut merupakan ma’ani yang seharusnya ditunaikan dengan huruf yang sama seperti khithab, yang mana para ulama mewadha’ baginya huruf kaf khithab dan seperti tasybih yang mana para ulama mewadha’ baginya ha’ tanbih.
•    Serupa pada isti’mal (pemakaian), seperti lafazُ َ َهات َهيْ    yang
merupakan isim fi’il yang menggantikanَ lafaz بعد yang mana lafaz tersebut serupa dengan lafaz ليت yang menggantikan
tamanni dan tidak masuk amil atasnya.
•    Serupa pada iftiqar, yakni berhajat kepada sesuatu yang menyempurnakan maknanya sebagaimana huruf juga berhajat kepada sesuatu yang menyempurnakan maknanya, yaitu majrur.
Isim-isim yang dibina ada enam macam, yaitu :
1.    Isim dzamir
Isim dzamir serupa dengan huruf ada dua sudut pandang, yaitu:
•    Serupa pada wadha’, seperti ta’ pada lafaz قمت, karena ta’
tersebut berjumlah satu huruf, sedangkan huruf yang satu
tidak pantas untuk di_i’rab.
•    Serupa pada pada makna, seperti takallum padaُ lafaz أَنَا dan
khithab pada lafaz أنت dan ghaibah pada lafaz هو. Lafaz-lafaz
tersebut mengandung makna yang seharusnya ditunaikan dengan huruf.
2.    Isim syarat
Isim syarat serupa dengan huruf disegi makna, seperti lafaz
ْ      َ ,  َحيْ ُث َما
مهما,من . Lafaz –lafaz tersebut serupa dengan إِن syarthiyah
pada makna.
 

3.    Isim istifham
َن ْي َأ , َ Isimْ َ istifham serupa dengan huruf pada wadha’, seperti lafaz
ما , من. Lafaz-lafaz tersebut serupa dengan hamzah istifham.
4.    Isim isyarah
Isim isyarah serupa dengan huruf pada makna, karena isim tersebut mengandung makna yang sepatutnya ditunaikan dengan huruf.
5.    Isim fi’il
َ    َ ْ َ Isimَ    fi’il serupa dengan huruf pada isti’mal, seperti lafaz
هيهات ,مه, صه, karena lafaz-lafaz tersebut di_isti’mal_kan seperti isti’mal huruf dari segi lafaz-lafaz tersebut menggantikan fi’il dan tidak masuk amil atasnya sama seperti huruf لعل , ليت .
6.    Isim maushul.
Isim maushul serupa dengan huruf pada iftiqar ,yakni berhajat kepada sesuatu yang menyempurnakan maknanya, yaitu shilat, kecuali yang tidak dibinakan adalah lafaz “ أي ”. Lafazأي tersebut dibinakan apabila di_idhafah_kan dan dibuang shadar shilat_nya.
Bina terbagi atas empat macam :
 
•    Bina atas dhammah, seperti lafazَ “ ُث
•    Bina atas fatah, seperti lafaz “ أين ”. َ

•    Bina atas kasrah, seperti lafaz “ َسْ ِ أم ”.
•    Bina atas sukun, seperti lafaz “ من ”.
Fi’il terbagi atas dua macam :
1.    Mabni (dibinakan).
Fi’il yang mabni ada dua macam:
•    Fi’il madhi
Fi’il madhi dibinakan atas harkat yaitu fatah, kecuali apabila bersambung dengan wawu jamak, seperti ضربوا atau bersambung dengan dzamir rafa’ yang berharkat maka fi’il tersebut dibinakan
 
atas sukun, seperti “َنا ضربْ , ُت َضربْ ”. Alasan dibinakan atas harkat
fatah karena serupa dengan fi’il mudhari’ disegi bertempat sebagai syarat, shilat, shifat, khabar dan hal. Adapun diharkatkan dengan fatah karena berat harkat dhammah dan kasrah atasnya.
•    Fi’il amar
Fi’il amar dibinakan atas sukun apabila shahih akhirnya,
seperti ِضرب    إِ atau bersambung dengan nun niswah, seperti ِضربن    إِ.
Alasan dibinakan atas sukun karena berdasarkan kaidah : .
“Sesungguhnya fi’il amar dibinakan atas sesuatu yang dijazamkan mudhari’nya yang dimulai dengan hamzah khithab”.
Dan apabila bersambung dengan dzamir tastniah atau dzamir
jamak muzakar atau dzamir muannas mukhathabah, makaَ fi’il amar
dan ” ٍإ  ٍضربا , إِ  ِضربوا, إِ  ِضر ِب “ seperti nun, buang atas dibina tersebut
kecuali fi’il amْ ar mu’tal, maka dibinakan atas buang huruf i’llat,
 
إِ ٌخش , إِغز , إِرمْ seperti;

Fi’il mu’tal menurut ulama nahwu adalah fi’il yang huruf terakhirnya terdapat huruf i’llat.
2.    Mu’rab (dii’rabkan).
Fi’il yang di_i’rab adalah fi’il mudhari’ yang tidak bersambung dengan nun inast (nun jamak muannats) dan nun taukid mubasyirah
(muttasilah), seperti يش , ِضب    ي. Sehingga jika bersambung
dengan nun inُ astُ makْ aَ dibinakan beserta nun tersebut atas sukun,
ukid َta ْ un َn dengan bersambung jika dan والوا ِلدات ير ِضعن seperti
 
mubasyirah maka dibinakan atas fatah, seperti ِليكونا
Adapun huruf maka semuanya dibinakan.

Bab Tentang Mengenal Tanda-tanda I’rab
A.    Rafa’
Rafa’ ada empat tanda, yaitu :
1.    Dhammah
Dhammah merupakan asal dari tanda rafa’, sedangkan lainnya adalah furu’.
Dhammah menjadi tanda rafa’ pada empat tempat, yaitu:
ُ
a.    Pada isim mufrad yang munsharif, ْ seperti: اللهَ َ ْقال    dan yang
َ  َ    َ  ْ   َ.وَإِذ قال اِبراهِيم , وَإِذ قال موس seperti: munsharif, ghairu
b.    Padaُ isim jamak taksir yang munsharif, seperti: َ ْب َ ُحا أص َ قَال
ومساكِين ترضونها “, seperti munsharif, ghairu َyang َ َdan , ْ َ

Jamak taksir adalah kalimat yang berubah bentuk mufradnya dengan sebab penambahan, seperti: رِجال -رجل atau dengan pengurangan, seperti: كتب-كِتاب atau dengan penggantian harkat,
. أسد- أسد : seperti
Lafaz yang menunjukkan atas tiga atau lebih ada tiga macam:
 
•    Jamak
َ     َ َJamak adalah kalimat yang menunjukkan atas satu persatu yang berkumpul akan sebagai dilalah afrad yang di’atafkan atas perorangan.
Yang termasuk kedalam jamak ini adalah jamak muzakkar yang salim dan jamak taksir. Jamak ini tidak boleh dikembalikan dhamir mufrad kepadanya dan tidak disifatkan kecuali dengan
 

sifat yang jamak dan tidak jatuh sebagai tamnyiz lafaz bilangan berdasarkan atas pendapat yang shahih.
 
•    َ Isimْ
 
jamak
َ       ْIsim jamak adalah kalimat yang menunjukkan atas satu persatu yang berkumpul tanpa perantaraan ‘ataf dengan iktibar banyak.
•    Isim jenis jam’i.
Isim jenis jam’i adalah kalimat yang menunjukkan atas satu persatu dengan iktibar mahiyah yang sunyi dari syakhas tidak dengan iktibar banyak dan tidak dengan iktibar ‘ataf dan keduanya.
ِإذَا َجاء َك ال ُؤْ ِم َناتseperti: salim, yang muannast jamak isim Pada c.
. وَأُولاَ ِت ال َ ْح َمال : seperti kepadanya, dihubungkan yang danJamak muannast yang salim adalah kalimat yang dijamakkan
dengan alif dan ta yang diziadahkanُ keduanya, baik masih utuh
bentuk mufradnya, seperti : مؤمنات -مؤمن atau sudah pecah,
. بِنت- بنات : seperti
d. Pada fi’il mudhari’yang tidak bersambung akhirnya dengan
sesuatu yangَّ menghendakiُ kepadaَ َ bina atauَ َberpindah i’rabnya,
.نرفع درجات من نشاء ,والله يدعو اِلى دارِ السلام : seperti
2.    Wawu
Wawu menjadi tanda rafa’ pada dua tempat, yaitu :
•    Jamak muzakar salim dan yang dihubungkan kepadanya.
 
َي ْو َمئِ ٍذ َي ْف َر ُح ال ْ ُم ْؤ ِم ُنون , َواِ ْن يَ  ُك ْن ِمنْ  ُك ْم  ِع ْ ُش ْو َن“ Seperti َ  ُ ْ َ
  .
Jamak muzakar salim adalah kalimat yang menunjukkan kepada jumlah yang melebihi dari dua perkara beserta selamat bentuk mufradnya dari perpecahan.
ُ ْ  َ    َ  ُ  ْ  َ    َ ُ  ْ  َ    ُ ْ  َ    َ َ   َ    ُ enam. yang Isim   • َ
َ  َ   َ ُ ْ  ُ”  ْأبو َ ُك ْ, ُأ  ُخو  َك , ُحم ُو َك َ,ف ُّوك َ,هَن  ْو َك,   َّذوما ٍل “ Yaitu
”. قال أبوهم ,ليوسف وأخوه أحب اِلى أبِين َِمناَ “ ُّ : Seperti
Lafaz “أحب” dimuta’adikan bagi fa’il maknawi dengan
 
lafaz
ْ
 
“َ اِلىْ ”, karenaَّ berdasarkanّ
 
kaedah :
ْ   َ 
“Isim afdhala tafdhil apabila dibinakan dari maddahالحب
dan الغض maka muta’adi dengan lafaz إلى ”.
3.    Alif
Alif menjadi tanda rafa’ pada satu tempat saja, yaitu pada isim tastniah dan yang dihubungkan kepadanya, seperti: 
Isim tasniah adalah tiap-tiap isim yang menunjukkan atas dua perkara dan terkaya dari dua hal yang saling meng_’ataf beserta terdapat mufrad dari lafaznya.
 

4.    Nun
Nun menjadi tanda rafa’ pada satu tempat saja, yaitu pada
fi’il mudhari’َ apabilaْ bersambung dengan dzamir tastniah, seperti
أَتبنون بِك ِل“ ertiْsep َ, َjamak ُdzamir ْatau َ”و َالنَجمَ وال َشج ُر ْيس َ ْجُ ُداْ ِن :“
dzamir atau ”, َرِيْع َ ٍة ْأ َية ِ ْتب َع ْثون ,وتن ِذرون مصانِع لعلكم تلون
 
”. أتعجبِين من أمرِ اللهِ “ seperti mukhathabah, muannast
B.    Nasab
Nasab ada lima tanda :
1.    Fatah
Fatah menjadi tanda nasab pada tiga tempat :
•    Pada isim mufrad yang munsharif,َ seperti:  dan
 
.واِذ واعدنا موس seperti: munsharif, ghairu 
•    Pada isim jamak taksir yang munsharif, seperti: “ِلجبال ا وترى
.وعدكم الله مغانِم seperti: munsharif, ghairu ”dan
•        Pada fi’il mudhari’ yang tidak bersambung akhirnya dengan sesuatu, apabila masuk amil nasab atasnya, seperti :ينال لن
.الله لحومها
2.    Alif
Alif menjadi tanda nasab pada isim yang enam, seperti :.
3.    Kasrah
Kasrah menjadi tanda nasab pada isim jamak muannast yang salim dan yang dihubungkan kepadanya,
َ               َ                           َ      َ
.خلق الله السموات , واِن كن أولا ِت حم ٍل Seperti:
4.    Ya
Ya menjadi tanda nasab pada dua tempat :
•    Pada isim tasniah dan yang dihubungkan kepadanya, seperti:

•    Pada jamaَkْ َmuzakar salimَ dan َyangَ dihubungkan kepadanya,
 
ِج مؤمنِين , وواعدنا موس ثلاثِين ليلة : seperti
5.    Buang nun
 
.نُن
 
Buang nun menjadi tanda nasab padaْ fi’il yangَ kْetikaُ rafa’nya
َالا أن تكونا الملك  ِين , وان seperti: ), lima َyang (fi’il ْ ٌnun ُsebut ْanَdeng
.تصوموا خيلكم , ولن تقومِ
C.    Khafadh
Khafadh ada tiga tanda :
1.    Kasrah
Kasrah merupakan asal dari tanda khafadh, sedangkan yang lain adalah pengganti dari kasrah.
Kasrah menjadi tanda khafadh pada tiga tempat :
. بسم ّ اللهِ الرحمْنٌ الرحيم seperti: munsharif, yang mufrad Isim  •
ُ ْ  . لِْلرِ ْجا َل ن  ِصي   َب َ: ْseperti munsharif, yang taksir jamak Isim   •
قل لِلمؤ ِمنا ِت , مررت: seperti salim, muannas ُ ْjamak َ ْIsim •
 2.    Fatah
 
.بِأولا
 
Fatah menjadi tanda khafadh pada isim ghairu munsharif
 
(isim tegah sh
َ
 
َaraf), baikْ ِ berbentuk mufrad, seperti :اِلى ْوحينا ِوأ
 
منseperti: taksir, jamak atau ,اِبراهِيم واسماعيل, فحيوا بِأح َسَن ْم َنها
ْب   ْي محارِ,َ  ْkecuali  apabila  isim  tersebut  di_idhafahkan, ْ seperti: ْ َف َ
وأنتم عكِفون ف seperti: lam, dan alif dimasukkan atau أحس ْ ِنَ تَقوِي ٍم
ِد المساج, maka diketika itu di_khafadh_kan dengan kasrah.
3.    Ya
Ya menjadi tanda khafadh pada tiga tempat :
 
•    Isim yang enam.
َ     َ  ْ ُ 
ِخيهِ : Seperti
 
•    Isim tastniahْ
 
dan yang dihubungkan kepadanya.
ْ   َ
 
. َح َّت أبلغ م َم َع الَح َري ِن , م َررْت بِاِثن  ِين : Seperti
•    Isim jamak muzakarْ salim danَ yang dihubungkan kepadanya.
. قل لِل ُمؤ ِمنِ َين ,فاِ ْط َعام ِستِ َين ِم ْس ِكيْ ًنا : Seperti
D.    Jazam
Jazam ada tiga tanda :
1.    Sukun
Sukun menjadi tanda jazam pada fi’il mudhari’ shahih akhir
yang tidak bersambungُ akَ hirnyaَ dَ enganُ sesuatu.َ
”.لم ي ِل ولم ْيولد ولم يكن له كفوا أحد “ Seperti:
2.    Buang
Buang menjadi tanda jazam pada dua tempat :
•    Fi’il mudhari’ mu’tal akhir, yaitu fi’il yang akhirnya terdapat
 
huruf ‘illat.
ْ
.ولم يش اِلا الله , ومن يدع مع اللهِ , ومن يِه ِد الله Seperti:
 
•    Fi’il yang rafa’nya dengan
ُ       َ    ْ
 
sebut nun (fi’il yang lima).
َ ُ  ْ
 
.إِن تتوبا , وَإِن تص ِبوا وتتقوا , ولا تاف : Seperti
 

Fasal Tentang Kalimat-Kalimat Yang Di I’rab
Kalimat-kalimat yang di_i’rab terbagi dua :
A.    Kalimat yang di i’rabkan dengan harkat.
Kalimat yang di i’rabkan dengan harkat ada empat macam :
1)    Isim mufrad (munsharif dan ghairu munsharif).
 

2)    Isim jamak taksir (munsharif dan ghairu munsharif).
3)    Isim jamak muannast salim.
4)    Fi’il mudhari’ yang tidak bersambung akhirnya dengan sesuatu.
Kalimat tersebut semuanya dirafa’ dengan dhummah dan dinasab dengan fatah4 dan dijar dengan kasrah5 dan dijazam dengan sukun6.

B.    Kalimat yang di i’rabkan dengan huruf.
Kalimat yang di i’rabkan dengan huruf ada empat macam:
1)    Isim tastniah dan yang dihubungkan kepadanya.
Isim tastniah di_rafa’ dengan alif,dinasab dan dijar dengan ya. Isim tersebut difatahkan huruf sebelum ya dan dikasrahkan huruf
sesْudahnya.
اِثنان  Kalimat  yang  dihubungkan  kepada  isim  tasniah  lafaz    َ َ ْ
,اِثنتان ,ثلثانِ lafaz dan mutlak, secara ِ َك َ, ِكتا َdi_ ratْsya َnganَdeُ
: َseperti ْ َdzamir,َ ْkepada َ ْ_kan َfah َidha جاء ِن ِكهما و ِكتاهما , رأيت
ِكي ِهما و ِكتي ِهما, مررت بِ ِكلي ِهما و ِكتي ِهما , di_idhafahkan jika sehingga
kepadaْ َ isim dzahirَ maka di i’rabkan seperti isim maqshur dengan
seperti: َalif, ُpada itakdirkan ْd yang ْ harkatْ ُجاء ِن ِ َك الر ُج َل  ِين َو ِكْ َتا
الر ُجلَ ْ ِين. ,ورأيت ِك الرجل  ِين و ِكتا رجل  ِين ومررت بِ ِكلا الرجل  ِين و ِكتا
الرجل  ِين
2)    Isim jamak muzakar salim dan yang dihubungkan kepadanya.
َجمْ ُع الم َذ َّكرِ السالِ ِم ُه َو : ُ ُّك اِ ْس ٍم د َّل َ َعلى أَ  ْك َ َث ِم ْن اِثْنَ ْ ِين َو َك َن إِ ْختِ َصا ًرا
لِلم َت َعاط َفات لِزِ َياد ٍة ِ ْف آ ِخ ِرهِ إِ َّما َواو َونُ ْو ٌن اَ ْو يَاء َونُ ْو ٌن .

4 kecuali isim jamak muannast yang dinasabkan dengan kasrah.
5 kecuali isim tegah saraf yang dijarkan dengan fatah.
6 kecuali fi’il mu’tal yang dijazamkan dengan buang akhir.
 

Jamak muzakar salim adalah: tiap-tiap isim yang menunjukkan kepada lebih banyak dari dua, dan merupakan ringkasan bagi yang di_’atafkan karena penambahan pada akhirnya, adakala wawu beserta nun atau ya beserta nun.
Syarat-syaratnya :
•    Mufradnya merupakan ‘alam bagi muzakar yang berakal, atau shifat bagi muzakar yang berakal, atau menunjukkan kepada tafdhil.
•    Sunyi/terlepas dari ta taknist dan dari murakab,
Jamak muzakar salim dirafa’ dengan wawu dan dinasab dan dijarkan dengan ya. Isim tersebut dikasrahkan huruf sebelum ya
 
dan difatahkan huruf sesudahnya.
َّ                  ْ
 
ْ    ُ  ْ   َ
 
ْ َ   ْ
 
ُ ْ ُ
 
  َ ْ َ َ
 
ولا يأت ِل ألو الفض ِل ِمنكم والسعةِ , أن يؤتوا أول: Contoh .الْ ُق ْر َب
Kalimat yang dihubungkan kepada jamak muzakar salim ada empat macam:
 
a.    Isim – isim jamak yang tidak
َ      ْ َ
 
memiliki
َ
 
mufrad dari lafaznya.
 
أل ْو , علِ ُم ْون ,  ِع ُ ْ ُش َ ْون َاُِ ْلى َت ِس ُع ْون , أجم ُع ْون َوت َوابِ ُع ُه: Seperti
 
b.    Segala
َ
 
jamak taksir, seperti :
ْ
 
ِسنون , بنون
 
dan babnya.
 
Bab ِسنون    adalah tiap-tiap isim yang menjadi jamak bagi
tsulasi yang dibuangkan lam_nya dan digantikan ha taknist untuknya.
c.    Jamak tashhihَ  َ yang tidakَ sempurnaْ  syarat-syaratnya.    َ  ْ ُ  ْ  َ
أهلون , وا ِبلون , الوارِثون , القادَِروُ ْن َهماَ ُ ِ ْف َ ِص َفاتِهِْ َتعا َلى ُ, ْSeperti:
. وابِلون , أبون , أخون , حمون, هنون
 
d.    Jamak muzaّkar yang sudahَ
 
di_’alam_kan.
 ْ       َ    ْ ُ
 
ُ  ْ  َ
 
ْ  َ     َ
 
ْ ُ َ
 
زيدون , ماجشون , فلِسطون , ديرون , ماطرون ,  ِعلِيون: Seperti
3)    Isim yang enam.
Isim yang enam dirafa’ dengan wawu dan dinasab dengan alif dan di_jar dengan ya, dengan syarat berhimpun lima perkara :
 

•    Di_idhafah_kan kepada barang sesudahnya.
Maka jika diterasingkan dari idhafah maka isim tersebut
di_i’rabkan denganُ haَrkatً َ yang dzahir.َ
. وله أخ , إِن له أبا , بنات الأ ِخ Contoh:
•    Idhafah_nya bagi selain ya mutakallim, yakni idhafah_nya َ bagi
isimُ dzaْhir, seperti : ٍد زَيْ ُخوْ أَ , atau bagi isim dzamir, seperti :أخوك
,. أخوه , أخونا
Maka jika di_idhafah_kan kepada ya mutakallim    maka di_i’rabkan dengan harkat yang ditakdirkan atas barang sebelum
ya pada ahwal yang tiga, seperti : أخ هذا إِن.
•    Isimnya mukabbarah, yakni tidak di_tashghir_kan.
Maka jika di_tashghir_kan maka di_i’rabkanَ ُّdenganَ ُّharkat
yangْ َ dzahirَ pada ahwَ al yangَ ُ tiga, seperti : , أخيك , أبيك هذا
. حميك , هنيك , ذوي مال , فويهك
•    Isimnya berbentuk mufrad.
Maka jika di_tastniyah_kan maka di_i’rabkan sebagai i’rab tastniyah, atau di_jamak_kan maka di_i’rabkan sebagai
i’rab majmuk. Dan Jika jamaknya berupa jamُ akَ َ taksir maka
atau , جائن أباؤك وَإِخوانك : seperti harkat, dengan di_i’rabkan
jamak muzakar salim maka di_i’rabkan dengan huruf, seperti:
َائَ ِن َأبُ ْو ِن َوأَ ُخ ْو ِن َو َ ُحم ْو ِن َو َه ُنو ِن َو ُذ ْو َما ٍل , َر َأيْ ُت َأبَان َوأَ َخان , َم َر ْر ُت
 


•    Tidak di_nisbah_kan bagi ya.
 
ِخ ْ  ِين .
 
َوأَ
 
بِأَبِ ْ ِين
 
Maka jika dinisbah_kan bagi ya maka di_i’rabkan َdengan harkat yang dzahir diatas ya nisbah, seperti : وأخوي أبوي هذا .
Yang paling afshah pada lafaz ُن َه apabila di_idhafah_kan kepada
selain ya adalah naqshu artinya membuang akhirnya (wau, alif,
dan ya) dan َdi_i’rabkanَ denganَ َ harkat yang dzahir diatas nun,
. هذا هنك , رأيت هناك , مررت بِهنِك : seperti
 
Maka oleh karena demikian pengarang kitab al-Jurumiyah
dan  lainnya  tidak  mengkategorikan  lafaz  ُن  َه    sebagai  isim  yang
enam, dan mereka menjadikan isim tersebut berjumlah lima buah bukan enam.
4)    Amtsilah yang lima.
Amtsilah yang lima adalah tiap-tiapْ َ fi’il mudhari’ yang ada
padanya dzamirْ tatsniyah,َ ْseperti: ِن تفعلا , ِن يفعلا atau dzamir
jamak, seperti: تفعلون , يفعلون atau dzamir muannast mukhathabah,
. تفعلِين : seperti
Amtsilah yang lima di_rafa’_kan dengan sebut nun dan di_
nasab dan di_jazam_kan dengan buang nun.
Tanbih
Tanda-tanda i’rab ada empat belas, yakni bagi rafa’ ada 4 tanda, bagi nasab 5 tanda, bagi khafadh 3 tanda dan bagi jazam 2 tanda).
Empat yang menjadi asal yaitu dhammah bagi rafa’, fatah bagi nasab, kasrah bagi jar, dan jazam bagi sukun.

Fasal Tentang Kalimat-Kalimat Yang Di I’rab Dengan Ditakdirkan Harkat.
Ditakdirkan harkat yang tiga (dhummah, fatah dan kasrah) ada dua tempat:
1.    Pada isim yang di_idhafahkan kepada ya mutakallim.
. غلا ِم , إِب ِن : Seperti
Alasannya :
 
لأَ َّن يَاء ال ْ ُم َت َكِّ ِم ت َ ْس َت ْد ِع إِنْ  ِك َسار َما َقبْلَ َها ِلأَ ْج ِل ال ْ ُم َناس َبةِ .
“Karena ya mutakallim menuntut dikasrahkan barang sebelumnya karena alasan munasabat (kesesuaian)”.
2.    Pada isim yang di_i’rabkan yang manaْ ُ hurufَ ْ akhirnyaْ teَ rdapat
alif lazimah (isim maqshur), seperti :حبل , موس , المصطف , الفت
Catatan :
kedudukan ditakdirkan harkat yang tiga (dhummah, fatah dan kasrah) pada isim maqshur apabila isim tersebut menerima sharaf. Dan apabila tidak menerima sharaf maka yang ditakdirkan pada ketika rafa’ adalah dhammah dan pada ketika nasab dan jar adalah fatah dan tidak ditakdirkan kasrah karena ia tidak masuk padanya.
Kadang-kadang dihubungkan tanwin pada ً isim ً maqshur
maka digugurkan alifnya pada lafaz, seperti : فت , رح , عصا .
Dan ditakdirkan dhammah dan kasrah dan di_dzahir_kan
 
fatah pada isim yang huruf akhirnya terdapat ya lazimah
ْ
 
yang
 
dikْasrahkanُ barang sebelumnyaَ (isim manqush), seperti: , القاض
 
ٍ  ُض , ْالداع , دا َّع , المرت ِق , مرت ٍق
 
. قا َّ
 
ُ  ْ     ْ َ    َ
 
ُ    َّ
 
ْ َ  َ  ْ َ
 
.يوم يدع الداع , مه ِطعِين الى الداع , أ ِجيب دا ِع الله : Contoh
Dan ditakdirkan dhammah dan fatah pada fi’il mudhari’
mu’tal  yang  akhirnya    terdapat alif,  karena  tidak  mungkin
 
mengharkatkannya.
ْ   َ
 
ٌ   َ ْ  َ ْ
 
. زَيد يش , لن يش : Contoh
Dan ditakdirkan dhammah saja pada fi’il mudhari’ mu’tal
 
wawu dan mu’talَ yaْ َ danَ
 
di_dzahirkan fatah
ْ
 
padanya.
ُ
 
. يدعو , ير ِم , لن يدعو , لن ير ِم : Contoh
Fi’il mudhari’ mu’tal yang tiga (mu’tal alif, mu’tal ya, dan
 
mu’tal wawu) dijazamkan
َ
 
ْdenَganُ ْ buang akhirnya.
 
Contoh :
 
. لَم يغز , لم يش , لم ير ِم
 
Fasal Tentang Isim Yang Mencegah Sharaf (Tanwin)
Definisi isim yang menegah sharaf
 
َ 
Isim yang tidak menerima sharaf adalah isim yang memiliki dua ‘illat (yakni ‘illat yang far’i yang salah satu keduanya kembali kepada lafaz dan yang lainnya kembali kepada makna) dari ‘illat sembilan atau satu ‘illat yang berdiri pada tempat dua ‘illat.
‘Illat sembilan adalah: jamak, wazan fi’il, ‘adal, taknist, ma’rifah, murakab, alif dan nun ziadah, ‘ajamiyah, dan shifat.
Semuanyaَ  terkumpul pada perkataan sya’ir :  

Apabila berhimpun pada isim dua ‘illat dari ‘illat sembilan atau satu ‘illat yang berdiri pada tempat dua ‘illat maka isim tersebut memiliki keserupaan dengan fi’il yaitu disegi pada fi’il terdapat dua furu’ dari isim, salah satunya dari jihat lafaz yaitu isytiqaq, karena fi’il dimustaq_kan dari mashdar dan yang kedua dari jihat makna yaitu ifadah karena fi’il tidak boleh tidak baginya daripada fa’il, sedangkan fa’il mesti isim, maka apabila isim telah serupa dengan fi’il tentang demikian maka isim tersebut sama seperti fi’il pada menegah barang yang tertegah pada fi’il yaitu jar dan tanwin.
Kemudian ma’rifah dan washaf merupakan dua ‘illat maknawi. Sedangkan yang lainnya merupakan ‘illat lafdzi.
Berikut uraian tentang ‘illat sembilan :
1.    Jamak
Syarat jamak menegah sharaf harus atas shighat muntahal jumu’ (yang berpenghabisan jamak) kepadanya pada suatu kalimat ‘arabiyah. Karena jamak taksir kadang-kadang dijamak_kan, sehingga apabila sampai kepada shighat ini maka tidak boleh dijamakkan lagi sebagai jamak taksir.
 
Contohnya; mufrad dari lafaz ٌب َكْ dan jamaknyaَ ٌب ْكلَ    أَ dan
dijamakkan lagi menjadi ُب َكالِ    أ dengan wazan َمفاعل dan tidak
boleh dijamakkan lagi, dan seperti lafaz اِسم yangُّ    dijamakkan
menjadi اسماء dan dijamakkanَ    lagi  menjadi  اسام dengan
ditasydid_kan ya atas wazan مفاعيل karena huruf yang ber_tasydid berdiri pada tempat dua huruf.
Shighat yang berpenghabisan jamak taksir kepadanya ada dua, yaitu :
َم َفاع َل Shighat •
Yaitu tiap-tiap shighat yang huruf pertamanya difatahkan dan pada huruf ketiga terdapat alif dan sesudahnya ada dua huruf
yangَ َmana huruf َ pertamanya dikasrahkan pada lafaz, seperti
yang دَوَاب : seperti takdir, pada atau , مساجد , دَرَاهِ ُم , غنائِم :
. َد َوابِ ْ َب asalnya
مفاعيل Shighat  •
Yaitu tiap-tiap shighat yang huruf pertamanya difatahkan dan huruf yang ketiga terdapat alif dan sesudahnya ada tiga huruf yang mana huruf pertamanya dikasrahkan dan huruf kedua
.محارِيب dan مصابِيح seperti disakinkan,
Dari contoh diatas dapat dipahami bahwa tidak disyaratkan
mim pada awal shighat jamak, َ karena yْangَ َ di’itibarkan adalah
kesesuaian dengan shighat مفاعل dan مفاعيل pada hay ah dan wazan bukan pada huruf.
‘Ilat ini (jamak) merupakan ‘illat yang pertama yang mencegah sharaf dengan sendirinya yang berdiri pada tempat dua ‘illat, karena keadaannya sebagai jamak dengan manzilah ‘illat yang satu yang kembali kepada makna, dan dengan keadaannya atas shighat yang tidak memiliki bandingan pada آحاد dengan manzilah ‘illat yang lain yang kembali kepada makna.
 

2.    Wazan fi’il
Maksud dengan wazan fi’il adalah isim atas wazan yang terkhusus dengan fi’il. Seperti lafaz َر شم yang di_’alamkan bagi kuda
milik َHَ ajjaj bin Yusuf dan ِضرب    apabila di_’alamkan bagi sesuatu
dan اِنطلق dan seumpamanya dari fi’il-fi’il madhi yang dimulai
dengan hamzah washal apabila dinamakan dengan sesuatu.
Atau    pada    awal    isim    terdapat    penambahan    seperti penambahan yang ada pada fi’il mudhari’, yaitu terdapat huruf نايت
sehinggaْ َ isim tersebut bersyarikat bagi fi’il pada wazannya. Seperti
lafazْ َ أحمد dan يزِيد yang di’alamkan keduanya atas seseorang, dan
 
تغلِبyang di’alamkan bagi satu qabilah, dan َس bagi anak perempuan.
3.    ‘Adal
 
ِج ْر ن yang di’alamkan
 
‘Adal adalah berpalingnya isim dari shighat_nya yang asli (yakni shighat yang sepatutnya) kepada shighat yang lain beserta bersatu makna dan maddah.
Perpalingan shighat dari shighat asli adakalanya secara tahqiq, dengan bahwa ada dalil yang menunjukkan atas berpalingnya shighat kepada shighat yang lain.
Diantara perpalingan secara tahqiq adalah :
•    Lafaz اخر . Lafazَ ُ ini ْmencegah sharaf dengan ‘illat ‘adal dan
 
. مررت بِنِسو ٍة اخر : sepertiَ shifat,
 
ُ  ْ  َ
 
Lafaz اخر tersebut merupakan jamak bagi lafaz اخرى , yakni taknist dari lafaz آخر dengan makna مغايِر.
Adapun lafaz آخر mencegah sharaf dengan washaf dan wazan
 
fi’il, bukan dengan ‘illat ‘adal.
َ  ُ ُ
 
ُ  َ  ُ
 
ُ  َ   ُ
 
ُ َ  ُ
 
•    Fi’il pada taukid, yaitu lafaz جمع , كتع , بصع , بتع .
Lafaz tersebut menegah sharaf dengan ‘illat ‘alamiyah dan ‘adal.
•    Lafaz  َر ُح َس    apabila dimaksudkan dengannya kepada sahur
hari yang tertentu dan tidak menyertai dengan alif dan lam
 
tersebut lafaz , اَ ْع َت ِك ُف ِف يَ ْو ِم ا ْ ُلج ُم َعةِ َس ُح َر seperti: idhafah, dan
mencegah sharaf denganَّ    ‘illat ‘alamiyah dan ‘adal, karena
َ  َ   ُ         َ  َ   ُ      .الس  َح َر  ُlafaz dari dipalingkan
•    Lafaz dengan wazan فعال seperti حذام dan فطام pada lughah Bani
Tamim, karena merekَa mencegah sharafnya dengan ‘alamiyah
dan ‘adal dari lafaz فاعلة menurut Imam Sibawaihi, sedangkan menurut al-Mubarrid menegah sharafnya dengan ‘alamiyah dan
taknist maknawi sama seperti lafaz ُب َن زَيْ, sedangkan menurut
ahli Hijaz mereka membinanya atas kasrah.
ْ
•    Lafaz ِس ام apabila dimaksudkan dengannya akan hari sebelum
engkau (yakni hari kemaren).
Bani Tamim mencegah sharaf lafaz tersebut dengan ‘alamiyah
dan ‘adal karena lafaz tersebut dipalingkan dari lafaz ِس الأم,
sedangkan ahli Hijaz mereka membinanya atas kasrah secara
 
mutlak.
•    Lafaz dengan wazan
َ
 
ُdan ُف َعال
 
. َم ْ ْف َع ُل
 

ُ   َ  َ
 

     ْ َ  َ َ
 
َم ْر َب َع , ُر َباع , َمثلث , ثلاث , َمث َن , ثناء , َم ْو َح َد , أحاد lafaz Seperti
hingga kepada lafaz sepuluh. Lafaz-lafaz tersebut dipalingkan dari lafaz bilangan yang berulang-ulang yang asalnya dari satu
 
hingga sepuluh.ُ
 
َ       َ  ْ ُ
 
  َ     ً ً
 
َ   ُ   َ
 
َ   َ    َ  ْ ُ
 
جاء القوم dan جاؤا واحدا واحدا asalnya ُجاء َالقو ْم َأ ْحأد Contohnya:
.جاؤا اِثن  ِين اِثن  ِين asalnya مثن
Adapun َ perpalingan secara taqdir yaitu kalimat ‘alam atas
 
wazan
َ
 
فعل seperti lafaz:
 
•    عمر yang mencegah sharaf dengan ‘alamiyah dan ‘adal, yakni
dَipalingkan dari lafaz ٍر ِم ع .
•    زفر yang mencegah sharaf dengan ‘alamiyah, yakni di_’alamkan kepada Imam Abi Khalid Zufar dari qabilah Huzail sahabat Abi
Hanifah, beliau wafat padaَ tahun 150 H, dan dengan ‘adal, yakni
dipalingkan dari lafaz ٍر زافِ .
 
•    َل َح ُز ,yangَ َ merupakan ’alam bagi َbintang dilangit yang ketujuh,
karena زحل maknanya adalah بعد, dan dengan ‘adal, yakni
 
dipalingkan dari lafaz
4.    Taknits
 
.زاح ٍل
 
Taknist terbagi tiga :
a.    Taknist dengan alif
Maksud deَ ngan alif disini adalah alif maqshuraَh, sepْ erti:َ , َ َْل َُحبْ
صحراء , حمرءا , زكرِياء: seperti mamdudah, alif dan مرض , َذِْ َكر َى
. , أشياء
Taknist dengan alif mencegah sharaf secara mutlak, artinya baik nakirah atau ma’rifah, mufrad atau jamak, isim atau sifat. ‘Illat ini merupakan ‘illat yang kedua yang mencegah sharaf dengan sendirinya yang berdiri pada tempat dua ‘illat, karena pada dirinya terdapat ‘illat lafdziyah, dan karena luzum_nya bagi hakikat yakni tidak boleh membuangnya dengan satu keadaan pun, maka bertempatlah pada ‘illat maknawiyah.
b.    Taknist dengan ta’
Taknist dengan ta’ juga dikatakan dengan taknist lafdzi, maka
mencegahَ sharaf beserta ‘alamiyah, baik di_’alَamkan bagi muzakkar,
seperti : طلحة , atau bagi muannast, seperti : ِطمة فا .
c.    Taknist dengan makna
Yaitu keadaan isim diwadha’_kan bagi muannast yang sunyi/ terlepas dari salah satu tanda taknist yang tiga (yakni taknist dengan ta’, taknist dengan alif maqshurah dan mamdudah).
Taknist dengan makna sama seperti taknist dengan ta’, maka mencegah sharaf beserta ‘alamiyah, tetapi dengan salah satu
 
syarat berikut :
•    Isimnya lebih dari tiga huruf, seperti :
 
. ُس َعاد
 

َ  َ  َ
 
•    Isimnya berjumlah tiga huruf yang berharkat tengah, seperti:سقر yang di_’alamkan bagi satu lapisan dari lapisan neraka jahannam.
 

•    Berjumlah tiga huruf yang disukunkan tengah yang asalnya ‘ajamiyah, seperti : حور yang merupakan satu negeri di Persia, atau dinaqal_kan dari muzakkar kepada muannast, seperti lafaz زيد yang dinamakan kepada perempuan.
Maka apabila tidak diperdapatkanْ salah satu dari ketentuan
yang telah disebutkan, seperti : دعد , هِند maka boleh men_sharaf_ nya dan meninggalkan sharafnya, tetapi menegah sharaf lebih bagus.
5.    Ma’rifah
Maksud dengan ma’rifah adalah ‘alamiyah, Karena ma’rifah pada isim dzamir dan isim isyarah dan isim maushul semuanya dibinakan, sedangkan mencegah sharaf merupakan sebagian dari hukum-hukum kalimat yang di’irabkan.
Dan karena ma’rifah dengan alif dan lam dan dengan idhafah dapat menjadikan kalimat yang tidak menerima sharaf menjadi munsharif (menerima sharaf) atau pada hukum munsharif, maka tidak di_tashawur_kan keadaan ma’rifah dengan yang telah disebutkan menjadi sebab bagi mencegah sharaf, maka oleh karena demikian tertentulah bahwa maksud dengan ma’rifah disini adalah ‘alamiyah.
 
‘Alamiyah mencegah sharaf
َ         َ
 
beserta :
َ
 
. احمد , ي ُزِي َدَ : rtiَsepe fi’il, Wazan •
َ   َ  َ   َ  ْ  َ  .عمر , زفر : seperti ‘Adal,   •
•    Murakab majzi, seperti : موت َض  ْحَ ُ.
•    Alif dan nun ziyadah, seperti : عثمان.
•    ‘Ajamiyah, seperti : اِبراهِيم .
6.    Murakab
Maksud dengan murakaْbَ disini adalah murakab mazji yang
disudahi dengan selain lafaz ٍه وي .
 

 
ْنِلَ َة  تَاءِ َم
 
َم ْنِ َل  ثَانِيْ  ِه َما
 
ِح  ًدا
 
َوا
 
َج  ْع ُل  اِ  ْس َم ْ  ِين  اِ  ْس ًما
 
ُه َو :
 
ُّي
 
ْجزِ
 
ُب الم
ِث .
 
ال َّتْكِيْ التأنِيْ
 
Murakab mazji adalah menjadikan dua isim seperti isim yang satu yang bertempat isim yang kedua pada kedudukan ta taknist.
َ
َ ْ َ Contoh: َبك َبعل merupakan ‘alam bagi satu negeri, dan َض    ح
 
موت ‘alam bagi satu daerah dinegeri Yaman.
 
       ْ َ  ْ ْ
 
َّ    ُMaka tidak masuklah murakab idhafi, seperti :ِس القي ِرئِ اِم
اللهِ عبد , karena idhafah menjadikan kalimat yang mencegah
sharaf menjadi munsharif, maka tidak pantas menjadi sebab bagi
mencegah sharaf.
تَاب َط َ َّشرا , َشاب قَ ْرنَاها: seperti isnadi, murakab juga keluar Dan
karena segala kalimat ‘alamiyah melengkapi atas isnad dipihak mabniyat (dibinakan).
‘Alamiyah mencegah sharaf beserta ‘ajamiyah saja.
7.    Alif dan nun ziyadah Mencegah sharaf beserta :
 
,dan  ِع ْم َران , ُعثْ َمان : seperti ‘Alamiyah, •
 
َ  ْ   َ  َ
 
•    Beserta shifat dengan syarat: isimnya berwazanَ ْ َلان  فع dan
tidak menerima ta taknist, seperti : ْشان َ عط , سكران karena
muannast_nya adalah سكرى dan عطش.
8.    ‘Ajamiyah
‘Ajamiyah tersebut baik dari wadha’ Persia atau Romawi atau Hindia atau Afrika atau Habasyah dan Barbar dan lainnya.
Lafaz ‘ajamiyah dapat dikenal dengan :
 
•    Nukilan Imam-imam bagi kalimat tersebut.
 
ْ َ  ْ    َ
 
•    Dengan keluarnya dari wazan-wazan isim ‘Arabi, seperti:ِسم اِبري
, yang mana lafaz tersebut tidak dipakai pada lisan Arab.
•    Dengan    berhimpun    padanya    huruf-huruf    yang    tidak diperdapatkan pada kalam orang Arab, seperti :
 
.  ُص ْو ْ ِ َلجان : misalnya shad, dan Jim 
. ََمن َ َج ْنِيَْ ََق : misalnya qaf, dan Jim 
َ   َ  َ     ُ  ْ  َ   َ. سكرجة  : misalnya kaf, dan Jim  
    Terdapat sin dan dzal, seperti : استاذ , ساذج .
    Pada awalnyaْ َ terdapat nun dan sesudahnya ada huruf ra,
seperti : ِجس نر .
    Pada akhirnْ ya terdapat zai dan sebelumya terdapat dal,
. مهن ِدز : Seperti
    Sunyi dari huruf dzalaqah dan fi’ilnya adalah khumasi atau
tsudasi. Huruf dzalaqah ada enam yaitu: fa , ra , mim , nun ,
lam,َ danُ ba. Huruf –huruf ْ terseْbutْ behimpun pada ucapan
. اِبراهِيم , اِسمعِيل , اِسحاق : Contohnya .مر بِنف ِل :
Sekalianٌ َّ nama-namaٌ ْ Nabi ٌ ْadalah lafaz ‘ajamiyah kecuali
empat, yaitu : محمد , صالِح , شعيب , هود shallallahu ‘alaihim wasallam.
Menurut  sebagian  ulama,  bahwa  seluruh  nama-nama
malaikat adalah kalimatٌ yang mencegah sharaf kecuali empat, yaitu
. رِضوان ,مالك , ن  ِكي , منكر :
َ ْ  ُ    َTermasuk  kedalamَ  ْ lafaz  َ‘alaْm  yang  ‘ajamiyah  yaitu  lafaz
. فِرعون , قارون , هامان , يأجوج , ماجود :
Syarat ‘ajamiyah mencegah sharaf ada dua :
•    Isimnya telah di’alam_kan pada ‘ajamiyah, yakni ‘ajamnya telah
pasti pada kandungan ‘alam pada lughah ‘ajam, seperti: َم ْي اِبْرَاه
atau pada hukum, dengan bahwa orang Arab mengutipnya dari lughah ‘ajam kepada ‘alamiyah yang tidak dipakai sebelum
naqal, seperti: َن قَالوْ pada lughah Romawi merupakan isim
jenis dengan makna bagus/dermawan, kemudian dinamakan bagi Nafi’ Rawiyah Isa karena bagus bacaannya sebelum lafaz tersebut dipergunakan oleh orang Arab.
Maka oleh karena demikian maka disharafkan lafaz :ِلَام
nama alat yang dipakai pada mulut kuda, dan seumpamanya.
 

 
•    Isimnya lebih dari tiga huruf, seperti : َم َراهِيْ اِبْ .
 
ْ ٌ ُ
 

ْ  ٌ ُ
 
Oleh karena demikian maka di_sharafkan lafaz :لوط ,
beserta keduanya merupakan lafaz ‘ajamiyah.
9.    Washaf / shifat
 
نوح
 
Shifat yang di_i’tibarkan pada mencegah sharaf adalah keadaan isim menunjukkan atas suatu zat yang mubham.
Shifat mencegah sharaf beserta tiga perkara, yaitu :
a.    Beserta ‘adal, seperti : ثلاث , َن َمث .
b.    Beserta Alif dan nun ziyadah, dengan syarat:
َ  ْ   َ َ َ        , فعلان   berwazan yang Shifat   •
 
•    Muannast_nya bukan diatas wazan
َ
 
َ  .ْ  َفعلانة
 
Contoh: سكران muannast_nya adalah سكرى .
  َ َ
Lafazَ َ ْمان َد ن adalah lafazَ mَ unsharif karena muannast_nyaَ
ن ِديم makna dengan tersebut ندمان lafaz jika ندمانة dari
yang diambilkan dari lafaz منادمةِ (menyesal pada minum khamar).
c.    Beserta wazan fi’il, dengan syarat :َ َ  ْ َ
•    Shifat tersebutَ َatas wazan    افعل pada kebiasaan, seperti
 
افضل , ابطح , اعم:
•    Muannast_nya tidak dipakai ta.
َ
 

َ  ْ َ   َ
 

َ ْ  َ  َ
 
Contoh: احمر muannast_nya adalah حمراء, sedangkan lafazارمل
merupakan kalimat munsharif karena muannast_nya ارملة .
Boleh men_sharafkan kalimat yang mencegah sharaf karena
alasanً untukَ menghasilkanً ْ muَ nasabah, seperti bacaan Nafi’ pada
sya’ir wazan dharurat karena dan ,قوارِيرا قوارِيرا dan ,سلا ِسلا lafaz
(yakni menjadikannya pada hukum kalimat munsharif dengan memasukkan tanwin dan kasrah atasnya).

Bab Tentang Nakirah Dan Ma’rifah

Isim terbagi dua :
1.    Isim Nakirah
Isim nakirah adalah asal, menurut Imam Sibawaihi dan jumhur ulama.

Nakirah adalah tiap-tiap isim yang mencakupi sekalian afrad jenisnya yang tidak terkhusus dengan satu afrad saja sedangkan yang lain tidak termasuk.
. َر ُج ٍل , فَ َر ٍس , كِ َتاب : lafaz Seperti .
 
Definisi nakirah yang lebih mudah
ُ                  َ         ّ                        َ
 
dipahami, yaitu:
 
النَّ ِك َرةُ ِ َه : ك َما َصل َح ُد ُخ ْول الألِف َواللا ُم المؤثِ َرت  ِين لِلت ْعرِيْ ِف َعليْهِ .
Nakirah adalah tiap-tiap isim yang pantasَ masuk alif dan lam atasnya yang berbekas bagi ma’rifah, seperti : ٍة إِمرأ , ٍس فر , ٍل رج.
Maka keluarlah kْalimatُ َyang ٌ tidak pantas masuk masuk alif
dan lam, seperti lafaz بكر , عمر , زيد, atau pantas masuk alifُ dan
lamَ َtetapi tidak memberi bekas ma’rifah, seperti , ُث ْ ِرِ ح , عباس
فضل, begitu juga isim isytaghil ibham, seperti غي , مثل , dan isim fa’il dan isim maf’ul.
 
النَّ ِك َرةُ ِ َه : ُ ُّك َما َو َق َع َموْقِ َع َما يَ ْصلُ ُح ُد ُخ ْو ُل الأَلِ ِف َواللا ِم َعلَيْهِ .
Nakirah adalah tiap-tiap isim yang jatuh pada tempat isim
 
yang pantas masuk
َ
 
alif dan lam, seperti lafaz ب
        ْ                  َ َ
 
َصاح
 
. َذِ َيْ ِ ْب َ ْعُ َنى
 
. )مررت بِ ِذي مال, رأيت ذا مال ,وجاء ِن ذو مال) : Contoh
Isim ini )ذِي) tidak menerima alif dan lam, akan tetapi bertempat pada tepat kalimat yang menerima alif dan lam, karena lafaz tersebut bermakna صاحب. Dan seperti lafaz من pada contoh :
.اِنسان tempat pada bertempat yangرأيت من هو صاحب لك
Diantara tanda –tanda isim nakirah adalah :
َ َ  ْ     ْ   َ ْ َ     َ َ  َ ّ       ْ   َ  َّ     . ُر  َّب   َشيْ ٍخ  َertiَsep , ُر  َّب   lafaz Masuk   •
.وكم ِمن قري ٍة ,وكأيِن ِمن داب ٍة seperti ”,كم,كأيِن “ lafaz Menerima •
•    Jatuh sebagai hal atau tamnyiz dengan tiada ta’wil.
 
•    Menjadi isim atau khabar لاَ nafi jinsi.
Isim yang paling nakirah adalah lafaz
 
lafaz karena , َم ْعلُ ْو ٍم
 
terْ sebut mencakupi bagiّ mَaujud dan ma’dum, ٌkemudian lafaz , شيئ
ٌ ْود موج, kemudian lafaz ِيَ متح, kemudian ٌlafazَ حادث, kemudian lafaz
,م َا ٍش lafaz kemudian , ْح َيوان lafaz kemudian , ُنام lafaz kemudian , ِجسم
, ذك ٍر lafaz kemudian ,اِنسان lafazَ ُkemudian ,ذو رِجل َ ِين lafaz kemudian
kemudian lafaz ٍغ بالِ, kemudian lafaz ٍل رج.
2.    Isim Ma’rifah
الم ْع ِرفَ ُة ِ َه : َما ُو ِض َع لِ ُي ْس َت ْع َم َل ِف َواح ٍد بِ َعيْنِهِ .
Isim ma’riafah adalah isim yang diwadha’ untuk dipakai pada satu hal yang terta’yin (tertentu). Isim ma’rifah terbagi atas tujuh macam :
1.    Isim mudhmar/dhamir.
Ibarat seperti ini adalah istilah ulama Basharah, sedangkan ulama Kufah mengibaratkan dengan kinayah atau al-mukna, karena isim tersebut bukan isim sharih.
 

Isim dzamir adalah isim yang paling ma’rifah menurut jumhur ulama.
2.    Isim ‘alam.
3.    Isim isyarah.
4.    Isim maushul.
5.    Isim yang dima’rifah_kan dengan alif dan lam.
6.    Munada    nakirah    maqsudah    apabila    diqasad    (diniatkan) seseorang yang terta’yin (tetentu).
7.    Isim yang di_idhafahkan kepada salah satu isim yang telah disebutkan.
Isim yang di idhafahkan kepada kalimat ma’rifah martabat ma’rifahnya sama seperti mudhaf ilaih_nya kecuali jika diidhafahkan kepada isim dhamair, maka martabatnya sama seperti isim ‘alam, karena sifat tidak boleh lebih ma’rifah dari maushufnya tetapi adakala sama baginya atau dibawahnya.
Isim yang paling ma’rifah adalah nama Allah SWT.

Fasal Tentang Isim Dhamir dan Pembagiannya
Al-mudhmar dan dzamir merupakan dua nama bagi madlul
yang satu, karena yang dimaksud dengan isim dzamir adalah:

Isim dzamir adalah isim bagi sesuatu yang di wadha’ bagi
mutakallim (orang yang berbicara), seperti أَنَا atau bagi mukhathab
 

 
(lawan bicara), seperti َت sepertiَو ه.
Marja’ dzamir ghaib
 
أَنْ atau bagi ghaib (orang yang jauh),
 
Dzamir ghaib marja’_nya (tempat kembalinya) ada lima
 
macam:
 
ْ ُ  ْ   َ
 
ُ  َ  ْ
 
  َ ْ َ  ْ َ َّ
 
َ  ْ َ  َ  َ   َ  َّ  ْ َ  ُ    . إِنا أنزلناه اي القرآن : seperti Dima’lumkan,  1.
2.    Terdahulu pada lafaz dan martabat, seperti : قدرناه َوالقمر .ْ
3.    Terdahuluْ    pada lafaz tidak pada martabat, seperti :ابتل وَإِذِ
. إِبراهِيم ربه
Lafaz إِبراهِيم yang kembali dzamir majrur kepadanya walaupun terdahulu pada lafaz namun terakhir pada martabat karena lafaz
 
tersebut bertempat sebagai maf’ul.
4.    Terdahuluْ    padaْ َmartabat tidak pada lafaz, seperti: ف
 
فَأَ ْو َج َس
 
نَ ْف ِسهِ lafaz dzamir kembali yang موس Lafaz .نف ِسهِ ِخيفة موس
kepadanya terakhir pada lafaz dan terdahulu pada martabat karena lafaz موس bertempat sebagai fa’il.
5.    Terakhir pada lafaz dan martabat. Poin ini terbagi atas enam macam :
•    Dzamir yang bertempat jumlahُ َّpadُanya sebagai penafsir
bagi dzamir sya an, seperti : أحد الله هو قل .
•    Dzamir yang bertempat mufrad padanyaُّ    sebagaiَّ khabar
إِن ِه إلا حياتنا الدنيا: seperti dzamir, bagi menafsirkan yang
. اي ما الحياة اِلا حياتنا الدنيا
•    Dzamir yang bertempat mufradَ ْpadanyaَ ْsebagai tamnyiz
bagi dzamir marfu’ dengan lafaz نِعم dan بِئس , seperti :بِئس
. لِلظالِ ِمين
•    Dzamir yang bertempat mufrad padanyaً sebagai tamnyiz
bagi dzamir majrur dengan رب , seperti : رجلا ربه .
•    Dzamir yang bertempat mufrad yang terjadi tanazu’ sebagai ma’mul bagi amil yang kedua dan diamalkan yang pertama
 

yang berhajat kepada marfu’ pada dzamir yang kembali
. قاما وقعد أخواك : seperti mufrad, kepada
•    Dzamir yang bertempat mufrad padanya sebagai badal dari dzamir yang ditafsirkan.
Pembagian dzamir
Dzamir terbagi atas dua macam :
1.    Dzamir mustatir
الم ْستََ ِ ُت ُه َو : َما لَيْ َس َ ُله  ُص ْو َرةٌ ِف ال َّل ْف ِظ اَ ْي لَ ْم تَ َض ِع الْ َع َر ُب َ ُله لَ ْف ًظا َت ْع ِ ُب بِهِ
َعنْ ُه أ ْص  ًلا بَ ْل ُينْ َوى
Dzamir mustatir adalah dzamir yang tidak mempunyai bentuk pada lafaz, yakni orang Arab tidak mewadha’ sama sekali baginya satu lafaz yang diibaratkan untuknya tetapi cuma diniatkan.
Dzamir mustatir terbagi dua :
a.    Mustatir wajib
Yakni dzamir yang tidak mungkin dipertempatkan isim dzahir atau atau dzamir baariz pada tempatnya, karena keadaan amilnya cuma merafa’_kan dzamir mustatir saja.
Dzamir yang wajib disembunyikan adalah sebagai berikut ;
•    Dzamir yang ditakdirkan pada fi’il amar mufrad muzakar, seperti
َ Pada isim fi’il amar secara mutlak, seperti : صه .
•    Pada mudhari’ yang dimulai dengan ta khithab mufrad muzakar,
. َت ُق ْو ُم , تَ ْ ِض ُب : Seperti
•    Pada fi’il mudhari’ yang dimulai dengan hamzah bagi mutakallim
 
wahdah.
ْ    ُ
 
ُ ْ ُ َ
 
. أقوم , أ  ِضرب : Seperti
•    Pada fi’il mudhari’ yang dimulai dengan ْnun ُ mُutakallim ma’a
ghairih atau mu’azzim nafsih, seperti : ِضب    ن , نقوم .
 
. أَ َوهُ بِ َم ْع َن َأتَ َو َّج ُع : seperti mutlak, secara mudhari’ fi’il isim Pada •
قَام ْوا  َخ  َلا َزيْ ًدا , لَيْ َس َزيْ ًدا , َلايَ  ُك ْو ُن: seperti ististna, fi’il daْPa •
 
. زيدا
 
ْ ً َ
 
َ   َ  ْ  َ   َ
 
•    Pada fi’il ta’ajjub, seperti : زيدا أحسن ما .
 
•    Pada mashdar
ِضر ُبوا : Seperti
 
yang bertempat sebagai badal dari fi’ilnya.
.سقيال َك اي سقاك ا َّلله ,  ْضرب الرِقاب ا ْي إِ
 
b.    Mustatir jawaz
Dzamir mustatir jawaz terdapat pada selain tempat-tempat yang telah disebutkan. Seperti pada fi’il mudhari’ yang disandarkan kepada dzamir ghaib dan ghaibah.
. َزيْ ٌد َي ُق ْو ُم وهِنْ ٌد َت ُق ْو ُم : Misalnya
Catatan :
Kadang-kadang َ wajibُ َ diُ nampakkan dhamir ghaib pada
seumpama : هو ِضبه    ي ٍد زي غلام, karena untuk mencegah terjadi
iltibas yang hasil dengan sebab disembunyikan.
Dzamir mustatir terkhusus pada dzamir rafa’. Dzamir tersebut
adakala bertempat sebagai fa’il, seperti : قام زيد, atau sebagai naib
 
fa’il, seperti : ِضرب
2.    Dzamir bariz
 
. زيد
 
الَارِ ُز ُه َو : َما َ ُله  ُص ْو َرةٌ ِف ال َّل ْف ِظ اَ ْي ا َّ ِلذ ْي َو َض َع الْ َع َر ُب َ ُله لَ ْف ًظا َت ْع ِ ُب بِهِ َعنْ ُه .
Dzamir baariz adalah dzamir yang mempunyai bentuk pada lafaz, artinya orang Arab mewadha’ baginya satu lafaz yang diibaratkan untuknya.
Dzamir baariz terbagi dua :
a.    Dzamir Muttashil (dzamir yang bersambung dengan amilnya)
َالم َّت ِص ُل ُه َو : ا َّ ِلذ ْي  َلا ُي ْف َت َت ُح بِهِ النُّ ْط ُق َو َلا َي َق ُع َب ْع َد إِ َّلا .
Dzamir muttashil adalah dzamir yang tidak mungkin dimulai dengannya pada awal kalam  tetapi harus terdahulu
 

lafaz yang lain atasnya menurut wadha’ orang Arab, dan tidak jatuh sesudah lafaz َّ ِإلا ististna kecuali ketika dharurat syair.
Dzamir muttashil terbagi tiga :
َ    ْ  ُ       َ    ْ َ     . َ تَا ْء  َ ِف  ُق  ْمَ  ُتْ : seperti ُmarfu’,  ْilُMuttashُ َّ •
َضربت ,   َضرب َناَ ,َ   َضر َب َ َت ,  َ َ َضربُ ْ ِت , َ َ َ َضربتْ َما , َ َ َ َ َضربتم ,َ َ ْ ََضربت ,
َ   ُضرب ,  َضر ْباَ ,َ   َضربوا , ضربت , ضربتا , ضربن .
َ    ْ  َ  َ   ْ    .  َك   ْف َ َِفَ أك َرم  ْكَ :َ seperti mansub, uttashil ُM   •
أَ  ْك َر َم ِن ُ ْ, أ َك ْر َم َنا ُ, َّ أ  َكرمْ َكَ ُ , أ َكْرَمَ َ ِك , َ أ ْ َك َر ُم ْكما ,
أكرمكم , أكرمكن , أكرمه , أكرمها , أ َك ْر َم َه ُم َّ,
 
أكرمهن
•    Muttashil majrur, seperti :
 
ُغ   َلا ِمهِ
 
. َهاء ِف
 
َم َّر  ِ ْب ,  َم َّربِ َنا ,  َم َّربِ  َك ,  َم َّربِ  ِك ,  َم َّربِ    ُك َما ,  َم َّربِ    ُك  ْم ,  َم َّربِ    ُك  َّن ,  َم َّربِهِ
, َم َّربِ َها , َم َّربِ ِه َما , َم َّربِ ِه ْم , َم َّربِ ِه َّن
b.    Dzamir Munfashil (dzamir yang berpisah dengan amilnya)
ْ َ َ
ال ُمنف ِصل ه َو : َما ُيف َت َت ُح بِهِ النُّط ُق َو َيق ُع َبع َد إِلا ِ ْف الإختِ َيارِ .
Dzamir munfashil adalah dzamir yang mungkin dimulai kalam dengannya tanpa terhenti diatas kalimat yang lain ,dan
jatuh sesudah lafaz َّ ِإلا pada ketika ikhtiyar.
. أنَا ُم ْؤ ِم ٌن , َما قام إِلا أنا : Contoh
Dzamir munfashil terbagi dua :
•    Munfashil marfu’.
Jumlahnya ada dua belas, yaitu :
َ ُ  َّ َ
أنا , نحن , أنت , أن ِت , أنتما , أنتم , أنت , هو , ِه , هما , هم , هن
Dzamir-dzamir tersebut apabila jatuh pada permulaan
kalam mْ aka di_i’rabkanَ sebagَaiْ mubtada. ْSeperti ْ:َ    ْ  ُ    ُّ َ    َ َ
. أنا ربكم , نحن الوارِثون , أنت مولانا , وهو على  ِك ش ٍء ق ِدير
•    Munfashil manshub.
jumlahnya ada dua belas, yaitu :
 
إِيَّاي , إِيَّانَا , إِيَّاك , إِيَّ ِك , إِيَّاك َما , إ َِّياك ْم , إِيًَّاك َّن , إِيَّاهُ , إِيَّاها , إِيَّاه َما ,
إِيَّاه ْم , إِيَّاه َّن
Dzamir-dzamir ْ iniْ َ tidُakَ ْ bolehَّ    di_i’rabَ َّ kecuali sebagai
. إِياك نعبد , إِياكم كنوا يعبدون : seperti bih, maf’ul
Kapan-kapan    mungkin    mendatangkan    dengan    dzamir
muttashil maka tidak boleh mendatangkan dengan dzamir munfashil
padaُ ketika ikhtiyar. Maka tidak boleh dikatakan pada seumُ pama
قمت dengan أَنَا قَام karena mungkin dikatakan dengan قمت, dan
 
pada
َ
 
ِإيّأك dengan أَكرمَك ْ
 
َم أَكْرَ, kerena mungkin dikْatakan dengan
 
boleh maka ,كنته dan سلنِيهِ ُz ْlafa َّseumpama ْpada kecuali ,أكرمك
.كنت إِياهُ dan سل ِن إِياه dengan dikatakan
Semua lafaz isim dzamir dibinakan, dan hukum pada i’rab
bagi mahalnya karena tidak nampak i’rab padanya.
Dzamir munfashil tidak terdapat pada majrur karena tertegah berpisah diantara jar dan majrur.

Fasal Tentang Isim ‘Alam
Isim ‘alam terbagi dua :
1.    ‘Alam syakhsi

‘Alam syakhsi adalah isim yang di wadha’ bagi sesuatu yang
terta’yin (tertentu ) yang tidak mencakupi bagi selainnya, yakni
 

tidak dipakaiَ pada selainَ yanَg tertentu dengan jalan wadha’. Seperti
.قرن danزيد , فا ِطمة , مكة , شذق ٍم lafaz
Termasuk kedalam ‘alam syakhsi adalah ‘alam bil ghalabah .

Hakikat ‘alam bil ghalabah adalah keadaan suatu isim umum pada dirinya, kemudian disegi pemakaian dipalingkan kepada khusus pada sebagian orang yang berhak sehingga sempurna kemasyhuran yang tertegah bersyarikat padanya.
إِبْ ِن  ُع َمر , إِ َبْ ِْن َ: ُseperti idhafahkan, di wajib bilghalabah ‘Alam َ َّ
 
. الكعبة , ال َ ِديْ َن ُة seperti: lam, dan alif dimasukkan atau عباس
2.    ‘Alam jinsi
‘Alam jinsi adalah isim yang diwadha’ bagi suatu jenis dari
segala macam jenisَ, seperti lafaz أسامة yang diwadha’ bagi hakikat asad (singa), dan ثعالة yang diwadha’ bagi hakikat kancil/rubah,
dan seperti ُة َل َؤ ذُوْ bagi hakikat serigala, dan lafaz ٍط ِعري    أم bagi
hakikat kalajengking.
Alam jinsi maknanya sama dengan isim nakirah, karena terbenar atas berbilang-bilang.
Isim ‘alam terbagi pula atas tiga macam :
 
1.    Isim 
Seperti lafaz “ أسامة, زيد”.
2.    Kuniyah
 Kuniah adalah sesuatu ucapan yang dimulai dengan lafaz اب atau أم. Menurut Ibni Hisyam, kuniah adalah tiap-tiap murakab idhafi yang dimulai dengan lafaz أب atau أم. Seperti lafaz بكر أبى
, كثوم أم kuniah bagi putri Rasulullah saw, dan الحرث أبى kuniah bagi singa, dan عريط أم kuniah bagi kalajengking.
َ   ُ  ْ    َ    َ           ُ  َ  َّ  ُ    ْ     َض َّعتِهِ .            (gelar). Laqab  3.
اللقب هو : ما أشعِر بِرف ْعةِ مسماه اَو بِ
Laqab adalah suatu lafaz yang memberi َ tahuْ َ dengan tingggi
derajat orang yang digelari, seperti ِدين العابِ َّزَين ,َ atau dengan
rendahnya derajat orang yang digelari, seperti بطة .
Apabila berhimpun isim (nama) dengan laqab (gelar) maka wajib mengakhirkan laqab pada se_afshah kalam, seperti :زيد جاء ِدين العابِ زين, dan laqab tersebut mengikuti isim pada i’rabnya,
kecuali apabila keduanya berbentukْ mufrad, maka wajib meng_
idhafah nama kepada laqab, sepert: كرز سعِيد . Dan tidak ada tertib diantara kinayah dan nama, dan juga diantara kuniah dengan laqab.
Isim ‘alam terbagi pula kepada :
ْ ٌ       ْ  ٌ    Mufrad  1. َ
.زيد , هِند Contoh:
2.    Murakab
Murakab terbagi tiga :
 
a.    Murakab idhafi
َّ 
مركب إِضا ِف هو : ك إِسم  ِين نزِل ثانِي ِهما منِلة التنوِي ِن ِمما قبلها .
Murakab idhafi adalah tiap-tiap dua isim yang dipertempatkan isim yang kedua pada tempat tanwin dari
barang sebelumnya.
kuniah. lafaz sekalian dan َعبْ ِد ا َّللهِ , َعبْ ِد الر ْ َحم ِن : Contoh
 
b.    Murakab majzi
Murakab majzi ialah tiap-tiap dua buah kalimat yang mana kalimat yang keduanya menempati ta taknist yang sakin dari barang sebelumnya disegi kalimat sebelumnya difatahkan
akhir.
 ْ  َ َ  َّ      َ   َ  َ   َ  ْ  َ        ْ َ َ  ْ َ
.بعلبك , حض موت , ِسيبويهِ : Contoh
 
c.    Murakab isnadi

Murakab isnadi adalah tiap-tiap dua buah kalimat yang
disandarkan salah satu keduanya kepada yang lain.
.بَرق نح ُرهُ , شاب قرنَاها : Contoh
Isim ‘alam juga terbagi kepada :
ْ َ ُ  ُ َ    ْ  ْ ُ ْ َ ْ َ ْ  َّلا  َعلَ ًما .     murtajal ‘Alam  • المرتَل هو : ا َّ ِلذي لَم يستعمل إِ
‘Alam murtajal adalah isim yang tidak dipakai kecuali
kepada ‘alam.
. ُس َعاد : Contoh
َ  ْ ُ  ْ ُ    ُ  َ     َّ    ْ   ُ     َ   َ  ْ َ   َ  َ     ُ  َّ  ُ  ْ  ُ  ْ   َ    َ  َmanqul ‘Alam   •
المنقول هو : ا ِلذي و ِضع غي عل ٍم ثم أستع ِمل علما .
‘Alam manqul adalah isim yang pernah diwadha’ (dipakai) kepada selain ‘alam kemudian dipakaikan kepada ‘alam.
.فَ ْض ٍل ,  َح َس ٍن , ثَ ْو ٍر , َمنْ ُص ْو ٍر : Contoh

Fasal Tentang Isim Isyarah

Isim isyarah adalah tiap-tiap isim yang diwadha’kan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang tertentu.
Isim – isim isyarah adalah :
1.    “ ذا ”
Dipakai untuk meng_isyarah bagi mufrad muzakkar .
” ذِ ْي , ذِهِ , ِ ْت , تِهِ , تَا “ 2.
Dipakai untuk meng_isyarah bagi mufrad muannast.
3.    “ ذان ”
Dipakai untukْ َ meng_isyarah bagi mutsanna muzakkar diketika
 
rafa’, dan “ ِن
4.    “ تان ”
 
ذي” pada ketika nasab dan jar.
 
Dipakai untukَ meng_isyarah bagi mutsanna muannast diketika
 
rafa’, dan “ ِين
” أولآءِ “ 5.
 
ت ” diketika nasab dan jar .
 
Dipakai untuk meng_isyarah bagi jamak muzakkar dan jamak muannast dan lafaz tersebut dibaca mad (panjang) menurut dialek ulama hijaz, sedangkan menurut dialeg Banu Tamim dibaca qashr (pendek).
Boleh memasukkan ha tanbih kepada isi-isim isyarah untuk memberitahu simukhathab atas sesuatu yang dicampakkan
kepadanya, atau untuk menghilangkan kelalaiannya.
ّ  ُ         َ   َ ْ                     ْ
.هؤلآءِ , هات  ِين , هاتان , هذي ِن , هذان , ه ِذهِ , هذا : Contohnya
Apabila musyar ilaih (hal yang diisyarah) jauh, maka sertakanlah kaf harfiyah yang dipakai sebagaimana pemakaian kaf ismiyah tergantung yang diajak bicara (mukhathab).
 
. َذاك , َذاك , َذاك َما , َذاك ْم , َذاك َّن : Contoh
“ ذاك ” dipakai untuk meng_isyarah bagi mufrad muzakar
, dan ذاك untuk mufrad muannast, dan َما ذَاكُ untuk tatsniyah muzakkar atau muannast, dan ذاكم untuk jamak muzakkar, dan ذاكن untuk jamak muannast.
Boleh menambahkan huruf lam ziadah sebelum huruf َkaَ f
untukَ menunjukkan kepada jauh. Contoh : , ذلكما , ِك ذل , ذلك
.ذلِكم , ذلِكن
Dan huruf lam tidak boleh masuk pada mutsanna dan jamak menurut dialeg yang memanjangkannya. Akan tetapi, huruf kaf
boleh masukُ pada keduanya apabila dalam keadaan jauh, seperti
boleh tidak lam huruf lagi Demikian . ذانِكمك , تانِكما , أولئِك :
masuk pada isim isyarah untuk bentuk mufrad apabila didahului
oleh ha tanbih, seperti: َهذَا . Maka boleh diucapakan padanya bila
dalam keadaan jauh, yaitu َهذَاك .
لأَ َّن ز َيادةَ الحر ِف ت ُ ْشعِ ُر بز َيادةِ ال ْ ُم َسافَةِ    : Qaidah ِ         ِ ِ
“Karena penambahan satu huruf memberitahu dengan bertambahnya jauh/jarak”.
Untuk meng_isyarah kepada tempat yang dekat dipakai lafaz
َ
dan هاهنا. Sedangkan untuk tempat yang jauh dipakai lafaz 

Fasal Tentang Isim Maushul dan Shilatnya
Maushul terbagi dua :
 

 
1.    Maushul Harfi 
Maushul harfi ialah tiap-tiap huruf yang dipalingkan beserta
 
silatnya kepada mashdar.
  
Jumlahnya ada lima, yaitu :
pensyair :
 
kata Seperti .أن , أن , ك , ما , لو
 Lafaz “ َّن أَ ” dan “ ْن أَ ” dipalingkan beserta ma’mulnya kepada
mashdar. Maka jika khabarnya berupa kalimat musytaq (dari isim atau fi’il munsharif ) maka mashdar yang dipalingkan adalah dari
lafaznya, dan jika khabarnya berupa isim jamid atau fi’il jamid makَa
mashdarْ َyangَ dipalingkanَّ َ adalah dari lafaz “ ِن كو ”, seperti :ِن بلغ
atau zharaf berupa khabarnya jika dan ,أن زيدا أخوك أي كونه أخاك
jar dan majrur maka mashdar yang dipalingkan adalah dari lafaz “
seumpamanya. atau ”إِستِقرار
2.    Maushul Ismi

Isim maushul adalah isim yang membutuhkan shilat (penghubung) dan ‘aa id (dhamir yang zhahir atau mustatir yang kembali kepada maushul).
Isim maushul terbagi dua :
a.    Maushul nash
Yakni isim maushul yang maknanya tidak melampaui kepada lainnya. Lafaznya ada delapan :
 
•    Lafaz “ ي
ْ 
ا ” untuk mufrad mudzakkar.
 
•    Lafaz “ ِت ال” untuk mufrad muannast.
•    Lafaz “ اللان ” untuk mutsanna mudzakkar ketika rafa’ dan “
ِن الَّذَيْ” diketika nasab dan jar.
 
•    Lafaz “ الَّلتان ” untuk mutsanna muannast ketika rafa’, dan “
ِين  اللت” ketika nasab dan jar.
•    Lafaz “ ِلذين ا ” untuk jamak mudzakkar secara mutlak (ketika
rafa’, nasabَّ,َ dan jar), dan kadang-kadangْ dikatakan dengan
lafaz “ الذون ” ketika rafa’ dan lafaz “ ِلذين ا ” ketika nasab
dan jar.   َ ُ
•    Lafaz “ الألى” untuk jamak muzakkar ketika rafa’, nasab, dan
 
jar.
•    Lafaz “
 
ْت ِ اَللا ” untuk jamak muannast pada ketika rafa’,
 
nasab dan jar.
•    Lafaz “ اللائِ ” untuk jamak muannast pada ketika rafa’,
 
nasab dan jar. 
_nya, ya dibuangkan ”اللاءِيَ َّ“ ِdan ”اللا ِ َت َّ“ lafaz Kadang-kadang
 
maka diucapkan “ ِت
b.    Maushul musytarak
 
”.اللاء “ dan ”اللا
 
Yakni isim maushul yang maknanya bersyarikat diantara makna-makna yang berbeda dengan lafaz yang satu. Lafaznya ada
enam, yaitu : “ ذا , ذو , أل , أي , ما , من ”. Lafaz-lafaz tersebut
dipakai untuk mufrad, mutsanna, jamak mudzakkar dan muannast.
Lafaz “ ْن َم َ ”َ padaْ asal wadha’ dipَakaiْ untukَ sesuatu ُ yang
يع ِجب ِن من جاءك ومن جاءتك ومن جاآك ومن جا َءَت ْك“َ tiُseper ْberakal,
sesuatu untuk dipakai ْ ُkadang ْkadang َdan ”,ومن جاؤك ومن ِجئنك
”. ف ِمنهم من يم ِش على بطنِهِ “ seperti berakal, yang
Lafaz “ ما ” padaَ asalَ wْ adha’ dipakَaiْuntuَk seْsuatu yangُ tidak
يع ِجب ِن ما إِشتيته وما إِشتيتها , وما إِشتيتهما ْومَا َ“ْseperti: al, َberak
sesuatu untuk dipakai َkadang َ angَkad dan ”,إِشتيتهم وما إِشتيتهن
.. أ َن تُّسجد لما ُخلْقت َبِي ِدي : seperti berakal, yang
Sedangkan lafaz “ ذا , ذو , ال , أي ” digunakan untuk
menunjukkَan kepadaَ َ sesuatuُّ yَangَ beraَkal dan yangَ tidakَ berakal.
يع ِجبن أي قام وأي قامت وأي قاما وأي قامتا وأي قاموا وأي: Contoh .قمن
 
Lafaz “ال” menjadi isim maushul musytarak diantara mufrad
dan tastniah dan jamak mudzakkar dan muannast, apabilaَ masuk
kepada isim fa’il atau isimُ maf’ul. Contoh : المضوب , ْضارِب أل.
Adapun lafaz “ ذو ” terkhusus dengan lughah طءِ (satu qabilah dari suku Arab) . Contoh : قام ذو ِن جآء.
Adapun lafaz “ ذا ” asalnya adalah isim isyarah dan kadang–
kadang dipakai untuk َisim maushul dengan makna jami’.
 ْ  َ ُ ْ َ  َ   َ   َ   ُ  ْ   ُ  ْ :َ maushul isim menjadi ” ذا “ lafaz Syarat َ
يسئلونك ماذا ينفِقونseperti: َistifham, ”ما“ oleh didahului Harus 1.
, atau “ من ” istifham, seperti : جآءك ذا من . Mَ  aka jika jika tidak
 
didahului oleh َما
isim isyarah.
 
atau من istifham maka “ ذا ” tersebut adalah
 
2. Lafaz “ ذا ” tidak di ilghakan .
Apabila “ ذا ” tidak di ilghakan, dengan bahwa ditakdirkan
“ َما    isim istifham sebagai mubtada dan lafaz “ذا” sebagai khabar
maka lafaz “ ذا ” ketika itu adalah isim maushul.    َ
Ilgha adalah mentakdirkan murakab lafaz “ ذا ” beserta “
َما ”, contohnya : صنعت ماذا apabila ditakdirkan “ ماذا ” tersebut
 
menjadi satu isim yang dimurakabkan dengan makna “ ئ
maka lafaz “ ماذا ” diketika itu adalah isim istifham.
Catatan:
Semua isim maushul membutuhkan shilat dan ‘aa’id .
 
”, أي شي
 
Shilat adalah satu jumlah (ismiyah atau fi’liyah ) atau serupa jumlah pada menghasilkan faedah. Syarat jumlah harus jumlah
khabariyah. Jumlah adalah perkataanَّ yangُ tersusuْ nُ َ dari ْ fi’il dan
َجاء الذي قام أبوه , الحمد للهِ ا ِلذي seperti: fa’il, naib dan fi’il َ َatau ْfa’il
جاء seperti: khabar, dan mubtada ariَd ْ ُtersusun atau ْ,صْدق ُن ْا َو ُع ْد َه
. ا  ِلذي أبوه قائِم , ا  ِلذي هم فِيهِ مختلِفون
Kalimat serupa jumlah yang dijadikan sebagai shilah ada tiga :
1.    Dzaraf makaniy saja.
 
Syarat dzaraf makan menjadi shilat adalah harus tam, yakni dapat dipahami sesuatu yang berhubungan dengannya dengan
جاء ِن ا ِلذي ِعندك , ما ِعندكم : Contoh disebutkannya. ata-mata ْsem
ينفد. Maka dzaraf zaman dan dzaraf makan yang tidak tam tidak boleh dijadikan sebagai shilah karena tidak menghasilkan faedah.
 
2.    Jar dan majrur.
  
جاء ا ِلذي ِف الدارِ , والقت“ seperti tam, harus juga Syaratnyaَ  ْ َ
”.ما فِيهأ
Dzaraf dan jar dan majrur apabila jatuh sebagai shilah maka dimuta’alaq_kan dengan fi’il yang dibuangkan, seperti lafaz “إِستقر ” dan seumpanya. Maka tidak boleh mentakdirkan washaf.
 
3.    Shifat yang sharih.
ْ                  َShifat adalah suatu isim yang menunjukkan kepada suatu zat yang mubham yang diambilkan dari sebagian sifatnya.
Maksud dengan shifat yang sharih adalah isim fa’il dan isim
maf’ul saja. Shifat sharih dikhusuَskan sebagai shilat dari maushul
.المنصور ُ , الناص : Contoh saja. ”ال“
‘Aa’id adalah dzamir yang terdapat pada shilat yang kembali kepada maushul supaya hasil ikatan diantara keduanya. Dzamir tersebut harus sesuai bagi maushul pada mufrad, tastniyah, jamak, tazkir dan taknist.
Dan kadang-kadang ‘aa’id dibuangkan.
Syarat    boleh    buang    ‘aa’id    marfu’ُ ُّ َ yaitu  ّmubtadanyaَ
لننِعن من  ِك ِشيع ٍة أيهم: seperti mufrad, isim denganْ dikhabarkan
. أشد أي ا  ِلذي هو أشد
Syarat boleh buang ‘aa’id manshub yaitu ‘aa’id adalah
dzamir muttashil yang dinasabkan olehْ َfi’il ْ tamْ ُ atauَ washafَ yangَ
يَعلم َّ ُما ُت َ ِّ ْس َون وما تعلِنون أي : fi’il Contoh ُlam. ُّan َd alif shilah ُukanَb
 ما الله مو ِليك: washaf contoh dan , ا
 

Syarat boleh buang ‘aa’id majrur dengan huruf bahwa ‘aa’id_ nya dijarkan dengan kalimat yang dijarkan isim maushul dan
 
bersatu makna amilnya.
َّ     ْ   ُ ْ  َ 
مررت با ِلذي مررت اي بهِ , يشب ِمما تشبون أي ا ِلذي : Contoh

Fasal Pada Menyatakan Kalimat Yang Dima’rifah_kan Dengan Alat Ma’rifah (Alif dan Lam) 

Menurut mazhab Khalil adat yang berfaedah bagi ma’rifah adalah alif dan lam, sehingga hamzah menurutnya adalah huruf ashliyah, yaitu hamzah qatha’. Menurut Iman Sibawaihi, adat yang berfaedah bagi ma’rifah adalah alif dan lam akan tetapi hamzah disisinya adalah ziyadah yang muta’adi dengannya pada washal, seperti demikian dikatakan oleh Ibnu Malik.
Dan yang masyhur dari Sibawaihi adat yang berfaedah ma’rifah adalah lam saja sedangkan hamzahnya adalah washliyah (ziyadah) yang didatangkan supaya mungkin memulai dengan sukun.
Alif dan lam terbagi dua :
1.    ‘Ahdiyah
Alif dan lam ‘ahdiyah terbagi tiga :
a.    ‘Ahdi dzikri
Dengan bahwa disebutkan kalimat yang menyertai dengan alif dan lam dalam bentuk nakirah, kemudian diulangi dengan disertakan alif dan lam.
 

Contoh :
b.    ‘Ahdi dzihni
 
َجاج ُة
 
ُز  َجاج ٍة الز
 
. ِ ْف
 
Yaitu kalimat yang disertakan alif dan lam dapat dimaklumi
pada dzihin (akal).  َ ْ   ْ    َ  ُ  ْ
 
ِف الغارِ : Contoh
c.    ‘Ahdi hudhuri
 
.إِذهما
 
Yaitu kalimat yang disertakan alif dan lam hadir pada ketika
 
dikhithab (dibicarakan). 
.اليوم أكملت لكم دِينكم : Contoh
2.    Jinsiyah
Alif dan lam jinsiyah terbagi tiga :
َو ِ َه : الت لَ ْم َيْلِ ْف َها ُ ٌّك َلا َحقِيْ َق ًة َو َلا َ َمازا .    mahiyah Ta’rif a.
ِ
Yakni alif lam yang tidak bisa diganti oleh lafaz “ ُّل كُ ” baik secara hakikat atau majaz. Alif lam ini disebut juga dengan alif lam
bagi menyatakan hakikat dُ an bagi menyatakan tabi’at.
 
Contoh : ّح ٍ
b. Istighraq afrad
  
tempatnya secara hakikat, sehingga mengumumi seluruh afrad dengan khususiat_nya dan bisa di istisnakan dari kalimat yang disertakan alif dan lam.َّ
  
.خلِق الإنسان ضعِيفا , ِإن الإنسان ل ِف خ  ٍس الا ا ِلذين آمنوا : Contoh
c. Istighraq khashaishil afrad
Yaitu alif dan lam yang bisa diganti oleh lafaz “ ُّل كُ ” secara
 
majaz.
Contoh : Artinya :
  
Bahwa sungguh pada engkau telah berkumpul sesuatu yang
dapat membedakan antara engkau dengan orang lain dari semua
laki-laki disegi sempurnanya engkau dalam ilmu pengetahuan dan tidak diperhitungkannya ilmu orang lain karena kurang dari derajat kesempurnaan.
Catatan :
Lam dari “ال” boleh diganti menjadi mim pada loghat Hamir
(satu qabilah dari suku Arab).
ْ
. ليس ِمن امبِ : Contoh

Fasal Tentang Lafaz Yang Di Idafahkan Kepada Isim Ma’rifah

Adapun isim nakirah yang di_idhafah kepada salah satu dari
lima isim ma’rifah sebelumnya dapat berfaedah ma’rifah dengan
ketentuan sebagai berikut :
a.    Idhafahnya adalah idhafah ma’nawiyah. Maka keluarlah idhafah
lafdziyah, seperti idhafah washaf bagi ma’mulnya.
b.    Mudhaf_nya bukanُ ْ ِ isimُ ْ َ yang selalu berbimbang dengan
mubham, seperti : مثل , غي .    َ    َ
c.    Tidak jatuh pada tempat nakirah, seperti lafaz “ ٍة واحد ”.
َ ُ
غلام , غلامك , غلا ِمهِ , غلام زي ٍد , غلام ه َّذا ,  َغ َلا ِم ُ: ْ ُContoh َّ ُ
.ا  ِلذي قام أبوه ,غلام الرج ِل
Catatan :
Mudhaf bertempat pada martabat mudhaf ilaih, kecuali
mudhaf kepada isim dzamir maka bertempat pada martabat isim
‘alam, karena jika bertempat pada martabat isim dzamir maka
 
lebih boleh tidak sifat karena َم َر ْر ُت بِ َزيْ ٍد  َصا ِحبِ َك ucapan sah tidak
ma’rifah dari maushuf, akan tetapi adakala sama bagi maushuf pada ma’rifah atau dibawahnya. Maka manakala dijadikan mudhaf
kepadaَ dzamir pada martabat isim ‘alam maka jadilah martabat
 
lafaz صاحبِك sama bagi lafaz

LihatTutupKomentar